"Mau tissue, Mas?"

148 23 0
                                    

Tok tok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tok tok

Suara ketukan pintu menginstruksikan seseorang di dalamnya untuk menoleh,

"Oh—kamu," katanya sambil tersenyum.

"Gimana keadaan bunda?"

"Alhamdulillah, jauh lebih baik." Marvel tersenyum canggung. "Jangan berdiri disitu Vel, duduk sini." Kata bunda menujuk kursi di sampingnya. Marvel hanya menurut.

Rasanya Marvel juga ikut bersalah dalam masalah ini, apalagi dirinya sendiri juga ikut mengompori Iqbaal, dan mengatainya cupu. Marvel meringis diam-diam.

Setahunya, bertahun-tahun mengenal bunda dan keluarga kecilnya, baru kali ini melihat sekecewa itu pada anaknya sendiri. Dari tatapan matanya, ekspresinya ketika seseorang membicarakan Iqbaal, Marvel sangat tahu bahwa bunda semarah itu.

"Bunda.. kapan boleh pulang?"

Wanita itu terdiam sebentar. "Bunda nggak tau sayang, tapi mungkin secepatnya."

"Bunda gak mau ketemu—"

"Kamu udah makan? Ayo makan dulu nanti kesini lagi." Hati Marvel teriris.

Separah itu..

Tok tokCeklek

Keduanya menoleh ketika seorang dokter dan suster masuk, di susul ayah di belakangnya dan—Iqbaal. Bunda segera memalingkan wajahnya.

"Gimana keadaannya, ibu?" Bunda tersenyum tipis, "sudah lebih baik." Dokter memeriksa detak jantung dan nadi Bunda. "Sore ini, ibu bisa pulang. Tapi ingat jaga kesehatan dan pola makan ya? Karena nanti bisa drop lagi kalau tidak dijaga." Bunda dan ayah mengangguk-angguk mengerti.

"Kalau begitu, kami permisi dahulu."

-

"Apa?! Sudah dibayar?"

Suster yang menjaga lobi mengangguk, "iya ibu, biaya tagihan rumah sakit atas nama ibu sudah di lunas." Bunda dan ayah mengerutkan keningnya, memangnya siapa yang rela mengeluarkan uang untuk biaya rumah sakit orang lain?

"Coba di cek lagi Sus, siapa tau salah." Suster tampak jengah, tapi tetap mengecek kembali di komputer. "Iya bapak, sudah lunas. Sistem rumah sakit kami tidak mungkin salah." Ayah hanya mengangguk canggung. "Oh.. iya terimakasih, permisi."

Iqbaal yang sedikit jauh dari mereka langsung tahu siapa yang melunasi biaya rumah sakit bunda. Tapi mau bagaimana lagi, menolak juga tidak ada gunanya.

Karena Rara, pasti keras kepala dan tidak mau ditolak.

"Tas nya biar Iqbaal bawain, bunda—" kata Iqbaal yang mendekat. "Gak usah, biar bunda bawa sendiri." Tangan Iqbaal di tepis pelan, bahkan saat menolak bunda sama sekali tidak menatapnya.

Ayah mengisyaratkan Iqbaal untuk diam saja.
"Kamu kesini tadi naik motor Baal?" Tanya Ayah.

"Iya.."

More Than GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang