🥀__🥀
Ruang kerja yang sudah mulai digunakan lagi begitu terasa sepi padahal ada Abil dan Ana disana. Keduanya sibuk dengan pikiran masing. Setelah semua yang Ana alami kemarin, mengundang perasaan bersalahnya. Andai saja ia hidup dengan keadaan yang lebih baik, pasti jalan mereka tidak akan sesulit ini. Ia pasti bisa membawa Ana serta Cheryl hidup bahagia bersamanya.
Abil sadari kalau dirinya tidak cukup baik, ia hanya bisa memberi rasa nyaman dan cinta yang tulus untuk keduanya, Abil tidak sekaya orang-orang yang memanfaatkan keadaan ini untuk bisa bersama Ana, dan Abil tidak punya harta yang cukup untuk menghidupi Ana dan Cheryl hidup dirumah mewah ini.
"Apapun yang kamu pikirkan, kamu gak gitu Abil!" Ana sadar kalau Abil larut dalam fikirannya, kening pemuda itu mengkerut, biasanya kalau alis Abil hampir menyatu itu artinya ada sesuatu yang menganggunya.
"Abil, aku mau lepas jabatan ini. Aku mau ninggalin posisi ini kalau posisi yang aku duduki sekarang cuma jadi penghalang buat kita, aku gak mau Bil. Kehilangan orang yang gak aku cinta aja sakit, gimana jadinya kalau aku kehilangan orang yang aku cinta?" Suara Ana serak, kepalanya pusing.
Semuanya seperti tidak ada habisnya. Setelah ibu mertuanya dan ibu kandungnya, orang-orang diperusahaan pun semakin mendesaknya. Ia diberi pilihan, melepaskan jabatan ini dan hidup bersama Abil atau tetap menjabat sebagai ketua yayasan dan memecat Abil. Yang menjadi masalah disini adalah Cheryl. Ana bisa saja hidup dalam kesederhanaan bersama Abil, tapi Cheryl?
Seperti yang ibu mertuanya katakan, sedari kecil hidup Cheryl sudah dilimpahi kemewahan. Tidak akan mudah untuk anak itu turun kasta secara drastis.
"Na, masalah ini biar aku yang urus. Kamu cuma harus kuat dan sabar sebentar. Jangan gegabah Na, kalau kamu lepas yayasan ini bakal banyak yang senang"
Ana diam, dihatinya ada setumpuk rasa kesal. Ia mau berkorban apa pun untuk Abil, tapi kenapa rasanya Abil hanya mementingkan yayasan saja??
🥀__🥀
"Haiiiii pak Joooo" Cheryl berlari kecil menuju salah satu meja yang sudah ada pak Jo duduk disana. Pak Jo ini adalah pengacara yang Jeffery beri kepercayaan untuk mengurus harta warisanny. Ana membawa Cheryl menemui pria itu untuk mendapat nasehat.
"Udah gede nih Cheryl" Pak Jo mengelus rambut halus Cheryl dan memberikan gesture agar Ana segera duduk. "Kenapa bawa Cheryl bu Ana?" Pak Jo hanya sedikit heran. Ini akan jadi pembicaraan yang tidak mudah difahami anak yang hampir berusia sebelas tahun.
"Saya mau anak saya juga dengar pak, dan setelah Cheryl dengar biar dia yang ambil keputusan" Mendengar jawaban mamanya Cheryl sudah tersenyum lebar, merasa bangga bahwa dirinya diberi kepercayaan sebesar itu oleh mama. Meskipun ia belum tahu keputusan seperti apa yang akan ia ambil.
"Baiklah, kalau begitu saya mulai ya?" Keduanya mengangguk bersamaan, pak Jo menghela nafas sebentar. Ia sudah terlalu sering mengurusi harta orang-orang kaya, tapi baru kali ini ia merasa prihatin. "Sebelum meninggal, Pak Jeffery sempat meminta saya untuk menulis wasiat agar bu Ana yang menduduki posisi ketua yayasan dan semua harta yang pak Jeffery miliki dibagi dua atas nama bu Ana dan Cheryl. Tentu saja posisi ketua yang bu Ana duduki sekarang ada syarat dan ketentuan. Ini yang tidak saya sebutkan sedari awal, maafkan saya" Pak Jo menunduk merasa bersalah.