Kenyataan yang Menyakitkan

2.8K 139 1
                                    

Suara alaram membangunkan seorang gadis yang tengah terlelap. Perlahan, netra itu mulai terbuka. Dinar melirik ke arah jam beker, lantas mematikannya.

Jam masih menunjukkan pukul 04.50 Wib, pertanda masih ada beberapa menit lagi sebelum masuknya waktu salat subuh. Ya, semalam Dinar memang tidur di ruang tamu atas perintah Athala.

Dinar segera bangkit dari kasur, berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu. Seperti biasa, gadis itu selalu memanfaatkan waktunya untuk memurojaah hafaan sembari menunggu azan subuh.

Bagi Dinar, waktu subuh adalah waktu yang sangat tepat untuk menghafal atau mengulang hafalan. Ya, meskipun resikonya harus menanggung rasa mengantuk.

Lain dengan Dinar, lain pula dengan Athala. Pemuda berparas tampan itu masih nyenyak dengan alam tidurnya. Bisa dibilang, Athala belum terbiasa untuk melaksanakan salat lima waktu.

Padahal usianya sekarang sudah berusia delapan belas tahun. Jangan berpikir bahwa Athala orang yang sangat buruk. Memang, sejak duduk di bangku kelas enam SD, Athala rajin melaksanakan salat lima waktu.

Namun, semakin bertambah umur, Athala mulai berubah. Apalagi semenjak orangtuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tanpa memperhatikan dirinya.

Pemuda itu menjadi sangat frustasi, dan berbeda menjadi seratus delapan puluh derajat. Ia menjadi sosok yang suka bolos sekolah, membuat onar di sekolah, sampai membuat kedua orangtuanya kewalahan dalam menghadapinya.

Maka dari itu, orangtua Athala sepakat untuk menjodohkan pemuda tersebut dengan Dinar. Mereka berharap, semoga dengan kehadiran Dinar, perlahan-lahan sikap buruk Athala mulai pudar.

Azan subuh telah berkumandang, pertanda waktu salat telah tiba. Setiap orang yang mendengar suara azan pasti akan merasa syahdu, dan ya, seperti itulah yang dirasakan oleh Dinar sekarang.

Gadis yang sejak tadi sibuk dengan hafalan Quran-nya, kini menutup Al-Quran mini miliknya lantas menaruh di atas nakas. Tugas yang harus ia lakukan saat ini adalah membangunkan Athala.

Mau bagaimanapun, sikap Athala padanya, tetapi mengajak Athala untuk melaksanakan salat adalah kewajibannya.

Apalagi Dinar sudah tahu bahwa Athala sangat jarang melaksanakan salat subuh dari ibu Athala yang notabene adalah ibu mertuanya.

Ceklek! Pintu kamar terbuka, Dinar segera menghampiri Athala seraya berkata, "Atha! Bangun! Salat subuh!" teriak Dinar. Gadis itu hendak meraih pundak Athala, tetapi ia masih ragu.

'Eh, tapi Athala sekarang suami saya 'kan? Berarti ngak apa-apa dong kalau saya menyentuh dia?' batin Dinar. Akhirnya tanpa menunggu lama, ia pun menggoyang-goyangkan pundak sang suami.

"Athala, bangun!" teriak Dinar lagi. Namun, sang empu masih tetap berada di posisi yang sama. Tengkurap.

Sudah berulang kali Dinar berusaha membangunkan Athala. Namun, sayangnya hasil yang ia dapatkan nihil. Seutas ide pun mulai berbayang di benak gadis ayu itu.

Sesekali Dinar tersenyum karena berhasil mendapatkan cara agar membangunkan sang suami. Ia pun segera mendekatkan wajahnya ke arah telinga Athala dan membisikkan sesuatu.

"Assalamualaikum ya ahlil kubur," bisik Dinar lembut. Dan yap! Cara tersebut berhasil.

Mata Athala langsung terbuka, dan sekarang posisi pemuda beralis tebal itu sudah bersandar di kepala ranjang.

"Maksud lo apaan hah, ngomong kayak tadi?!" tanya Athala dengan suara yang meninggi. "Gue kaget tahu!"

"Ngak ada tahu di dapur. Yang ada hanya tempe," canda Dinar. Namun, ketika melihat raut wajah Athala yang tak bersahabat, akhirnya ia pun mencoba untuk serius. "Lagian, dari tadi kamu sudah saya bangunin ngak bangun-bangun. Sekarang waktunya salat subuh, bangun, dan cepat laksanakan salat!"

Dear Pacar Halal (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang