Lebih sakit dari nyeri haid?

193 28 2
                                    

Pernah main lotre? Yang iseng-iseng berhadiah?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah main lotre? Yang iseng-iseng berhadiah?

Mungkin itu sama seperti perasaan Iqbaal sekarang. Dengan mengandalkan 'kemukinan','perkiraan', dan.. 'firasat'. Iqbaal berhasil bertemu dengan Rara.

Rupanya anak itu sehat, pipinya tambah chubby, agak gendutan. Iqbaal hanya mengekspresikan perasaannya dengan tersenyum. Di belakangnya hanya ada mama dan Jojo yang terdiam dengan pertemuan tidak sengaja ini. Seperti tidak menyangka.

"Kangen..." Rara berucap untuk kedua kalinya.

Iqbaal masih terdiam di tempat, masih mempertahankan senyumnya. "Ra? Kita mau periksa, nanti keburu papa kesini, nak." Bibir Rara melengkung, "bentar aja, Ma, aku pengen ngomong sama Iqbaal, please.."

Mama menghela nafas samar kemudian menatap kedua anak itu iba, "oke. Mama sama Jojo nunggu di loby, ya? Nanti kalau udah selesai, Iqbaal telpon Tante." Iqbaal menatap tidak percaya. "I-iya Tante!"

Mama kembali tersenyum, "good luck kalian." Di akhir Jojo mengacungkan jempolnya sebagai tanda semangat.

Kemudian, ibu dan anak itu melangkah pergi dari sana, meninggalkan Iqbaal dan Rara yang saling memandang dengan binar mata senang.

"Papa kamu bilang—"

"Jangan... Jangan pernah percaya apa yang papa bilang." Rara menyahut cepat, tapi tidak menatap Iqbaal, seakan dia lah yang malu atas kelakuan papa.

"Aku mohon, apapun yang papa bilang sama kamu—kapanpun itu, jangan percaya." Barulah ketika Rara selesai berkata, ia menatap Iqbaal dengan tatapan memohon.

"Iqbaal?"

"Iya," anak itu memegang kedua bahu Rara sambil tersenyum, "aku bakal lebih percaya kamu. Dan juga—dedek." Yang perempuan tertawa kecil, dengan kebahagiaan seperti inilah Rara bisa tersenyum dan tertawa. hanya dengan Iqbaal.

"Dokternya udah nunggu gak sih? Ayo buruan masuk." Rara mengangguk pelan, kemudian mulai menerima uluran.

Rara berharap, semoga waktu bisa berhenti sejenak. Setidaknya, ia ingin bersama Iqbaal sedikit lama.

-

"Kalian disini?" Ibu dan anak itu tercekat ketika pria itu tiba-tiba muncul di depan mereka. "Rara mana?"

Tidak ada jawaban. Baik mama maupun Jojo terlalu gugup untuk menjawab.

"Ma? Jo? Rara mana, kok pada diem?"

"Rara ada, lagi di periksa." Jawab mama akhirnya. "Terus? Kalian malah disini? Ninggalin anak itu sendirian?" Sang kepala keluarga mulai emosi dengan mulai melangkah menuju poli kehamilan.

"Jangan."

Tapi, mama mencekal lengan papa sampai ia berhenti hanya untuk memandangi lengannya.

"Aku nggak mau ribut sekarang. Jangan halangi aku, Ma."

Jojo masih duduk dengan tenang, memandangi kedua orangtuanya dengan datar—seolah yang seperti ini, sudah sering terjadi.

"Biarin Rara bebas buat kali ini aja Pa, dia juga  butuh udara."

"Lalu, gimana sama reputasi aku—"

"Reputasi, reputasi, reputasi!! Kamu pikir siapa yang peduli sama reputasi sialan itu?! Hah?!"

"Kamu mau kita miskin, hah? Dengan semua yang udah aku bangun?!"

"Uang nggak ngasih segalanya! Uang lah yang udah mengambil segalanya, cinta kamu, rasa sayang sama keluarga, kehagatan. Mana?! Semuanya hilang karena uang!" Mama menetralkan nafasnya. "Kalau bukan karena aku dan anak-anak, kamu nggak bisa dapet semua ini." Tatapan sengit wanita itu cukup membuat sang kepala keluarga menggenggam jemarinya geram. "Jojo, panggil kakak kamu dan kita pulang sekarang,"

"...pulang, dan pergi dari hadapan pria egois ini."

💐

Rara harusnya tau, menghampiri mama ke loby adalah ide buruk. Harusnya Rara diam saja di ruang tunggu poli kehamilan, sambil menunggu telepon Iqbaal tersambung ke handphone Jojo, kemudian di jemput dan semuanya selesai tanpa hambatan.

Rara kira itu tidak akan masalah..

Pandangan Jojo dan Rara bertemu, membuat Rara meringis diam-diam melihat Jojo yang harus menyaksikan pertengkaran mama dan papa disana. Meskipun anak itu hanya diam dan duduk anteng di kursi tunggu.

"Rara,"

"Kamu pulang aja, Baal."

"Kita baru aja ketemu."

"Jangan egois, aku juga masih kangen banget sama kamu. Tapi keadaannya nggak pas."

"oke.. aku pulang."

Iqbaal masih belum pergi juga, anak itu memandang genggaman tangan mereka, menariknya, kemudian mencium sekilas.

Hanya dengan begitu saja, Rara merasa perutnya langsung mulas.

"Aku pulang, ya? Sampai ketemu lagi."

Rara hanya mengangguk singkat, sambil mempertahankan ekspresi nya agar tidak kelihatan seperti menahan sesuatu.

Saat Iqbaal mulai hilang dari pandangannya, Rara mulai merasakan perutnya seperti di lilit sesuatu. Sakit, mulas.

Kalau di deskripsikan, rasanya seperti nyeri ketika ia haid, namun ini 3× lipat lebih sakit. Awalnya tidak ada yang sadar ketika Rara yang rupanya—ereksi, namun ketika ibu ibu lewat dan menghampirinya dengan tergopoh-gopoh kepalanya menjadi pening juga, keringatnya bercucuran. "Astaga dek! Kamu ereksi! Suster! Suster!!"

Wanita itu panik sendiri, Rara tidak mengerti apa-apa yang ia rasakan hanya mulas.

"Kakak!? Ya Allah kak!" Samar-samar suara mama nya terdengar, orang-orang mulai berkerumun, "Suster! Dokter ya ampun lama banget!!"

Ibu ibu tadi hanya bisa emosi sambil memegangi tubuh Rara, mama menggenggam tangan anaknya erat, Rara pun sama. "Kak.. bertahan ya?"

"Mama.."

"Mama disini, Sayang." Rara merasakan tangan besar mengusap kepalanya, wajahnya panik tapi tertutup oleh senyumnya teduh nan menenangkan, membuat Rara melupakan rasa sakitnya dan hanyut dalam senyuman juga pelukan lelaki itu.

"Iqbaal..."

"Aku juga disini." Dengan cekatan, Iqbaal menggendong Rara, menunggu suster dan dokter super lemot itu terlalu lama. Iqbaal tidak mau membuat Rara merasa kesakitan lebih lama lagi.

Bertahan, Rara. Hanya itu hanya mampu Iqbaal rapalkan dalam hati selain do'a.

Di depan Iqbaal melihat beberapa suster yang akan menyusul kericuhan tadi, tapi telat di tengah jalan. Akhirnya dengan panik Iqbaal merebahkan tubuh Rara disana dengan hati-hati.

"Iqbaal..." Di tengah kepanikan ini, Rara justru tersenyum seperti orang mabuk. Dengan pelipis yang di penuhi oleh keringat, Iqbaal mengusapnya pelan. "Apaa..." Jawab Iqbaal.

"Seandainya.. seandainya terjadi apa-apa antara aku dan bayi kita. Aku harap kamu lebih memilih dia." Derap langkah panik mereka masih berlangsung, tapi Iqbaal merasa kakinya lemas seperti jelly.

"Aku bisa bangsatin kamu kapan aja kalo aku denger kamu ngomong gitu lagi, Ra."

"...Bahkan sekarang."

💐

*Mengendus-endus~

Mencium bau bau ending🤔

LUPA BILANG!! HAPPY 2K VIEWS, MAKASIHHH UDAH NGIKUTIN CERITA INI DARI AWAL SAMPEEE 32 INI THIS STORY WILL NOT BE WHAT YOU SEE😗💗

More Than GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang