"Far, kamu tahu Atha sama cewek yang namanya Clara itu punya hubungan apa?" tanya Dinar setelah mereka berada di halte sekolah.
Ya, sejak lima belas menit yang lalu bel pulang sekolah telah berbunyi dan kini Dinar tengah menunggu jemputannya-ditemani oleh Farah. Berhubung rumah Farah sendiri dekat dari sekolah, maka gadis itu berniat untuk menemani Dinar terlebih dahulu. Sekalian mengobrol agar mereka saling kenal satu sama lain lagi.
"Kalau hubungan antara Atha sama Clara sih, aku ngak tahu ya, Din. Cuman si Clara pernah nembak Atha di koridor sekolah. Cuman si Atha malah nolak, padahal Clara itu cewek yang paling banyak diincar sama laki-laki di sekolah ini," jelas Farah seraya menatap Dinar dengan serius. "Tapi kalau aku lihat-lihat nih, sebenarnya si Atha suka sama Clara. Hanya karena gengsinya terlalu tinggi, ya, bisa jadi waktu itu nolak Clara," lanjut Farah lagi.
Deg! Mendengar penjelasan dari Farah membuat Dinar terkejut. Jika Athala menyukai Clara, lantas kenapa Athala menerima pertunangan dengan dirinya? Saat ini, Dinar dipenuhi lagi dan lagi dengan banyak pertanyaan.
Rasanya, ia ingin membatalkan pertunangan antara ia dan Athala. Namun, Dinar bertekad, sebelum ia mendengar penjelasan dari Athala sendiri gadis itu masih ingin mempertahankan hubungan ini.
"Eh, Din. Kamu belum jawab loh pertanyaan aku pas di kelas tadi."
"Hah? Pertanyaan yang mana?" Dinar berujar. Sebenarnya, ia tahu pertanyaan yang dimaksud oleh Farah, tetapi ia mencoba pura-pura tidak tahu karena sekarang ini ia belum siap membahas tentang Athala.
"Hedeh, Din ... Din. Kamu tuh ya, pelupa banget sih." Farah menggeleng. "Kamu punya hubungan apa sama Atha?"
Dinar tercenung mendengar pertanyaan tersebut yang kembali dilontarkan oleh Farah. Gadis mungil itu tak tahu harus menjawab apa.
Jika ia mengatakan bahwa Athala adalah tunangannya, bagaimana reaksi sang sahabat? Di sisi lain, Dinar sendiri masih ragu dengan Athala. Entah hubungan mereka akan berlanjut atau seperti apa.
"Eng ... Atha itu sebenarnya-" Dinar tak berani menatap ke arah Farah. Ia menatap lurus ke depan, seketika senyumannya terbit begitu saja. "Eh, Far, saya duluan ya. Jemputan saya sudah datang, assalamualaikum," pamit Dinar dan segera beranjak dari duduknya.
"Iya, waalaikumsalam."
Huft, hari ini Dinar selamat.
***
"Atha, lo kenapa sih, dari tadi diam aja kayak patung? Kesambet apa lo?" tanya Bintang sambil menyeruput jus jeruknya. "Than, cepat sono, rukiah si Atha!"
"KAGAK MAU GUE NGERUKIAH SI ATHA, MENDINGAN KITA BAWA AJA SI ATHA KE PAK USTAZ!" teriak Arthan yang sedang asyik memakan nasi goreng.
"Kagak usah teriak-teriak juga, lo! Kesel gue sama lo!" timpal Bintang lagi. Merasa jengah dengan kelakuan teman satunya itu yang terbilang sableng.
"Ya elah ... lo baparen amat sih, kayak cewek pakai acara kesal segala. Badan aja besar, tapi kelakuan kayak cewek." Saat ini juga, Arthan tertawa terbahak-bahak meskipun apa yang telah ia bilang tadi benar-benar garing.
"Apa lo bilang?" Bintang menatap tajam Arthan dan bersiap-siap untuk melayangkan pukulan.
Seketika tawa Arthan terhenti, ia meneguk saliva-nya kasar sambil nyengkir tak jelas. "Maaf, Bin. Gue ta-tadi hanya bercanda. Iya, bercanda. Iya, ngak Atha?" Arthan mencoba mencari pembelaan pada sahabatnya yang sejak tadi hanya diam.
Bukannya mengubris perkataan Arthan, Athala malah beranjak pergi dari kedua sahabatnya itu. Berjalan menuju parkiran dan segera menaiki motor besar miliknya. Meninggalkan Bintang dan juga Arthan yang masih asyik dengan makanan serta minuman yang mereka pesan.
Memang, sewaktu pulang sekolah tadi ketiganya pergi ke warung yang tak jauh dari sekolah mereka. Namun, yang dilakukan Athala hanya diam, yang ada dalam pikiran pemuda itu sejak tadi adalah Dinar. Perasaannya memang tak enak, seakan tak lama lagi akan terjadi sesuatu hal yang tak ia inginkan.
***
Di lain tempat, Dinar tengah berada di ruang tengah bersama dengan kedua orangtua serta kakak laki-lakinya. Gadis itu ingin membicarakan hal yang penting mengenai Athala.
Ia sudah memutuskan langkah apa yang akan ia ambil, dan semoga keputusannya hari ini benar-benar yang terbaik untuk dirinya dan Athala.
"Bu, Ayah, Kak. Dinar rasa ... Dinar sama Atha sama-sama ngak cocok. Apa lebih baik pertunangan ini tidak usah dilanjutkan sampai ke jenjang pernikahan?"
Setekita ayah, ibu, dan kakak Dinar terkejut mendengar ucapannya.
"Kenapa begitu, Nak?" tanya sang ayah.
"Dinar masih ragu sama Athala, Yah," lirih Dinar seraya menunduk.
***
Assalamualaikum, bagaimana dengan part ini? Senang ngak cerita ini diupdate lagi? Feel-nya udah dapat, ngak? Hehehe ... ikuti terus ceritanya ya. Oh iya, kalau bisa kasih semangat buat author ya, biar semangat buat nulisnya. See you next chapter🌻👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Pacar Halal (End)
Teen Fiction⚠️Awas Baper⚠️ "Kamu mau ke mana?" "ke Balkon, mau murojaah hafalan." "Kenapa harus di balkon? kan ada aku di sini." "Terus, kalau ada kamu emangnya kenapa?" "Kamu di sini aja, biar aku yang dengerin kamu murojaah." "Serius boleh?" "Iya, fatimah kec...