Netra Abi tidak lepas memandang wanita itu. Ia berlari sekuat yang ia mampu untuk mencegah Aya keluar dari Mal. Hanya tidak ingin wanita bermata bulat itu tertangkap oleh para wartawan.
“Aya!” teriak Abi. “Ayana Galuh!”
Wanita bertubuh kurus itu menghentikan langkah saat mendengar suara lantang yang memanggil namanya. Ia segera menengok. Memastikan siapa sang pemilik suara.
“Pak Abi?” Aya terkejut hingga kedua bola matanya membulat sempurna.
“Ayo, Aya. Kenapa diem aja?”
Kiora mencoba mengguncang lengan Aya saat gadis itu berdiam diri di tempat dengan ekspresi kaget luar biasa.
“Aya, jangan keluar!” Abi segera menggenggam pergelangan Aya setelah pria itu sampai di hadapannya. “Jangan keluar! Mereka ada di pintu keluar. Lebih baik kamu ikut saya.”
Pria yang bernapas pendek-pendek itu mencengkeram lengan Aya begitu kuat. Aya yang tidak siap hanya mampu melirik tangan Abi yang sudah seenaknya menariknya seperti ini. Dan apa maksudnya “kamu ikut saya?”. Memang Abi siapa?
“Ya, ayo,” jerit Kiora.
“Aya, lebih baik kamu ikut saya. Percaya sama saya.”
Walau terkesan memaksa, tetapi ada sedikit nada memohon saat Abi berkata pada Aya yang masih kebingungan. Ia hanya diam. Apa ia harus percaya pada Abi dan seperti biasa mau dibawa “kabur” olehnya? Atau, apa lebih baik menghadapi kedua wartawan itu dan mengatakan segalanya?
Mengatakan bahwa mereka memang tidak terlibat hubungan apa pun. Dengan begitu, dua orang yang haus informasi itu mungkin saja akan berhenti mencari tahu tentangnya. Tentang mereka.
Aya masih menimbang-nimbang. Namun, tatapan Abi membuat Aya luluh. Tatapan itu sangat teduh, seperti ingin melindungi. Walau tetap saja tajam.
“Ra, tinggalin aku aja. Kamu susul Reno di luar, ya.”
“Beneran? Hati-hati, Ya.”
Aya hanya mengangguk meyakinkan Kiora sebelum gadis itu berlari menuju pintu keluar dengan wajah khawatir. Lantas ia memandang Abi sekilas sebelum pria itu membawanya berlari menuju toilet wanita yang untungnya hanya satu bilik yang tertutup. Itu artinya hanya ada satu orang di sini selain mereka berdua.
Wanita berambut hitam legam itu mencoba mengatur irama napasnya selagi Abi mengunci pintu toilet. Memastikan agar tidak akan ada orang lain yang masuk. Dalam hati Aya ingin menjerit. Namun, ia urungkan karena tidak ingin kembali terlihat konyol di depan Abi. Sepersekian detik yang lalu, ia berpikir Abi akan menghabisinya di sini.
“Sementara kita aman di sini,” ujar Abi kemudian bersandar pada dinding dan membiarkan tubuhnya beringsut ke bawah.
Pria berusia tiga puluh satu tahun itu duduk di lantai dengan salah satu siku tertekuk untuk tumpuan satu lengannya. Napasnya sama dengan Aya, tidak beraturan. Keringat membasahi kening hingga rambutnya lepek, titik-titik air itu jatuh dari poninya yang menutupi sebagian matanya.
Aya masih terpekur, ingin rasanya bercermin dan bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa ia mau dibawa “lari” lagi oleh pria ini?
“Maaf. Karena saya, mereka masih mengejar kamu. Saya kira mereka sudah tidak haus berita tentang saya.” Abi berujar.
“Tidak masalah. Lagi pula mereka tidak berhasil menemukan saya. Terima kasih, Pak Abi,” tukas Aya.
Setelah Abi mengangguk, suara aneh tertangkap pendengaran keduanya. Di balik bilik yang tertutup suara isakan terdengar.
Abi segera mendongak dan berdiri tidak sabaran. Apakah itu suara putrinya yang menangis?
“Elle? Elle, bukanya pintunya? Ada apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Scenario ✔
Romance(Bab 21 - End + Extra Part ada di karya karsa) Ayana Reina Galuh, tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan gadis kecil keras kepala bernama Elle Zhafira Dinata membawanya masuk ke dalam lingkaran Keluarga Dinata. Aya pikir, dirinya akan dipe...