PART 19

10.2K 798 45
                                    

Sirine ambulance terdengar sangat nyaring memasuki sebuah rumah sakit kota, para petugas medis berdatangan menyambut seseorang yang tergeletak tak berdaya disana. Semua terlihat sangat panik dan terburu-buru.

Seorang pria keluar dari mobilnya dan berlari menuju ambulance, dia sempat bergumam kecil pada para medis disana. Dia menutup mulutnya kala melihat darah berceceran dimana-mana, dia menangis ketika para medis membawa seseorang itu keruang operasi dan tepukan dibahu untuk membuatnya menoleh ketika seorang dokter yang ia kenal menguatkannya.

"Aku akan berusaha semaksimal mungkin."

¤¤¤

Lelaki manis tersungkur dan tergelapak dibawah pohon, posisinya menungging dengan bibir dan wajah yang mencium tanah. sang guru Donghae dengan cepat mendekati dan membantu Jaemin berdiri. Jeno yang baru saja sampai diatas pohon menoleh kesana kemari mencari Jaemin yang akan ia tarik, tapi mendengar suara seruan dari Donghae untuk Jaemin dia menoleh kebawah dan menemukan Jaemin terkelungkup dibawah sana.

"Aigoo... Kau baik-baik saja." Donghae benar-benar terlihat khawatir saat Jaemin tak menjawabnya. Dia menyuruh Jeno untuk turun.

Jaemin meringis mengusap sudut bibirnya yang berdarah, kerena demi tuhan dia bisa merasakan tanah dimulunya. Jeno mendekat dan berjongkok menanyakan keadaan Jaemin.

"Dimana yang sakit?" walau wajahnya terlampau datar, tapi Jaemin bisa melihat sedikit kekhawatiran dalam suara Jeno.

"Tidak ada." Jawabnya, Donghae menghela nafas lega karena Jaemin masih bisa berdiri. Setidaknya sekolah ini tidak dituntut karena membuat pemuda itu patah tulang.

"Makanya lain kali jangan bertindak ceroboh! Kau bisa melukai dirimu sendiri. Jangan terlalu baik untuk semuanya." omelan Donghae membuat Jaemin cemberut.

Tangan berurat milik Jeno terulur hendak menyentuh bibir Jaemin yang mengeluarkan darah. Tapi aksinya terhenti ketika suara lain datang kearah mereka.

"Nana!"

Haechan dan Banchan berlari tergopoh-gopoh menghampiri Jaemin, membuat Donghae heran karena pikirnya teriakan Jaemin tidak sekeras itu sampai bisa terdengar kedalam kelas.

Mereka terengah dan membungkuk menyadari Donghae berada disana. Lalu manik Haechan terlihat berkaca-kaca juga Bangchan yang seperti iba menatapnya.

"Ada ap—"

Haechan memeluknya dengan erat, dia mengumamkan untaian kata maaf juga penenang untuk Jaemin, lalu kalimat selanjutnya yang disampaikan Haechan memohok hatinya. Jaemin terdiam membeku, lidahnya terasa sangat kelu, otaknya memperoses dengan sangat lambat dan seolah dunianya terasa hancur detik itu juga. Air mata Jaemin meluncur tanpa hambatan, detak jantungnya terpacu dengan sangat cepat.

Dia melepaskan pelukan Haechan dengan kasar lalu berlari dengan kencang meninggalkan Haechan dan yang lain, mengabaikan teriakan dan panggilam atas namanya.

Jaemin menangis, hatinya berdenyut sakit. Bahkan rasa sakit saat ia terjatuh tidak berarti dengan apa yang disampaikan oleh Haechan. Jaemin terus berlari mengambil kunci motornya dan memacu dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Kristal-kristal yang ia tahan bertahun-tahun, sakit hati yang ia pendam, dan tangisan yang tidak pernah dikeluarkan. Jaemin mencengram stang motor itu dengan begitu kuat, pandangannya mulai tak jelas, isakan yang keluar dari bibirnya terdengar semakin jelas.

Cautivador | Nomin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang