Hari Bahagia?

2.8K 180 1
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Dinar Adawiyatul Khairiyah  dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

Athala akhirnya bisa menyelesaikan ucapan ijab kabulnya dengan sangat lancar. Meskipun jauh dilubuk hatinya yang paling dalam, ia benar-benar gugup.

Namun, rasa gugup yang sejak tadi menghampiri kini terbayar sudah dengan kehadiran seorang gadis yang telah sah menjadi istrinya. Tanggungjawabnya.

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah!"

Deg! Mendengar kata sah yang berucap dari banyak orang membuat Dinar terperangah. Apa ini? Sekarang ia sudah sah berstatus sebagai  istri dari seorang Athala Huntara? Gadis yang tengah mengenakan kebaya putih itu benar-benar masih tak bisa menyangka dengan  kejadian hari ini.

Mungkin hari ini akan Dinar catat sebagai hari yang sangat berharga dalam hidupnya. Ya, meskipun setelah melalui proses yang panjang, dan begitu banyak pertimbangan.

Akhirnya, Dinar bisa memutuskan untuk menikah dengan Athala. Ia berharap, semoga keputusan yang ia ambil merupakan keputusan  yang benar.

***

Saat ini, Dinar sudah berada di kamarnya sembari merebahkan diri. Beberapa menit yang lalu, gadis itu telah mengganti pakaiannya dengan gamis serta  jilbab berwarna navy. Rasanya ia tak nyaman dengan kebaya yang ia pakai saat acara pernikahannya tadi. Mungkin karena baru pertama kali, maka dari itu Dinar merasa seperti itu.

Netra gadis itu terus menatap ke arah langit-langit kamar. Namun, tak berselang lama karena seseorang memutar knop pintu dan langsung duduk di sampingnya.

Dinar yang merasa kehadiran orang tersebut, lantas bangun dan duduk tegap di kasurnya. Dinar yang melihat siapa yang tengah berada di sampingnya, langsung saja memeluk pemuda tersebut dengan sangat erat. Seakan tak ingin melepaskan pelukan itu.

"Kak Gala," panggil Dinar dengan suara yang parau. Tanpa sadar, bulir air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya.

"Kak, Dinar ngak mau pergi dari sini. Dinar masih mau tinggal bareng ibu, ayah, dan Kak Gala. Dinar masih mau menikmati waktu bersama kakak. Mirojaah bareng." Isakan Dinar semakin menjadi, posisi gadis itu masih berada dalam dekapan sang kakak.

Gara segera mengusap air matanya agar tak dilihat oleh sang adik. "Ngak apa-apa, toh kita juga masih bisa ketemu lagi. Murojaah bareng lagi. Kita masih di kota yang sama loh. Kamu lupa, kalau kita pernah pisah selama dua tahun? Beda negara lagi. Selama kita masih bisa ketemu, kenapa ngak?" ujar Gala seraya menenangkan  sang adik.

Dinar melepaskan dekapannya, kemudian menatap sang kakak yang tersenyum simpul ke arahnya. "Kakak jangan lupain Dinar, ya."

"Iya, ngak mungkin kakak lupain kamu. Sudah gih, jangan nangis lagi. Udah  jelek, tambah jelek lagi," canda Gara seraya tertawa kecil.

"Kak Gala, ih! Nyeselin!"

"Biarin!"

Akhirnya, terjadilah perdebatan antara kakak beradik itu, tetapi dipenuhi dengan canda tawa juga.

***

Sekarang, Dinar sudah berada di kediaman  keluarga sang suami. Duduk di sofa kamarnya dan Athala, seraya membaca novel. Ya, memang Dinar sangat suka membaca novel sejak duduk di bangku kelas sepuluh. Novel yang ia baca pun kebanyakan novel bergendre religi, dan Dinar rasa, dengan membaca novel bergendre religi, ia bisa mendapat banyak pelajaran dari kisah yang ia baca.

Tak lama kemudian, pintu terbuka menampakkan sosok Athala yang sudah mengenakan pakaian santai.  Athala hanya menatap Dinar sekilas, lalu segera berjalan menuju ranjang. Merebahkan dirinya seraya menatap langit-langit kamar.

Lain halnya dengan  Dinar, gadis itu segera menutup novel yang berada di tangannya, lalu menaruh benda tersebut di atas nakas. Ingin rasanya ia merebahkan diri, tetapi Dinar mengurungkan niatnya saat melihat Athala yang masih berbaring di ranjang.

"Ngapain lo ke sini?!" ketus Athala. "Ini kamar gue, bukan kamar lo!"

"Ta–tapi—"

"Ngak ada tapi-tapian! Lo ngak boleh tidur di sini! Lo ngak punya hak atas kamar ini! Kamar lo itu di kamar tamu! Bukan di sini. You know?"

"Bukannya—" Lagi, belum selesai Dinar berucap langsung dipotong oleh Athala.

"Lo memang sekarang istri gue, tapi ... jangan pernah berharap kalau gue memperlakukan lo dengan baik selama lo tinggal di sini. Camkan itu!" ancam Athala, membuat Dinar terbelalak di tempatnya.

"Tapi kita udah sah jadi suami istri, Tha. Jadi, apapun yang kamu punya, bakal berlaku juga buat saya."

"Sayangnya, itu ngak berlaku buat saya!"

"Sekarang saya tanya ke kamu. Apa alasan kamu menerima pernikahan ini?"

"Lo ngak perlu tau. Emang lo siapanya gue sampe-sampe lo nanya ini, nanya itu ke gue?" Athala tersenyum miring, seakan-akan merendahkan Dinar.

"Saya istri kamu, Tuan Athala!"

"Hah? Istri?" Athala tertawa kecil. "Mimpi lo! Sampai kapanpun, gue ngak bakalan sudi mengakui kalau lo itu istri gue!"

"Baik, kalau itu mau kamu. Anggap aja selama kita tinggal satu atap, kita hanyalah dua orang asing yang tak mengenal satu sama lain, bahkan sampai kapanpun itu!"

Deg! Perkataan Dinar tadi entah kenapa membuat dada Athala terasa sesak. Bak belati yang menancap di dadanya. Athala sendiri bingung dengan dirinya saat ini, entah pertanda apa ini.

"Oke, gue setuju sama apa yang lo bilang barusan. Asal lo tau juga, gue benar-benar jijik lihat muka lo! Gue ngak sudi punya istri kayak lo! Kenapa juga orangtua lo harus menyetujui perjodohan ini, hah? Oh, atau mungkin orangtua lo sengaja jodohin lo sama gue karna mereka ngak mampu membiayai hidup lo? Iya?"

Mendengar penuturan Athala, entah kenapa membuat Dinar mulai tersulut emosi. Secara refleks, Dinar langsung menampar Athala membuat cowok itu langsung memegang pipinya yang memerah akibat bekas tamparan Dinar tadi.

"Jaga bicara kamu, Athala! Kamu boleh menghina saya, kamu boleh menjelek-jelekkan saya, kamu boleh menyakiti saya. Tapi tidak dengan orangtua saya! Saya ngak akan diam jika ada yang menjelek-jelekkan orangtua saya."

"Asal kamu tau, orangtua saya mendidik saya dengan baik. Mereka mengajarkan saya tentang adab sopan santun saat bertutur kata. Saya sejak tadi hanya diam membiarkan kamu bicara seenaknya saja. Tapi kalau kamu udah bawa ayah sama ibu saya, saya ngak terima!"

"Kalau bukan karna orangtua saya, saya ngak bakal mau nikah sama orang kayak kamu! Saya ngak bakal mau tinggal satu rumah dengan kamu! Tapi satu hal yang mau saya tekankan ke kamu, jangan pernah menghina orangtua saya. Camkan itu!" Dinar akhirnya merasa lega karna telah mengeluarkan unek-uneknya yang sejak tadi ia tahan.

***

Assalamualaikum, senang ngak cerita  ini diupdate lagi? Maaf, ya, kalau part ini pendek karena author lagi sibuk menyelesaikan tugas dari sekolah. Harap dimaklumi ya. Yang mau ditag dipart berikutnya komen ya. See you next chapter😊👋

Dear Pacar Halal (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang