Bab 15 Perasaan Hati Yang Sama

190 53 8
                                    

“Saya tahu apa yang Mas pikirkan. Tapi saya berani jamin kalau saya tidak pernah mengatakan apa pun pada Elle tentang ibu kandungnya.” 

Aya membela diri di depan Abi saat keduanya di beranda kamar. Pria bersurai hitam legap itu masih setia memandang langit di balik pagar pembatas, sementara sang istri berada beberapa meter di balik punggungnya.

“Kamu pikir saya akan termakan omongan Elle? Saya tahu dia hanya ingin mengadu domba kita berdua,” tukas Abi.

Wanita itu dapat bernapas lega di tempatnya. Ia kira Abi akan marah padanya untuk hal yang tidak ia lakukan.

“Aku akan cari tahu siapa yang memberitahu Elle nama ibu kandungnya,” ujar Abi.

***

Sebuah pergerakan di atas ranjang membuat Aya terganggu. Matanya terbuka perlahan, hingga suara pintu yang terbuka membuat kesadarannya pulih. 

Ia melirik sekilas ke pintu dan melihat Abi menghilang di baliknya. Aya lantas bangun untuk minum dari gelas di nakas. Lalu membenarkan posisi bantalnya kemudian kembali berbaring. Wanita itu memandang langit-langit kamar dengan jemari yang bertaut di atas perut.

Di malam yang begitu tenang ini. Hanya suara napasnya sendiri yang mampu Aya dengar. Bahkan suara serangga yang kadang ia dengar tidak ada.

Kadang jika malam datang dan keheningan menyapa. Pikiran sering berlari ke mana-mana. Memikirkan hal-hal yang terjadi hari ini. Atau memikirkan hal-hal yang sebenarnya belum terjadi--kekhawatiran yang sebenarnya diciptakan pikiran sendiri.

Pikiran itu tiba-tiba hinggap dalam kepala Aya. 

Ia sedang berusaha memahami bagaimana posisi Abi saat ini. Tidak ingin menyalahkan apa yang telah pria itu lakukan pada putrinya. Walau jika terlalu lama seperti ini, mungkin Elle akan benar-benar membenci Abi.

Mata Elle tidak berbohong malam ini. Tatapan itu benar-benar tatapan penuh amarah, kekecewaan, dan kesedihan. Aya tidak dapat merasakan perasaan itu. Walau keduanya memiliki kesamaan karena ditinggalkan ibu. Namun, Aya sempat menerima kasih sayang ibunya, sempat mengenal wanita yang telah melahirkannya. Berbeda dengan Elle.

Apalagi, ditambah ayahnya menikah dengan wanita yang ia benci. Mengingat itu Aya tersenyum pilu. Ia sadar, kehadirannya hanya sebagai pelengkap, bukan penyempurna keluarga ini.

Aya lantas bangkit. Melangkah keluar kamar menuju suatu tempat sebelum Abi kembali ke kamar setelah entah dari mana. 

Wanita itu melihat celah dari kamar Elle yang memang tidak pernah tertutup rapat. Menurut asisten rumah tangga di rumah itu, hal ini sudah menjadi kebiasaan. 

Dulu, waktu Elle kecil mimpi buruk. Ia akan turun merangkak menuruni ranjang dan pergi ke kamar pengasuhnya yang tidak jauh dari kamarnya. Hal itu terbawa hingga saat ini.

Berusaha mengintip ke dalam kamar. Aya melihat Elle masih terjaga. Di jendela yang memang di-design memiliki tempat untuk duduk itu Elle sedang memeluk lututnya sambil menatap bintang di balik jendela. Tidak ada Abi di sana.

Aya lantas mendorong pelan pintu kamar Elle hingga suara yang dihasilkan membuat sang pemilik kamar memutar kepala. Wanita yang memakai pakaian tidur berbahan satin itu terpaku di ambang pintu. Namun, Elle tidak bereaksi berlebihan dan kembali memutar kepala ke arah jendela.

Seperti mendapat sinyal tentang kehadirannya yang tidak mengusik. Aya melangkah mendekat pada Elle dan mendudukkan diri di tempat yang sama dengan gadis itu. Awalnya Aya hanya diam, ia ingin memulai percakapan. Namun ragu bagaimana memulai.

“Aku hanya ingin tahu siapa ibuku.” Elle yang lebih dulu membuka suara. Suaranya terdengar sedih.

“Tapi Papa tidak pernah mau menceritakannya padaku. Menyebut ibu di rumah ini adalah terlarang. Aku heran kenapa Papa sejahat itu. Kenapa dia egois sekali?” Kini Elle memandang Aya. Berharap gadis itu tahu bagaimana rasanya menjadi dirinya.

Life Scenario ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang