1. Terintimidasi

13.8K 282 9
                                    

"Sayang, jangan lupa berikan makanan yang sudah Nenek siapkan pada Edgar ya," ucap Nelda pada Selena saat dirinya sudah ke luar dari apartemen cucunya itu.

Tentu saja Selena yang mendengar hal itu seketika mengubah ekspresinya. Ia tampak enggan dan berkata, "Nenek, kenapa harus aku yang memberikannya? Nenek kan tau, aku takut dan tidak terlalu menyukainya."

Nelda menatap cucunya dengan lembut dan menepuk pipinya dengan penuh kasih. "Kenapa harus takut? Edgar itu anak yang baik. Terlebih dia juga profesor di kampusmu. Sebagai ucapan terima kasih, bersikaplah baik padanya. Bukankah ia banyak membantumu selama di kampus?" tanya Nelda membuat Selena memiliki begitu banyak melontarkan celaan untuk Edgar.

Selain dikenal sebagai sosok yang menyeramkan, Edgar juga dikenal sebagai sosok profesor yang sangat pelit dalam memberikan nilai. Beberapa kali, Selena hampir harus mengulang kelas Edgar karena nilainya hampir saja tidak memenuhi standar. Padahal, Selena selalu hampir mendapatkan nilai tinggi di setiap kelasnya. Hanya saja, satu-satunya kelas yang membuat catatan akademisnya buruk adalah kelas yang dipimpin Edgar. Jadi, menurut Selena, Edgar sama sekali tidak baik.

"Tapi Nenek," ucap Selena berusaha untuk mengubah pemikiran sang nenek. Hanya saja, neneknya sama sekali tidak mau mendengar.

Nelda memeriksa jam tangannya dan menyadari jika dirinya harus bergegas. "Sayang, jangan lupa apa yang sudah Nenek katakan. Sekarang Nenek harus segera pulang, Kakek pasti sudah menunggu Nenek. Ingat, jika ada masalah atau sesuatu segera hubungi Nenek dan kakek. Tapi jika memang sangat mendesak, minta tolonglah pada Edgar. Ia pasti akan membantumu," ucap Nelda.

Lalu Nelda mengecup pipi cucunya sebelum beranjak pergi. Selena memang tinggal terpisah dari kakek dan neneknya yang kini menjadi walinya. Selena menempuh pendidikannya di sebuah kampus elit yang memang berada di kota berbeda dengan kota di mana rumah keluarganya berada. Karena tinggal jauh dari kakek dan neneknya yang sudah merawatnya sejak kecil, tentu saja keduanya merasa sangat cemas.

Untungnya, mereka mengenal Edgar yang kebetulan ternyata adalah cucu dari rekan mereka. Karena kebetulan Edgar tinggal di gedung apartemen yang sama dan juga menjadi seorang profesor di kampus Selena menempuh pendidikan, mereka pun menitipkan Selena pada Edgar. Kakek dan nenek Selena merasa sangat lega menitipkan cucu mereka pada Edgar. Sayangnya, keduanya tidak tahu bahwa cucu mereka sangat tidak menyukai Edgar dan terus saja berusaha untuk menghindarinya.

Saat ini saja, Selena tampak menggerutu saat memasukkan kotak makanan yang memang akan ia berikan pada Edgar ke dalam kantung kertas. Selena pun mengenakan hoodie oversize sebelum pergi meninggalkan unit apartemennya menuju unit apartemen milik Edgar yang berada dua lantai di atas apartemennya. Sepanjang perjalanan, Selena sibuk dengan ponselnya.

Hingga ia pun tiba di unit apartemen yang sebenarnya memiliki tipe yang berbeda dengan apartemen yang ia tinggali. Ia menghela napas dan menekan bel. Namun, tidak ada sahutan apa pun. "Apa dia tidak ada di rumah?" tanya Selena pada dirinya sendiri dan berniat untuk menelepon Edgar.

Saat menunggu Edgar menjawab sambungan teleponnya, Selena tampak bosan menunggu. Namun, begitu sambungan telepon terhubung, Selena tidak diberi kesempatan untuk mengatakan apa pun. Sebab Edgar sudah lebih dulu bertanya, "Ada apa?"

"Sekarang Kakak ada di mana?" tanya Selena dengan nada yang tentu saja berusaha untuk ia tekan agar tetap terdengar sopan. Di luar kampus, Selena memang memanggil Edgar dengan panggilan kakak. Padahal Selena ingin memanggil Edgar dengan panggilan bapak saja. Namun, neneknya malah mengomentari dirinya untuk memanggil kakak pada Edgar. Sebab Edgar memang masih muda, dan rasanya lebih cocok dipanggil seperti itu.

"Aku rasa, aku tidak perlu melaporkan di mana keberadaanku saat ini," jawab Edgar sukses membuat Selena merasa sangat kesal dibuatnya.

Tentu saja merasa sangat kesal. Sebenarnya sangat tidak mengherankan dirinya mendapatkan jawaban seperti itu. Mengingat Edgar memang sudah terkenal sebagai sosok yang sangat menyebalkan. "Nenek menitipkan sesuatu untukmu. Karena itulah, sekarang aku sudah ada di depan apartemenmu. Jika Kakak memang ada di rumah, tolong buka pintunya," ucap Selena semakin merasa kesal saja.

"Masuk saja, password pintunya masih belum kuubah," ucap Edgar sebelum mematikan sambungan telepon begitu saja. Tentu saja Selena yang menyadari hal tersebut merasa sangat kesal, dan ia pun menatap layar ponselnya dengan tatapan penuh dengan makian.

"Dia berbicara seolah-olah kami memiliki hubungan yang memungkinkan aku bisa keluar masuk apartemennya dengan leluasa," keluh Selena. Namun, Selena tidak membuang waktu untuk segera menekan password pintu.

Selena memang pernah masuk sendiri ke dalam apartemen milik Edgar. Tentu saja karena itu pun diperintahkan dan sudah mendapatkan izin dari Edgar, hingga dirinya mengingat dengan baik password apartemen milik Edgar. Begitu Selena masuk ke dalam apartemen yang mewah tersebut, seketika Selena melihat ruangan yang begitu bersih dan tertata rapi. Hal yang paling menarik perhatian Selena adalah, aroma harum khas yang mengingatkan Selena pada sosok Edgar.

"Wah, luar biasa. Padahal ia tinggal sendiri, tetapi semuanya terlihat sangat teratur," ucap Selena lalu memasuki dapur dan menyimpan makanan yang ia bawa ke dalam lemari pendingin. Sebab ia takut, makanan tersebut akan basi ketika dibiarkan begitu saja di luar sana.

Lalu Selena berniat untuk menuliskan pesan pada note yang akan ia tempelkan di pintu kulkas. Hanya saja, ia kesulitan untuk mendapatkan note dan alat tulis. Atau tepatnya ia harus mencari ke tempat pribadi Edgar. Selena sempat ragu. Namun, pada akhirnya ia pun memasuki ruang kerja Edgar yang memang tidak tertutup. Selena yakin, bahwa dirinya bisa menemukan note dan bolpoin di sana.

Benar saja, Selena menemukan apa yang ia cari. Selena segera menuliskan pesan pada notes tersebut. Namun, tanpa sengaja dirinya menekan keyboard komputer milik Edgar yang memang berada di meja yang sama. Dan ternyata komputer Edgar tidak mati sepenuhnya. Tetapi dalam mode sleep yang akan kembali hidup ketika salah satu tombol pada keyboard ditekan.

Tentu saja Selena secara refleks melihat monitor komputer tersebut, dan bibir Selena seketika ternganga ketika sadar apa yang ada di monitor tersebut. "A, Apa ini?" tanya Selena seketika memerah ketika dirinya juga mendengar suara erangan dan suara-suara khas adegan bercinta. Benar, hal yang tengah berputar di monitor tersebut tak lain adalah video panas.

Untuk beberapa saat, pandangan Selena sepenuhnya terpaku dengan adegan panas yang ia lihat tersebut. Setiap hal yang terjadi di sana, terasa terekam dengan sangat jelas di dalam benaknya. Membuat Selena menelan ludah, dan merasa panas. Namun, saat tersadar apa yang tengah ia lihat, Selena pun tersentak terkejut. Selena yang panik jelas berusaha untuk segera meninggalkan ruang kerja tersebut.

Namun, begitu Selena berbalik, ia malah melihat Edgar yang sudah bersandar di ambang pintu ruang kerjanya. Edgar yang tampak mengenakan pakaian santai dan kacamata baca, tampak berbeda dari penampilan biasanya di kampus. Di mana Edgar selalu mengenakan pakaian semi formal atau bahkan formal. Seketika, Selena menelan ludahnya dengan susah payah.

Edgar yang tampak begitu tampan dan menawan dengan tubuhnya yang tampak tinggi sekaligus kekar, benar-benar membuat Selena merasa sangat terintimidasi. Padahal, Edgar sama sekali tidak mengatakan apa pun. Ia hanya bersandar pada kusen pintu, dengan tangan terlipat di depan dadanya dan tatapan tajam yang tertuju sepenuhnya pada dirinya. Benar, hanya dengan tatapan tanpa kata, sudah lebih dari cukup membuat Selena merasa sangat terintimidasi.

Lalu Selena dengan bodohnya bertingkah seperti anak kecil yang tertangkap basah sudah melakukan kesalahan. Selena menggeleng dan berkata, "A, Aku tidak melihat apa pun."

Playing with My ProfessorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang