Bab 2 Gadis Kesepian

208 47 3
                                    

Aya mematung di tempat saat Rama memintanya menuju ruangan pribadi dosen itu. Pria itu melangkah lebih dulu meninggalkan Aya, Elle, dan Bibi Sumi di ruang tamu. Wanita berkulit kuning langsat itu melirik Elle. Bocah menyebalkan dengan mata sipit tanpa kelopak itu menjatuhkan gagang pel ke lantai hingga menimbulkan suara gaduh dan membuat Bibi Sumi melompat.

"Ayam, ayam, ayam. Astaghfirullah, Neng Elle."

Bibi Sumi heboh di tempat sedangkan Elle malah tertawa kegirangan. Salah satu hiburan paling menyenangkan bagi bocah itu adalah melihat Bibi Sumi yang latah, Elle suka sekali. Namun, sepertinya mengerjai guru les sepupunya yang sedang menahan amarah itu jauh lebih menyenangkan dari pada membuat Bibi Sumi berteriak heboh.

Kini Elle berkacak pinggang dan menjulurkan lidahnya pada Aya sambil menggoyang kepala. Ternyata menyiramnya dengan air dan mengerjainya agar dimarahi sang paman jauh lebih menyenangkan. Elle memang sengaja menyiram Aya dengan air, hanya untuk iseng.

Wanita berbibir tebal itu hanya mampu menghela napas untuk meminimalisir emosi di hati. Sumpah demi apa pun. Bocah itu benar-benar membuatnya jengkel luar biasa. Elle kini malah melipat tangan di depan dada dan memicingkan mata pada Aya kemudian mengibaskan rambutnya yang panjang bergelombang dengan sengaja lalu pergi sambil tertawa puas.

Sabar, Aya. Sabar, batin Aya menenangkan diri.

Jika bukan ponakan dosennya. Mungkin bocah itu sudah habis di tangan Aya. Namun, dia tidak dapat melakukan apa pun selain bersabar.

"Sabar, Mba Aya. Neng Elle memang begitu. Suka bikin ulah. Dimaafin ya, Neng. Namanya anak-anak." Bibi Sumi berbisik pada Aya setelah menenangkan diri sambil mengelus dada.

"Iya, Bi."

Lagi-lagi Aya menghela napas. Bencana sebenarnya belum dimulai. Itu mungkin akan terjadi di ruangan pemilik rumah ini.

Dengan langkah lemas, Aya menuju ruangan Pak Rama. Ia sudah berdiri di depan pintu ganda itu bersiap untuk mengetuknya. Apa pun nanti yang akan terjadi di dalam. Aya harus siap. Sekalipun dia dipecat.

"Permisi Pak Rama."

Aya mengetuk pintu ruang kerja Pak Rama takut-takut. Kini Aya merasakan ketakutan yang sama seperti yang dirasakan Bibi Sumi. Rasanya seperti dunia akan runtuh.

"Masuk." Terdengar suara berat dari dalam.

Aya memutar kenop pintu dengan tangan bergetar saat sang pemilik ruangan mempersilakan. Dia melangkah dan berhenti tepat di depan meja dosen itu. Seperti maling yang tertangkap basah mencuri, nyali Aya menciut seketika di ruangan Pak Rama. Padahal biasanya tidak seperti ini.

"Tadi kamu apakan Elle? Kenapa ponakan saya pegang gagal pel?"

Tanpa basa-basi Rama langsung menanyakan hal itu pada Aya. Suaranya yang tegas dan penuh penekanan, membuat Aya semakin ketakutan. Ditambah wajah dosennya yang serius hingga dagunya mengetat membuat Aya rasanya ingin menghilang ditelan bumi.

"Elle tadi menumpahkan air ke baju saya, Pak. Sa-saya yang minta dia untuk ngepel lantai." Aya menjawab jujur walau gelagapan.

"Seumur hidup, saya baru lihat dia melakukan itu. Benar, kamu yang suruh?"

Pak Rama kembali bertanya seperti tidak percaya. Aya mengangguk dalam. Tidak tahu jika hal itu ternyata akan membawa bencana untuknya sebentar lagi.

"Maafkan saya, Pak Rama. Itu memang salah Saya. Seharusnya Saya tidak meminta Elle untuk melakukan itu. Harusnya saya--" Aya mengangguk berkali-kali, menunjukkan penyesalannya pada sang dosen.

"Aya."

"Pak, saya mau melakukan apa pun tapi jangan pecat saya jadi guru les anak-anak Bapak--" Aya berkata secepat kilat.

Life Scenario ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang