Kebohongan

288 39 2
                                    

Assalamualaikum, semua.
Sesuai dengan janji author, hari ini cerita DPC kembali update.

Tanpa berlama lama lagi cus, dibaca ygy.

***

Saat ini Dinar tengah berada di belakang sekolah, menyendiri sembari memikirkan berbagai pertanyaan yang terus menghantuinya sejak semalam. Ya, tak lain dan tak bukan mengenai  gelang jangkar yang ada pada Clara. Sejak pelajaran pertama sampai jam istirahat, Dinar sama sekali tidak menemukan Clara.

Ia sempat bertanya pada beberapa teman sekelas Clara, tetapi tak ada yang tau dia di mana. Gadis mungil itu juga sudah mengirimi Clara beberapa pesan whatsapp, namun nihil. Tak ada balasan sama sekali.

“Clara kenapa sih? Kenapa gelang itu bisa ada sama dia? Aku bukannya gak percaya sama Clara cuman aku agak kurang yakin sama jawaban dia kemarin. Akh!” Dinar merasa frustasi sekarang. Kenapa juga harus ada yang menerornya. Apalagi tentang masa lalunya.

Dinar memutuskan untuk pergi ke loker, mencari sesuatu, siapa tahu ia bisa mendapatkan bukti dari sana. Gadis itu berniat untuk mengecek loker milik Clara, untung saja setiap kunci loker di pegang oleh masing-masing ketua kelas.

Berhubung ketua kelas XI IPS 3 berhubungan akrab dengannya, jadi Dinar tidak akan segan untuk meminjam kunci loker milik Clara. Tak ada cara lain, Dinar terpaksa melakukan ini, ia sudah sangat risih dengan kehidupannya yang tidak tenang akhir-akhir ini.

“Eh, kok, ngak bisa dibuka.” Dinar mencoba memutar kunci loker. Namun tak bisa terbuka. Entah kuncinya yang salah, atau knop pintunya yang bermasalah.

Dinar kembali mencoba, namun lagi-lagi hasilnya gagal. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk pergi menuju kelas XI IPS 3 untuk mengembalikan kunci. Akan tetapi, langkahnya terhenti setelah ia berdiri tepat di depan loker yang bertuliskan namanya. Dinar mengingat bahwa sabtu lalu ia meninggalkan sebuah novel di loker tersebut.

Saat membuka loker, netra gadis itu terbelalak setelah melihat apa yang ada di sana. Terdapat sebuah kertas yang terselip di bawah novel yang ia punya. Tangannya mulai bergetar, perlahan, Dinar mengambil kertas tersebut dan membaca apa yang tertulis di sana.

“Jangan pernah mencari tahu tentangku. Nikmati saja permainan yang aku lakukan. Silahkan bersenang-senang, Dinar. Tunggu kejutan yang aku siapkan untukmu, gadis malang.” Suara  Dinar bergetar, ia lantas menaruh kembali kertas yang ia pegang tadi ke dalam loker dan langsung  menutup pintu dengan sangat kencang.

Dinar merasa sangat ketakutan sekarang, napasnya sudah tak beraturan lagi, tubuhnya  terasa sangat  lemas. Gadis itu bersandar di lemari loker sembari mencoba untuk menangkan diri. Setelah di rasa cukup membaik, Dinar langsung pergi dari tempat  tersebut dan berjalan menuju kelas IPS. Namun sayangnya seseorang menghalangi jalannya membuat sang gadis kembali menghentikan langkahnya.

“Hai, Dinar. Akhirnya kita ketemu lagi. Udah lama nih gue ngak ngapa elo,” kata Stela dengan nada sinis nya. "Gue dengar, lo sama Athala punya hubungan asmara, ya?”

Dinar mengangkat dagunya. Memandang Stela sembari menyeringai. “Kenapa? Kamu cemburu? Marah? Atau?”

“Diam, Lo!” teriak Stela. “Emangnya lo yakin kalau Athala beneran cinta sama lo?”

“Kalau iya, emang kenapa? Kamu mau bukti?” tantang Dinar.

“Ya udah, gue mau lihat.”

Dinar mengambil ponsel dari saku bajunya, ia membuka galeri lantas memperlihatkan sebuah foto pada Stela. Ia memilih foto di mana Athala tengah mengecup punggung tangannya, gambar yang diambil sewaktu mereka pertama kali berbaikan. Stela yang melihatnya merasa sangat panas, ia benar-benar ingin mencakar Dinar sekarang  juga. Namun, ia mengurungkan niatnya, gadis bule tersebut lebih  memilih untuk meninggikan  gengsi serta kesombongan  dibandingkan mempercayai apa yang ia lihat barusan.

“Lo ngedit fotonya di mana? Bagus amat. Tapi sayangnya, gue bukan orang bodoh yang bisa lo tipu dengan  mudah. Sejak kapan Athala  ngelakuin hal kayak gitu ke elo? Muka jelek kayak lo ngak pantas bersaing  sama gue!” tukas Clara.

“Perasaaan saya ngak pernah merasa bersaing dengan anda? Atau anda sendiri  yang merasa tersaingi dengan  kehadiran saya?”

“Kita buktiin aja, siapa yang bakal Athala pilih. Lo atau gue!” Stela lantas beranjak pergi dengan perasaan yang sangat marah. Ia benar-benar merasa tertohok dengan ucapan Dinar. “Awas aja lo, Nar!”

***

“Assalamualaikum,” Dinar mengetuk pintu, berharap seseorang dari dalam sana membukakan pintu untuknya.

“Waalaikumsalam,” jawab seorang wanita paru bayah. Ia tersenyum saat melihat Dinar, tanpa basa-basi, ia mempersilahkan Dinar untuk masuk ke dalam rumahnya.

“Apa kabar tante?”

“Alhamdulillah, baik, Nar. Kamu apa kabar?”

“Sama kayak tante, baik-baik aja kok.”

“Udah lama, Nar kamu ngak datang ke sini lagi,” kata Bu Lisa.

“Iya nih, Tan, akhir-akhir ini aku sibuk ngajar sama ngurus tugas-tugas sekolah. Kebetulan, ada waktu  free hari ini jadi sekalian mampir sebentar,” jelas Dinar. “Oh iya, Tan. Clara-nya ada? Soalnya tadi pas di sekolah aku ngak lihat dia. Kata teman sekelasnya Clara ngak masuk.”

“Clara ada di kamarnya, lagi istirahat. Badannya panas tadi, jadi tante ngak ngizinin dia buat pergi ke sekolah. Kalau kamu mau lihat keadaannya, langsung ke kamar Clara aja, Nar.”

Dinar mengangguk. “Permisi, Tante.”

Gadis mungil itu memutar knop pintu, mengucapkan salam, lalu masuk ke dalam kamar sang sahabat. Clara yang menyadari kehadiran  Dinar pun lantas bangun dari  tidurnya, bersandar di kepala ranjang lalu meletakkan ponsel di nakas. Ia melambaikan tangan ke arah Dinar, lalu menepuk kasurnya—memberi kode pada sahabatnya itu untuk duduk di tempat tersebut.

“Ra, kenapa kamu ngak ngabarin aku kalau kamu lagi sakit?” tanya Dinar setelah mengambil posisi duduk. "Terus kenapa pesan aku ngak ada satupun yang kamu balas?”

“Aku ngak mau kamu mengkhawatirkan aku. Lagian aku udah agak membaik kok sekarang,” ujar Clara.

“Yakin nih? Kamu jangan boong!”

“Iya. Kalo kamu ngak percaya, coba cek sendiri.” Clara menarik tangan Dinar dan langsung menaruh di dahinya. “Gimana? Sekarang percaya, ‘kan?”

Clara dan Dinar mulai sibuk dengan dunia mereka sendiri. Bukan Dinar namanya kalau tak pernah diam jika bersama dengan orang terdekatnya. Begitulah  Dinar, kadang jiwa introvertnya muncul, tetapi jika bersama  dengan orang yang ia kenal, sifatnya akan sangat berubah 180 derajat.

“Ra, aku  boleh  nanya sesuatu ngak sama kamu?”

“Iya, Nar, tanya aja kali. Kamu mah kayak sama siapa aja.”

“Gelang jangkar  yang kamu pakai kemarin, apa masih ada di kamu?”

“Kemarin sih masih ada. Cuman untuk sekarang  udah gak ada. Sebenarnya  waktu mau ngambil air wudu buat solat zuhur di mushola, sempat  tuh aku buka gelangnya terus langsung aku gantungin di paku. Eh, pas selesai  wudu udah ngak ada. Mungkin ada yang salah ambil  kali. Kemarin kan banyak juga yang wudu di sana,” jelas Clara dan  mendapatkan anggukan  dari Dinar.

"Kok aku ngerasa ya ada yang disembunyiin Clara dari aku?" batin Dinar.

Keduanya kembali berbincang, mulai dari  hal random, pengalaman yang sangat berkesan, dan masih banyak lagi. Asik dengan dunia mereka sendiri.

***

“Beneran nih, Tha, kamu nyuruh aku pergi? Kamu ngak kasihan apa, sama aku?”

“Ngak!”

“Serius?”

“Gue bilang pergi ya pergi! Cepat sana sebelum ada yang lihat!”

Stela, gadis bule tersebut pergi dari pekarangan  rumah Athala. Ia berencana untuk mengajak Athala pergi kencan bersamanya. Ia ingin memikat hati Athala, Stela sangat menginginkan jika pemuda  yang sudah lama ia kagumi itu segera menjadi miliknya seorang. Stela merasa terobsesi dengan Athala, bagaimana tidak? Keduanya sudah berteman sejak kecil, bersekolah ditempat yang sama mulai dari TK, SD, SMP sampai SMA.  Bagaimana bisa ia tidak menaruh perasaan pada Athala?

Di sisi lain, Dinar tengah bersembunyi di balik pohon, memperhatikan Stela  yang telah menjauh dari pekarangan  rumahnya. Ia merasa heran, kenapa Stela bisa mengetahui rumah baru Athala? Sepengetahuannya, hanya ia, Athala, Arhan, dan Bintang yang mengetahui rumah mereka. Apa jangan-jangan Stela sedang merencanakan sesuatu untuk menghancurkan hubungannya dan Athala? Atau ada maksud lain? Entahlah, Dinar juga bingung.

“Assalamualaikum,” kata Dinar setelah masuk di rumah mereka. Saat ini ia berada di ruang  tamu, membuka sepatu dan juga kaus kaki. Dengan gamang, ia berjalan menuju  kamarnya dan juga Athala, berniat untuk mengganti baju. Pasalnya, ia masih mengenakan seragam putih abu-abunya saat ini.

Athala yang melihat sang pacar halal datang pun lantas bangkit dari duduknya dan langsung memeluk Dinar dengan erat. “Kamu kenapa sih lama banget pulangnya. Aku udah kangen tau sama kamu.”

“Tadi siapa aja yang datang ke sini?” tanya Dinar dengan malas.

Athala menunduk sembari memperhatikan Dinar yang tengah mendongak ke arahnya. “Hah? Datang? Maksudnya?”

“Selama aku ngak ada di rumah, siapa aja yang datang ke sini?”

“Ngak ada kok, Nar. Serius.”

Dinar merasa muak dengan ucapan Athala. Kenapa sang pacar halal menyembunyikan fakta kalau tadi Stela datang menemuinya? Inilah yang Dinar benci dari sifat Athala, selalu tidak berkata jujur padanya. Padahal, mereka sudah berjanji untuk terbuka satu sama lain. Namun apa? Hari ini Athala malah mengingkarinya.

Dinar melepaskan pelukan Athala. “Kamu udah makan?” tanya Dinar dan mendapat gelengan dari Athala. “Ya udah, kamu beli diluar aja. Aku udah ngantuk, Tha, jadi ngak bisa masak buat kamu. Aku tidur duluan ya, Selamat malam.”

***
Maaf kalo banyak typo ya ges

Note : Bentar lagi tamat nih ges. Kalian lebih suka sad or happy ending?

Kalau besok author ngak sibuk, author bakal up part berikutnya.

Soalnya banyak nih stok dracin yg author mau nonton. Xixixi

Btw di sini ada yang udah nonton dracin When i fly towards you? Kalau iya, kita sama dong😭
Gila, Shu Zaizai sama Zhang Lurang bener-bener ya, bikin jiwa jomblo author meronta-ronta😭🙏
Dahlah, author mau lanjut nonton dracin dulu. See you tomorrow gesss🤗

Dear Pacar Halal (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang