Menjelang sore, mama pergi ke pasar untuk belanja bahan makanan untuk esok hari. Akibatnya, tinggalah Raja dan Gia seorang diri. Bukan masalah besar, lagipula Gia juga sedang menunggu ojek online yang ia pesan. Sebenarnya Raja yang memesankan.
Gadis itu berdiri di hadapan Raja sembari melipat tangan di depan dada. Kedua alisnya bertaut. "Lo beneran mau lari dari rumah lo ke GOR?"
Raja yang sedang sibuk mengikat sepatu olahraganya, mengangguk.
"Gila... Kaki lo gak putus? Gue lari keliling lapangan setengah puteran aja udah kayak mau mati."
Cowok itu tak kunjung menyahut. Ia selesaikan dulu ikatan pada kedua sepatunya, lalu ia bangkit berdiri. "Lo tau salah satu syarat jadi atlet?"
Gianna menggeleng.
"Bugar. Kita gak boleh skip latihan, karena sekalinya badan kita kaku, bakal susah untuk bugar lagi."
Gadis itu menggaruk kepalanya, "udah kayak tentara aja.." lirihnya.
"Kenapa? Lo mau lari-lari sama gue?"
"No, thank you. Perginya sih lari, tapi nanti pulang-pulang merangkak, alias lumpuh!"
Raja menoyor pelan kening Gia, "yee, lebay!"
"MINTA DITONJOK YA?" Sebal Gia sembari memegangi keningnya.
"Galak bener.. tapi lo beneran gak mau bareng gue aja?"
"Maksud lo gue harus lari-larian ke rumah gue sama lo gitu?"
Raja berdecak, "ya gak gitu. Pakai motor. Ntar gue langsung bablas ke GOR."
"Lah, katanya lo mau lari?"
Cowok itu berdeham. Enggan dikira peduli. "Ya.. kalau lo mau dianterin, gue gak pa-pa skip lari dulu."
Gia agaknya bingung saat Raja tiba-tiba bersikap baik padanya seperti itu. "Lo.. habis kepentok ya?"
"Ck, mulai."
"Lah lo pakai sok baik segala. Takut gue yang ada, takut diapa-apain sama lo."
"Lo kira gue cowok apaan anjir! Takut diapa-apain gimana?"
"Ya kan siapa tau lo malah nganter gue ke rumah Darmo, terus lo ninggalin gue disana."
Raja menatap malas. "Sejelek itu kah citra gue di mata lo?"
"Woah! Lebih jelek malah!"
Muka Raja berubah masam, "asu."
"Ih, kasar. Babi." Gia tak mau kalah.
"Monyet."
"Wedhus." Sahut Gia lagi.
"Anjir, nantangin lo? Badak!"
"Man—"
Untung saja bapak ojek online datang tepat waktu sebelum Gia sempat menyelesaikan kata-katanya.
"Atas nama bapak Raja ya?"
"AHAHAHAHA BAPAK!" Gia tertawa terbahak-bahak sampai membuat sang pengemudi bingung.
"Pacarnya kenapa to, mas?"
Pacar...
Gak mamanya, gak bapak gojek, sama aja. Memangnya se cocok itukah mereka? Hih, amit-amit tujuh turunan.
Raja menghela napas pasrah, "pak.. dia bukan pacar saya.. terus, Raja itu saya, pak. Panggil mas aja."
"Oalah, maaf-maaf, mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
I WISH U | Huang Renjun
Teen FictionTentang bagaimana mereka si para pemimpi belajar bahwa masa muda adalah masa yang paling layak untuk diingat. Tidak semua angan harus digapai dan semua harap dikabulkan. Ini tentang bagaimana mereka mengikhlaskan. "Kita itu seperti kupu-kupu. Tumbu...