Ponakan baperan

146 28 0
                                    

Dengan langit yang masih sedikit gelap, dan bias-bias cahaya matahari belum terlihat jelas, pagi ini Iqbaal dan Rara betulan pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan langit yang masih sedikit gelap, dan bias-bias cahaya matahari belum terlihat jelas, pagi ini Iqbaal dan Rara betulan pulang.

"Ini serius lo pulang Ra? Gak seru dong.."

Rara tersenyum kecut, dengan wajah pucat yang menghiasi wajahnya sejak kemarin sore. "Kita ikut pulang deh ya?" Abhim mencekal lengan Zahra agar anak itu mengerti keadaan Rara. "Maaf ya, gue bikin repot terus, kalian have fun.."

"Ra.."

"Gue sama Rara balik dulu ya? Sorry banget kita duluan." Zahra, Bella dan Kayla memeluk Rara erat. "Kalo ada apa apa kabarin ya, Ra.. kalo udah sampe Jakarta jangan lupa pap, biar kita tau kalian Sampek dengan selamat." Rara tersenyum lagi. "Iya, iyaaa bawel." Kemudian pandangannya beralih pada handphone Iqbaal "Gojeknya udah Sampek mana Baal?" Anak itu melirik handphone nya. "Dua menit lagi."

"Kalian mau naik gojek ke Jakarta? Bogor Jakarta? Gila banget." Marvel menjitak kepala Abhim, "ke terminal lah, yakali tekor berapa gue." Jawab Iqbaal. "Ya gapapa sih, Rara juga kaya."

"Harusnya gue udah pernah bilang tentang itu gaksih Vel?" Iqbaal menyipitkan matanya mengintimidasi. "Iyeee lupa gue."

"Itu mobilnya?" Tanya Kayla. "Platnya sama. Gue duluan ya, sorry banget kalo cuma ngerepotin—Eh! jalan nya pelan aja Ra."

Iqbaal dan Rara masuk dalam mobil Avanza hitam yang sudah masuk di gerbang, lalu melambaikan tangan hingga keduanya hilang. "Hati-hati! Kalo Sampek jangan lupa ngabarin! Iqbaallllll jagarin Rara!"

Bukanya masuk dan melakukan kegiatan untuk berlibur disini, mereka—yang perempuan—jutsru masih diam tak bergerak, sedangkan Abhim dan Marvel sudah melenggang untuk duduk di teras.

"perasaan gue enggak enak, semoga mereka enggak papa."

Bella dan Kayla mengangguk pelan, "gue pikir, selama ini emang Rara yang paling jarang sakit di antara kita. Gue agak.. kaget aja liat dia sakit, dan khawatir." Bella berucap memandang jejak mobil dengan pandangan kosong.

"Nanti malem kita balik aja apa ya? Gak seru banget gaada dia." Kedua perempuan itu menatap Zahra, "nanti kita bicara sama yang lain."

💐

"Kamu yakin kita mau naik bus? Kita naik kereta aja ya?" Rara menggeleng pelan. "Nanti perut kamu mual, sayang."

"Ya dia aja yang baperan. Masa di ajak naik bus gak mau." Rara berdecak. "Lagian kalo kamu gak mau biar aku sendiri aja. Kan mau naik kereta kamunya." Iqbaal sedikit melotot. Kemudian menghembuskan nafasnya pelan menahan amarahnya. "Gini loh Ra, keadaan kamu itu lagi enggak enak. Kalo di paksain naik bus, nanti malah tambah parah. Belum lagi panas nya, aku gak masalah kok naik bus, naik apapun, aku cuma khawatir sama kamu, sama dia."

Bapak-bapak Gojek hanya diam saja tidak berkutik, sambil sesekali melirik di kaca melihat perdebatan kecil remaja itu.

"Terserah kamu." Iqbaal menggelengkan kepalanya, anak itu pusing menghadapi Rara. "Pak, ini belum jalan utama kan? Boleh pindah rute ke stasiun aja? Kita gak jadi ke terminal." Si bapak tersenyum ramah. "Boleh mas."

"Jauh mana ya ke terminal sama stasiun?"

"Jelas stasiun mas, kalo terminal tinggal belok kiri kedepan jalan tiga kilo udah nyampe." Iqbaal mengangguk pelan. "Oh ya udah pak, nanti saya tambahin ongkosnya. Maaf ngerepotin ya pak,"

"Gapapa, mas nya bukan asli sini ya?" Tanyanya Bapak melirik dengan kaca. "Oh iya, saya dari Jakarta."

"Pantes.." Rara hanya melirik Iqbaal sebentar. Melihat bagaimana sopan nya anak itu berbicara dengan yang lebih tua. Yah tidak seperti dirinya. Rara mendengus keras, membuat Iqbaal menoleh ke arahnya.

"Harusnya yang aku cakar itu kamu, bukan cewe cewe yang ganjen ke kamu di sekolah." Katanya. Iqbaal mengerutkan keningnya sambil terkekeh, "kenapa?"

"Gapapa, bawaan bayi, pengen aja nyakar kamu."

Bocah sialan.

💐

"Kakak kenapa?" Mereka baru saja keluar dari rumah sakit. Memeriksa kondisi Rara yang tampaknya menurun. Rupanya benar, karena itu bawaan dari ibu hamil.

Dan Jojo, anak itu baru saja di telfon oleh Iqbaal dua puluh lima menit yang lalu, datang dan langsung menanyakan perihal khawatirannya pada Kakaknya—Rara.

"Ponakan lo baperan."

"Hush!" Iqbaal langsung menyenggol lengan Rara hingga anak itu sedikit terhuyung. "Keterlaluan banget lo kak." Rara melotot sambil memegang perutnya—yang agak buncit itu—dengan panik, "aduh maaf in aku ya dek!"

Iqbaal menggeleng-gelengkan kepalanya jengah, "kamu cepetan pulang deh," Rara cemberut menatap Iqbaal, "ih masa kamu gak nganterin? Tidak bertanggung jawab banget."

"Ya.. gimana?"

"Ayo kerumah lah Bang, temenin gue main PS, bosen banget dirumah sepi." Iqbaal menimang nimang, sedangkan Jojo dan Rara mulai memasangkan muka melas. Sejujurnya, Iqbaal ragu untuk mampir ke rumah Rara, dan juga, Iqbaal belum pernah kesana—ya pernah sih, tapi hanya sebatas melihat bagian depan saja, untuk halaman depan, dan selebihnya anak itu tidak tahu. Berharap saat ia kesana nanti, Iqbaal tidak norak-norak amat.

"Yaa? Please.." lalu ia kembali menatap Rara, "tapi anterin pulang naro barang dulu ya?"

"Dirumah ada bunda?" Iqbaal menggeleng melirik jam tangannya, "jam sembilan pagi, masih di sekolah sih, hari ini bunda piket." Rara mengangguk kan kepalanya. "Mana kuncinya Jo?" Jojo mendelik, "ngapain? Biar gue aja bang yang nyetir, lo masih capek, baru perjalanan jauh."

"Gue kuat, buruann Jo." Rara mencekal tangan Jojo agar tidak memberikan kunci mobilnya. "Jo," sedangkan Rara malah memberikan tatapan tajam padanya, tapi sorot mata Bang Iqbaal justru lebih menyeramkan. Pada akhirnya Jojo melepaskan cengkraman kakaknya.

Kemudian berdehem dengan takut-takut. "Gue aja yang nyetir bang." Jelas membuat Iqbaal mendengus keras. Si Rara hanya tersenyum puas mendengar pernyataan Jojo.

Ah mereka ini, padahal hanya perihal menyetir mobil.

💐

Ceklek!

Pintu besar bercat putih terbuka lebar. Tapi bukan hawa enak dan sambutan yang Iqbaal kira akan menyambut ketika Rara dan Jojo pulang.

Iqbaal kira, ketika Rara pulang dan masuk rumah anak itu akan mendapatkan sambutan hangat dari mama nya—atau barangkali memang biasanya mendapatkan, tapi.. saat untuk pertama kali kakinya menginjak lantai marmer di rumah milik Rara, terlihat sepi dan.. dingin.

"Ma!" Suara Rara menggema di seluruh ruangan, membuat satu wanita dengan langkah tergopoh-gopoh mendekati ketiganya, atau Rara bisa memanggilnya—"mba Aya, mama kemana ya?"

Ya, itu mbak Aya.

"Tadi pergi non, sama temennya." Rara mengangguk singkat. "Papa?"

Oke, Iqbaal harusnya Ingat kalau beberapa Minggu yang lalu keluarga Rara ada sedikit masalah, jadi, tidaklah heran jika keadaan rumah mereka sesepi ini. "Bapak dari tiga hari yang lalu pulang malem terus non."

"Oh.. iya harusnya aku inget."

💐

More Than GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang