U - 14

661 106 21
                                    


Saat waktu liburan telah tiba, Mahesa gunakan waktunya untuk bekerja. Satu minggu yang pemilik kos berikan untuknya tidak cukup untuk Mahesa mencari banyak uang. Akhirnya, Mahesa kembali pada opsi yang sangat tidak ingin ia lakukan; meminjam pada temannya.

"Santai aja udah, bayar kalau lo udah bener-bener ada."

Itu adalah kalimat yang Jayden berikan kala Mahesa berkata akan mengembalikan uangnya secepat ia bisa.

Kini, Mahesa tengah melakukan kerja part time di Cafe baru yang pernah ia datangi untuk menampilkan bandnya, Cafe baru milik temannya. Hampir jalan dua minggu Mahesa habiskan waktunya di sini dan sesekali diselingi dengan job bandnya.

Untungnya, tempat Cafe ia bekerja tidak terlalu jauh dari kosan. Ia tidak terlalu khawatir meninggalkan Juan sendirian di sana. Ah, Mahesa lupa bercerita, tekadnya untuk bekerja adalah karena home schooling Juan yang harus dihentikan sementara karena Mahesa tidak cukup biaya. Jadi, ia bertekad untuk mencari uang banyak supaya adiknya itu kembali mendapatkan pendidikan.

Hubungan asmaranya, sejak malam dimana ia dan Diandra berbagi afeksi lewat ciuman di depan rumah perempuan itu, keduanya semakin dekat. Mungkin bisa dikatakan telah berhasil naik satu tahap.

"Mahesa, ada yang cari," kata seseorang yang membuat lamunan Mahesa buyar.

"Siapa?"

"Nggak tahu, perempuan."

Mahesa mengangguk mengerti lalu mengucapkan terima kasih. Beberapa hari belakangan ini, perempuan yang sedang dekat dengannya itu sering datang mengunjungi. Senang? Tentu saja, Mahesa seolah diberikan semangat oleh pujaan hatinya.

"Mahesa," sapa Diandra.

"Ya, halo." Mahesa tersenyum lalu duduk di kursi depan Diandra. "Sendiri?" tanyanya.

"Iya, tadinya sama Renata. Tapi dia pergi duluan."

Renata. Mahesa tahu siapa perempuan itu, teman satu kelas Diandra sekaligus teman dekatnya. Lalu keduanya larut dalam obrolan random yang seolah tidak ada ujungnya, sampai Mahesa harus sudahi pembicaraan mereka ketika salah seorang pegawai memanggilnya.

"Gue ke sana duluan, ya."

Mahesa beranjak meninggalkan Diandra sendirian. Perempuan itu edarkan matanya ke seluruh penjuru ruangan Cafe yang terlihat sangat ramai, pantas Mahesa dipanggil teman satu kerjanya. Cukup lama ia menunggu Mahesa di sini, Diandra merasa bosan. Lalu ia memainkan ponselnya dan bertukar pesan dengan Renata. Sebuah senyum terukir di bibirnya begitu membaca pesan dari seseorang.

"Bentar lagi," batinnya.

"Hayoh kenapa senyum sendiri?"

Suara seseorang mengagetkan Diandra dan langsung memasukkan ponselnya. Ia tatap Mahesa yang sudah berganti pakaian menjadi pakaian santai tengah tersenyum ke arahnya. Lalu, pandangannya beralih pada keadaan Cafe yang ternyata sudah cukup sepi.

"Udah selesai?" tanyanya.

"Udah, ayo pulang."

Diandra perhatikan tangannya yang digenggam Mahesa. Sejak obrolannya saat itu, saat dimana ia meminta Mahesa untuk disayang, laki-laki itu tepati ucapannya saat laporan praktikumnya selesai. Diandra senang luar biasa karena Mahesa mulai sedikit bersikap lembut kepadanya.

Satu hal yang Diandra suka dari perubahan Mahesa adalah, waktu yang diberikan laki-laki itu untuknya terasa lebih banyak dari biasanya.

Diandra tidak buta, bahwa Mahesa juga menyukainya. Itu artinya, mereka berdua sama-sama saling cinta, lalu, apa yang harus mereka tunggu sebenarnya?

"Kenapa ngelamun terus sih?" tegur Mahesa. Karena sepanjang ia genggam tangan perempuan itu dan bawa tubuh mereka ke parkiran, Diandra tidak banyak bicara.

"Hah? O-oh nggak apa-apa. Mau kemana kita sekarang?" tanya Diandra.

Mahesa melirik jam di pergelangan tangannya, masih pukul lima sore. "Lo maunya kemana?"

"Shopping yu? Udah lama kita nggak jalan ke Mall."

"Boleh."

Untuk kesekian kalinya, Diandra menaiki motor hitam milik Mahesa. Kali ini, dengan berani ia peluk pinggang laki-laki yang tengah mengendarai motor itu. Sesampainya di sana, Diandra langsung mengajak Mahesa ke toko baju, sepatu, jam tangan, dan aksesoris untuk tubuh.

"Kemana lagi?" tanya Mahesa.

"Emmm, baju udah, sepatu udah, jam udah, apa lagi ya?" gumam Diandra sembari melihat jinjingan yang dipegangnya dan juga dipegang Mahesa.

"Ah ponsel, aku mau beli ponsel baru. Ayok ke tokonya, Hes."

Mahesa setia mengikuti Diandra yang kini berjalan sedikit lebih cepat dibandingnya. Berbulan-bulan dekat, selain fakta bahwa Diandra anak orang kaya, Mahesa tahu fakta lainnya bahwa perempuan yang sedang dekat dengannya itu boros dalam mengeluarkan uang. Mahesa sempat berpikir, apakah orang kaya memang sering boros karena bingung harus menggunakan uang untuk apa atau bagaimana? Sungguh, Mahesa tidak mengerti.

Sebab, meski hubungan keduanya sudah berhasil naik satu tahap, Mahesa belum yakin untuk menjadikan perempuan itu menjadi pacarnya. Hidup mereka berbeda, Diandra terbiasa hidup mewah dan sering kali belanja dengan pengeluaran yang tidak main-main, sering berfoya-foya. Sedangkan dirinya, sejak kecil Mahesa sudah diajarkan hidup sederhana karena keluarga mereka yang memiliki kondisi ekonomi di bawah rata-rata.

Mahesa belum mapan, dia masih kuliah dan itupun dibantu beasiswa. Dia belum sanggup untuk mengikat Diandra, takut sewaktu-waktu perempuan itu tidak suka dengan keadaannya.

"Udah Hes, pulang yuk. Kita beli makannya dibawa pulang aja, terus dimakan di rumahmu gimana?" tanya Diandra.

Tapi sekali lagi, mereka punya salah satu pondasi yang cukup kuat. Rasa cinta yang hadir pada keduanya.

"Boleh, kita makan bareng sama Juan."

Mungkin Mahesa tidak sadar, tapi Diandra sempat terdiam sebentar usai dirinya menyebutkan nama Juan. Entah mengapa, ada perasaan aneh yang muncul tiap kali Mahesa membahas mengenai adiknya.

Meski sempat kesulitan di perjalanan karena barang belanjaan Diandra cukup banyak, namun akhirnya mereka berdua sampai di kosan. Begitu masuk, Mahesa temukan Juan yang tengah berbaring dengan ponsel yang menutupi wajahnya. Sedikit terkejut karena ia sempat melihat tangan adiknya itu bergetar sebelum Juan menyadari keberadaannya.

"Kak Mahes," ucap Juan seraya bangkit dari tidurannya. "Eh ada Kakak cantik."

"Halo Juan," sapa Diandra.

Diandra berjalan memasuki ruangan yang cukup kecil itu, lalu menyimpan barang belanjaannya di sembarang tempat. Pergerakannya itu, tidak luput dari penglihatan Juan.

"Sini Dek, kita makan. Kakak bawa nasi goreng kesukaan kamu."

Juan alihkan tatapan matanya pada sang kakak, lalu binarnya muncul saat Mahesa memberikan satu piring nasi goreng kesukaannya. Namun, senyumnya yang sempat muncul itu mendadak redup saat melihat Mahesa dan Diandra memiliki makanan yang berbeda dengannya. Yang Juan ketahui, makanan mereka jauh lebih mahal harganya dibanding nasi goreng yang ia punya.

"Juan? Kenapa diem aja, ayo makan," tegur Mahesa.

Juan anggukkan kepalanya, lalu mulai menyuapkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya secara bertahap. Sedangkan Mahesa larut dalam obrolan bersama Diandra, mereka seolah lupa jika Juan ada di antaranya.

Juan benci pikiran jahatnya, Juan benci saat hatinya berkata bahwa Mahesa sudah tidak lagi menyayanginya. Karena Juan tahu dan juga sadar, belakangan ini Mahesa lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan Diandra.

Nalurinya seorang adik, Juan benci saat tahu bahwa keberadaan Diandra dalam hidup Mahesa, berhasil menggeser tempat Juan di hati kakak satu-satunya yang ia punya.

---

Halowww, aku lagi mau cepet² namatin ini karena mau publish cerita baru.

Juan sudah mulai merasakan gais ;v

Btw, ada yang kalian curigain ga sejauh ini?

Jangan lupa vote dan komennya ❤❤

Universe • Lee Heeseung [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang