U - 27

717 96 24
                                    


Sudah dua hari berlalu tapi hubungan Mahesa dan Diandra belum kunjung membaik. Lebih tepatnya Mahesa yang seolah memberi jarak dan selalu ada alasan saat perempuan itu ingin menemuinya.

Mahesa perlu waktu. Perasaannya tersinggung saat Diandra mengucapkan kalimat yang membuat hatinya sakit.

Juan tidak diterima dan disebut cacat oleh pacarnya sendiri.

Tidak ada yang salah, karena faktanya Juan memang cacat. Tapi, bisakah hal seperti itu tidak diperjelas? Ia tahu Juan memiliki kekurangan, ia sangat tahu. Tapi, tidak perlu sampai diteriakan seperti itu. Posisi mereka berada di parkiran yang masih di area kosan dan kosan itu terisi penuh. Bukan hal yang tidak mungkin jika para penghuni kosan mendengar perkataan kekasihnya.

Mahesa merasa dihina.

Harga dirinya seperti diinjak begitu saja.

Saat ini Mahesa berada di kantin fakultasnya, ia tengah mengerjakan tugas untuk disubmit sore ini tapi fokusnya tak kunjung hadir dan bayangan pertengkaran malam itu tidak mau menepi.

"Hesa, lo dicari Rektor," ucap Cakra tiba-tiba.

"Hah?"

"Lo dicari Rektor. Samperin sana ke ruangannya."

Mahesa mengernyit, punya urusan apa dia dengan Rektor kampus sampai perlu dipanggil menghadap seperti ini? Meskipun begitu mau tidak mau ia harus menurut karena tidak ingin terlibat masalah apapun.

Kakinya berjalan menuju ruangan Rektor dan mengetuk pintu tiga ketukan lalu masuk ke dalam saat sudah dipersilahkan.

"Selamat siang, Bapak. Saya diberitahu jika saya dipanggil oleh Bapak dan dipinta untuk menemuinya," ucap Mahesa, sopan.

"Silahkan duduk."

Mahesa menurut, ia duduk di sofa yang paling lebar. Lalu sedikit menunduk saat pria yang menjabat sebagai Rektor di Universitasnya ini duduk di single sofa sebelahnya.

"Mahesa Rajendra, betul?" tanya Rektor itu.

"Betul."

"Sudah berapa lama berhubungan dengan anak saya?"

Mahesa terdiam. Ia lupa jika orang di hadapannya ini adalah ayah dari kekasihnya.

"Jalan tiga bulan, Pak," jawab Mahesa.

Rektor itu terlihat menganggukkan kepalanya. Ia tatap anak laki-laki di hadapannya dengan pandangan menilai membuat Mahesa tidak nyaman.

"Saya tidak ingin banyak basa-basi. Putuskan Diandra atau beasiswa kamu saya cabut," ucapnya tegas.

Blank.

Pikirannya blank. Mengapa banyak masalah yang menerpa hubungannya? Memangnya apa yang salah dengan cinta mereka?

"Harusnya kamu tahu Mahesa, orang sepertimu tidak pantas bersanding dengan anak saya."

Tidak pantas ya ....

Mahesa menunduk lalu menghela nafas pelan. Ia memilih untuk pamit guna memikirkan segalanya.

"Ucapan saya tidak main-main Mahesa, ingat itu."

Itu adalah kalimat terakhir yang Mahesa dengar sebelum dirinya keluar dari ruangan. Ia menghirup udara dengan rakus, terus berulang kali hingga tepukan di bahunya membuat ia membalikkan badan.

Ada Diandra di belakangnya.

"Hesa kita perlu bicara."

Benar, sepertinya mereka perlu bicara untuk membicarakan kelanjutan hubungannya. Maka, di sinilah mereka berada, di taman dekat fakultas Kedokteran yang cukup sepi.

Universe • Lee Heeseung [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang