"Pada akhirnya, kau kembali menorehkan luka dalam diriku." —Dinar"Bersikap terbuka satu sama lain itu penting dalam sebuah hubungan." —Athala
Happy Reading Guys
***
"Din, kamu ngak papa 'kan? Kenapa bisa kayak gini sih?"
"Iya, saya udah ngak papa kok. Saya tadi ... ngak sengaja ke kunci di gudang," elak Dinar.
"Ngak udah bohong, Din. Ngak mungkin kalau kamu ke kunci di gudang dengan sendirinya, pasti ada dalang dibalik itu semua 'kan?"
Deg! Dinar terdiam, saat ini ia benar-benar mati rasa. Lidahnya terasa keluh untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Jujur, Dinar merasa dilema disaat-saat seperti ini.
Di satu sisi ia tak tega untuk berbohong pada sahabatnya itu, tetapi di sisi lain gadis itu tak ingin jika ada yang tahu mengenai sikap Clara padanya sewaktu di gudang tadi.
Sekarang ini, Dinar masih berada di UKS, sementara Athala, ia tadi sempat pamitan pada Dinar, katanya mau pergi ke kentin sebentar. Berhubung bel istirahat juga sudah berbunyi, jadi Farah menyempatkan diri untuk menjenguk Dinar. Memang, kondisi gadis itu mulai membaik, hanya saja bekas tamparan di pipi masih terasa berdenyut, sakit.
"Udah, ngak usah dipikirin lagi," atensi Dinar. "Farel di mana?"
"Tuh, 'kan kebiasaan ... selalu mengalihkan topik pembicaraan," kesal Farah dengan suara yang dibuat-buat. Sebenarnya ia tak marah jika Dinar belum ingin memberitahukan apa yang terjadi padanya. Mungkin, Dinar belum siap saja untuk menceritakan semuanya, pikir Farah. "Aku ngak tahu juga sih, Din. Kayaknya ada yang ngak beres deh sama Farel. Soalnya gue habis dari kelasnya, tapi Farel ngak ada."
Dinar mengembuskan napas kasar. "Tadi sih, waktu di gerbang saya sempat ketemu sama Farel. Cuman, dianya langsung pergi. Heran aja gitu, Farel tiba-tiba ngejauh dari saya."
"Farel biasanya kalau ada masalah gitu selalu menyendiri. Dia selalu ngehindar. Nanti kalau aku ketemu sama dia ntar aku tanyain ke dia. Mungkin dia ada masalah, sampai ngak mau ketemu kita dulu," jelas Farah dan segera duduk di kursi yang berada di samping brankar—tempat Dinar berbaring saat ini.
"Semoga Farel bi—" Dinar belum selesai bicara, tetapi langsung dipotong oleh seorang pemuda yang tengah berada di ambang pintu.
"Nar, makan dulu yuk!" pinta Athala yang baru datang sembari membawa sekotak nasi dan juga sebotop air putih. "Lo belum makan 'kan dari pagi?"
Dinar mengangguk. "Sini makanannya."
"Ngak, biar gue aja yang nyuapin lo." Athala membantu Dinar untuk bangun dan duduk di sisi brankar. Sama seperti Dinar, Athala juga mengambil posisi duduk, tepat di samping Dinar. "Aaaaa." Athala mengarahkan sesendok nasi bersama lauk ke depan Dinar dan langsung di lahap oleh sang istri.
Farah hanya bisa tersenyum melihat tingkah Dinar dan juga Athala. Ia sudah mengetahui bahwa kedua remaja itu telah menikah. Tadi, Dinar memberitahukan padanya mengenai hal tersebut. 'Gini amat nasib gue. Jomblo-jomblo,' batin Farah.
***
Sepulang sekolah, Athala langsung mengganti pakaian dan gegas menuju dapur—memasakkan makanan untuk dirinya dan juga Dinar. Sang mama sudah pulang sejak kemarin, kebetulan papanya juga sudah balik ke Indonesia setelah mengurus bisnis yang tengah dirintis oleh sang ayah.
Mama Athala juga sempat berpamitan pada Dinar dan juga dirinya. Ya, meskipun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia masih ingin jika mamanya menginap di rumahnya. Namun, mau bagaimana lagi? Athala tak bisa menahan keinginan sang mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Pacar Halal (End)
Teen Fiction⚠️Awas Baper⚠️ "Kamu mau ke mana?" "ke Balkon, mau murojaah hafalan." "Kenapa harus di balkon? kan ada aku di sini." "Terus, kalau ada kamu emangnya kenapa?" "Kamu di sini aja, biar aku yang dengerin kamu murojaah." "Serius boleh?" "Iya, fatimah kec...