U - 23

732 98 26
                                    


Beban pikiran Mahesa benar-benar bercabang sekarang. Otaknya seakan dibagi menjadi beberapa bagian dengan pikiran yang berbeda-beda. Juan sudah dipindahkan ke ruangan lain, tapi adiknya itu belum kunjung membuka mata.

"Astaga," gumamnya.

Jayden sudah pulang, ia sendirian di ruangan putih dengan fasilitas lengkap ini. Temannya itu memberikan ruangan VIP supaya Juan aman dan Mahesa tidak bisa menolak karena ia juga tidak ingin menempatkan Juan di ruangan yang bisa diisi banyak orang.

Mahesa mengambil ponselnya yang tadi ia lempar di sudut sofa, ia menyalakannya dan banyak pesan yang bermunculan. Diandra, ibunya, Cakra, Samudera, dan beberapa grup yang salah satunya hima. Ah, Mahesa lupa sebentar lagi mereka harus mengospek mahasiswa baru.

"Nggak bisa ikut jadi panitia gue," katanya dengan jari-jari tangan yang mengetik pesan di atas ponselnya.

Usai mengetikkan pesan, Mahesa menggulir layarnya dan membalas pesan dari Diandra. Perempuannya itu mengirimkan banyak pesan karena mengkhawatirkannya. Terakhir, ia membalas chat dari ibunya yang bertanya perihal kelanjutan pembicaraannya tadi.

"Bisa gila gue," gumam Mahesa untuk kesekian kalinya.

Mahesa benar-benar pusing dengan pikirannya yang bercabang. Ia sibuk berpikir siapa orang yang dengan lancang berani menyakiti adiknya, kemudian ia pusing harus membuat keputusan apa perihal obrolan dengan ibunya, Mahesa pusing juga memikirkan keuangan yang dimilikinya, belum lagi job band nya yang akhir-akhir ini sepi sekali.

"Ah, gue kan kerja anjir."

Mahesa baru ingat jika dirinya punya pekerjaan.

"Kakak ...."

Suara lirih itu membuat Mahesa menoleh dengan cepat ke arah ranjang adiknya. Ia melihat Juan yang bergerak tidak tenang dengan mata terpejam. Buru-buru ia menghampirinya dan memegang tangan kiri Juan yang refleks mengerat.

"Juan? Kenapa hei? Ini Kakak, Juan."

Juan masih menggerakkan kepalanya dengan tidak tenang, mulutnya terus bergumam kata takut dan sakit membuat Mahesa panik.

"Juan bangun dulu coba, Dek. Hei ada Kakak di sini," ucap Mahesa pelan.

Tak lama, Juan membuka matanya dengan nafas yang memburu. Laki-laki itu menatap mata kakaknya sangat dalam seolah memastikan jika memang benar orang di hadapannya ini adalah kakaknya.

"Kak Mahes ...," panggil Juan pelan.

"Iya ini Kakak."

Juan refleks mengeratkan pegangan tangannya, kemudian ia menangis membuat Mahesa memeluk tubuhnya.

"Kakak ...."

"Kakak baik itu hiks enggak baik ...."

"Kakak baik ditemenin p-perempuan cantik."

"Kakak i-itu o-orang jahat Kak Mahes."

Mahesa masih setia menutup mulut saat adiknya itu terus meracau kakak baik dan perempuan cantik yang entah siapa.

"Kakak perempuan itu p-pukul tangan Juan kenceng hiks banget. Sakit Kak ...," isaknya.

"Ssttt, udah-udah. Ayo coba tenangin dulu diri kamunya. Tarik nafasnya pelan-pelan, atur nafasnya supaya nggak sesek," bisik Mahesa tepat di telinga adiknya.

Mahesa bisa merasakan bahwa adiknya itu mengikuti intruksi yang ia berikan. Setelah dirasa Juan cukup tenang, Mahesa melepaskan pelukannya dan menaikkan sandaran Juan supaya adiknya itu duduk dengan nyaman.

"Mau minum?" tanyanya.

Juan mengangguk, membuat Mahesa segera memberikan satu gelas air putih dengan sedotan kepada adiknya.

Universe • Lee Heeseung [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang