Bisikan Khawatir

1.8K 111 0
                                    

Happy Reading All

Athala tengah mengendarai motornya yang melaju membelah jalanan jakarta yang masih sunyi. Ya, sekarang masih jam enam pagi, dan semalam, Athala tak balik ke rumah. Ia malah menginap di rumah Artan bersama dengan Bintang.

Pemuda itu membicarakan mengenai dirinya dan juga Dinar yang sudah  menikah pada kedua sahabatnya itu. Ia juga menceritakan pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dan juga Dinar.

***

"Apa? Lo udah nikah sama Dinar? Kenapa ngak ngasih tahu gue sama Bintang sih?" Artan berdecak, tak menyangka jika sahabatnya itu menyembunyikan hal yang besar padanya.

"Ngak asik lo, Tha. Kenapa lo baru  ngomong sekarang sih?" Bintang yang tengah asyik dengan ponselnya kini menatap Athala dengan serius.

"Maaf, gue sebenarnya mau ngasih tahu ke kalian, cuman gue masih ragu dan nunggu waktu yang tepat. Dan gue rasa,  inilah saat yang tepat buat gue ngomong jujur ke elo berdua," jawab Athala.

Artan dan juga Bintang mengangguk  sebagai tanda bahwa mereka telah memafkan Athala. Saat mereka sedang asyik bercerita, Bi Lia—pembantu di rumah Artan datang menghampiri mereka yang tengah berada di ruang tamu.

Wanita paru baya itu membawa sebuah nampan yang berisi tiga gelas jus jeruk, serta sepiring kue brownies ke hadapan ketiga pemuda tampan itu. Setelah mengantarkan makanan serta minumanan, Bi Lia pamit, dan kembali ke dapur untuk memasak  makan malam.

"Ar, gue boleh ngak nginap di rumah lo malam ini?" tanya Athala membuat  Artan yang tengah meminum jus lantas menghentikan kegiatannya. "Kali ini aja, gue mohon."

"Kenapa lo mau nginap di rumah gue? Lo ngak mau pulang? Ntar Dinarnya gimana?" tanya Artan dan dibalas dengan  tatapan dingin dari Athala.

"Lo punya masalah sama Dinar?" Bintang akhirnya membuka suara. "Coba, cerita ke gue sama Artan. Siapa tahu kita berdua bisa kasih solusi buat lo."

Akhirnya mau tidak mau Athala harus membicarakan masalah yang ia alami pada kedua sahabatnya itu. Dan Athala pikir, mungkin dengan menceritakan masalahnya saat ini bisa membuat dirinya bisa berpikir jernih dan tahu harus melakukan apa.

Jujur, Athala tak tahan jika harus marahan dan juga berjauhan dengan  Dinar. Namun, saat ini ego lebih mendominasi pemuda itu hingga membuat Athala benar-benar lunglai dengan pilihan yang harus ia ambil. Apakah harus balik ke rumah, atau tetap menjauh dari Dinar.

"Sekarang gue ngerti masalah yang lo alami sekarang ini," ujar Bintang.

"Tha, menurut gue, lo ngak seharusnya marah sama Dinar. Apalagi cewek itu ngak suka dikasari dan dibentak. Dinar itu cewek yang baik, Tha. Dia juga butuh waktu buat jelasin semuanya ke elo. Atau mungkin, Dinar masih trauma sama kejadian yang  dia alami saat di gudang tadi pagi. Makanya dia takut buat bicara jujur ke elo," jelas Bintang.

Athala menghela napas kasar. "Masalahnya apa susahnya sih tinggal  jujur ke gue aja? Toh, gue juga ngak bakal marah ke dia kalau misalkan dia ceritain semuanya ke gue. Dengan cara Dinar nyembunyiin masalah yang dia alami ke gue. Gue jadi merasa kalau Dinar ngak nganggap gue sebagai suaminya."

"Lo hanya menilai Dinar dari sudut pandang  lo sendiri. Bisa jadi Dinar benar-benar ngak berani buat bicara jujur ke elo. Coba lo berpikir jernih, Tha. Lo itu cowok, harusnya lo bisa tahu maksud dari Dinar apalagi sekarang dia itu istri lo. Pacar halal lo!" tegas Bintang, mencoba membuat Athala mengerti dengan apa yang ia maksud.

"Gini, Tha, Dinar punya  alasan  karena dia ngak mau cerita ke elo atas apa yang ia alami. Dinar butuh waktu buat cerita ke elo. Sama kayak lo yang nyembunyiin tentang  lo yang udah nikah sama Dinar ke gue sama Bintang. Lo juga butuh waktu, 'kan buat mikirin kapan waktu yang tepat buat  bicara ke gue sama Bintang? Sama kayak Dinar, Tha. Dia butuh waktu buat jujur ke elo. Dan harusnya lo ngak usah maksa dan ngebentak dia, Tha." Artan ikut memberi masukan untuk Athala, berharap  jika  sahabatnya itu sadar atas apa yang ia lakukan pada Dinar.

Dear Pacar Halal (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang