Bab 14 Jelita Selina Pierce

184 46 4
                                    

“Namanya Jelita Selina Pierce.” 

Di bawah selimut, Abi memeluk Aya dari belakang. Ia berbisik di telinga sang istri. Pada akhirnya ia mulai membuka diri tentang masa lalunya. Menceritakan cintanya yang terkubur dalam. Walau artinya ia harus mengorek luka lama.

“Nama ibu Elle? Apa dia orang luar negeri?” lirih Aya pada Abi. 

“Jelita keturunan Korea-Indonesia. Ayah tirinya warga Negara Amerika. Pierce adalah nama belakang ayahnya.”

“Pantesan aku lihat wajah Elle seperti bukan Indonesia asli. Cantiknya berbeda. Pasti ibunya lebih cantik, ya,” komentar Aya lalu berbalik badan menghadap sang suami.

“Jelita adalah wanita paling cantik yang pernah saya temui. Saya langsung jatuh cinta sama dia lalu menikah. Kami mengadakan pesta kebun sederhana waktu itu. Tidak ada sorot kamera dan wartawan. Makanya, tidak ada yang tahu siapa istri saya dulu.”

Abi menghela napas. Ia ingat pernikahannya dengan Jelita. Wanita itu dibalut gaun putih dengan ekor panjang menjuntai. Wajahnya begitu cantik. Detik itu, Abi pikir ia adalah pria paling beruntung di dunia. Namun, semuanya berubah setelah Elle lahir.

“Berarti kecantikan Elle menurun dari ibunya. Waktu itu umur Pak Abi berapa?”

“20 tahun.”

“Berarti waktu Pak Abi menikah sama ibu Elle. Saya masih SD.”

Aya tersenyum, mengingat jarak usia mereka yang terpaut sepuluh tahun. Ketika baru berumur sepuluh tahun, Aya tidak pernah membayangkan bahwa sebelas tahun kemudian ia akan menikah dengan seorang duda beranak satu. 

“Kamu masih bocah, ya?” 

Abi tersenyum lembut, lalu menyelipkan anak rambut di balik telinga sang istri. Jika dilihat seksama, pria bermata sipit itu harus mengakui kalau Aya sebenarnya tidak dekil. Wajahnya bersih dan mulus, matanya lebar dengan bibir penuh. Ia tidak kucel dan dekil sama sekali. Mungkin, dulu Aya terlihat dekil karena baru saja pulang dari kampus, tanpa persiapan menemui Abi di kafe.

“Iya. Kalau Bapak sudah punya bocah.”

“Waktu umur Elle dua tahun, kami bercerai.”

“Secepat itu? Berarti Elle tidak ingat wajah ibunya?” 

Pria berumur kepala tiga itu mengangguk. Ia membiarkannya agar tetap begitu hingga detik ini. Tidak mengizinkan Elle menyimpan memori tentang ibunya. 

“Sengaja saya tidak pasang foto Jelita, karena setelah bercerai hanya saya yang mengurus Elle seorang diri. Dia pergi begitu saja.”

“Pak ….”

“Kamu tahu, rasanya ditinggalkan seperti itu sangat menyakitkan untuk saya. Saya jadi agak sensi kalau disinggung tentang mantan istri.”

“Maaf, ya. Saya tidak tahu.”

“Tidak apa-apa. Sekarang kamu sudah tahu, saya sudah cerita semuanya. Saya mungkin egois tidak membiarkan Elle mengenal ibu kandungnya. Tapi ….”

“Bapak tidak ingin meninggalkan kesan bahwa ibu yang telah melahirkannya tidak baik karena meninggalkannya sejak kecil? Jadi, Bapak tidak memasang foto atau mencoba menyinggung tentang Jelita di rumah ini?” Aya mencoba menyela ucapan pria yang mendekapnya.

“Apa saya terlalu egois, Aya?”

“Suatu hari nanti, Elle pasti akan mengerti.” 

“Kalau kata Mas Rama kamu mahasiswa pintar, kini saya percaya.” Wanita itu tersenyum singkat hingga matanya yang bulat tertutup setengah.

Life Scenario ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang