"Nar, gimana kalau besok kita jalan pagi aja? Mumpung hari libur!" ajak Athala."Boleh, tapi sekitaran kompleks sini aja, ya," tawar Dinar.
"Oke, gue setuju. Terus nanti sorenya kita jalan-jalan ke mana ... gitu."
Deg! Dinar terkejut mendengar ajakan Athala, ini pertama kalinya sang suami berkata lembut dan mengajaknya untuk jalan-jalan. Ada apa dengan Athala? Jujur, Dinar pun merasa bingung dengan tingkah sang suami semenjak pemuda itu membisikkan kata-kata bahwa ia mulai jatuh cinta padanya.
Ais, saat itu Dinar benar-benar gugup, mulutnya terasa keluh untuk berkata-kata.Ya, Dinar telah pulang dari rumah Ustazah Dinda, dan Athala 'lah yang menjemputnya. Saat Athala mengantarkan Dinar ke rumah sang ustazah, pemuda tersebut mengatakan pada Dinar bahwa ia akan menjemputnya tepat pada jam sembilan malam.
Dan gadis mungil itupun hanya menyetujuinya saja. Tadi, Dinar dan juga Ustazah Dinda membicarakan mengenai rumah tahfidz yang dibangun oleh Ustaz Harif—suami ustazah Dinda.
Dinar ditawarkan oleh sang ustazah untuk menjadi salah satu pengajar di rumah tahfidz tersebut. Dan dengan senang hati pun gadis periang itu menerimanya. Jujur, Dinar tak akan pernah menyangka jika diberi amanat untuk menjadi pengajar di rumah tahfidz. Suatu kebanganggan tersendiri juga bagi seorang Dinar.
"Terus jalan-jalannya ke mana?" tanya Dinar yang masih setia duduk di samping Athala. Ya, sekarang kedua pasutri itu tengah berada di ruang tengah, dengan televisi yang menyala, serta keduanya saling duduk bersampingan.
"Kamu maunya ke mana?" Athala malah balik bertanya.
"Saya sih terserah kamu. Mau ke taman, puncak, pantai, its oke," balas Dinar santai.
"Gimana kalau pergi ke Gramedia aja? Lo suka baca novel kan?"
Dinar tersenyum antusias. "Iya, saya suka baca novel. Saya setuju kalau kita pergi ke Gramedia besok. Janji ya?" Melihat Athala yang mengangguk, Dinar lantas memeluk tubuh kekar sang suami dengan erat. "Makasih-makasih!"
Tanpa diduga, Athala malah membalas pelukan Dinar dengan tak kalah erat. Sudut bibir pemuda itu melengkung membentuk senyuman manis. Hatinya tengah berbunga-bunga sekarang.
Entah kenapa, Athala merasa nyaman berada dalam dekapan sang istri saat ini. Cukup lama mereka berada di posisi tersebut, hingga Athala melepas pelukan tersebut lebih dulu.
Tanpa aba-aba, Athala segera merebahkan diri dengan menjadikan paha Dinar sebagai bantal. Tangan kanannya memegang tangan Dinar lalu menaruh di kepalanya. Memberi kode kepada gadis mungil itu untuk mengusap rambutnya.
"Nar, jangan diam aja. Usapin kepala gue!" pinta Athala sembari memperhatikan wajah Dinar yang masih syok dengan apa yang tengah ia lakukan.
Dengan ragu, Dinar mulai mengusap kepala sang suami dengan gerakan pelan. Tiba-tiba jantungnya berdetak abnormal, dalam hati ia bertanya kenapa Athala bersikap manis malam ini? Dinar mencoba bersikap tenang, seakan tak tejadi apa-apa dengan dirinya.
Seketika, semberut merah muncul di kedua pipi Dinar membuat gadis itu segera memalingkan pandangannya ke kiri. Namun, sayangnya Athala telah lebih dulu melihat semberut merah tersebut. Pemuda itupun segera mengusap pipi Dinar seraya terkekeh kecil.
"Lo lucu," ujar Athala, lagi-lagi membuat Dinar tersipu malu. "Nar," panggil Athala dengan posisi yang masih berbaring di paha Dinar.
"Iya, kenapa?"
"Tetaplah seperti ini, tersipu malu di depan gue, dan tersenyum manis hanya buat gue." Athala segera bangkit, lantas duduk seperti semula. "Nar, boleh ngak, gue meluk lo sekali lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Pacar Halal (End)
Teen Fiction⚠️Awas Baper⚠️ "Kamu mau ke mana?" "ke Balkon, mau murojaah hafalan." "Kenapa harus di balkon? kan ada aku di sini." "Terus, kalau ada kamu emangnya kenapa?" "Kamu di sini aja, biar aku yang dengerin kamu murojaah." "Serius boleh?" "Iya, fatimah kec...