"Hah? Saya nggak salah dengar, pak?" Kedua atlet tersebut sama-sama terkejut dengan yang baru saja dikatakan oleh pak Aryo.
"Masa saya harus mengulangi lagi? Saya mau kamu Raja, dan kamu Desta, bermain sebagai pasangan."
Cowok bernama Desta menggaruk kepalanya bingung. "Jadi teh sekarang saya main di ganda putra kitu, pak? Sama mas Raja?"
"Dih? Sejak kapan lo panggil gue mas?"
"Sejak kita dipanggil sama pak Aryo, mas."
Raja benar-benar tak habis pikir.
"Ya itu kamu sudah mengerti," pak Aryo menjawab seperlunya.
"Tapi kalau boleh tau kenapa harus sama si bedhes— eh maksudnya desta, pak?"
"Kalian mau masuk ke pelatnas?"
Tanpa banyak berpikir, kedua laki-laki itu mengangguk. Ya siapa atlet yang enggan masuk ke pelatnas?
"Ya sudah, ikuti saja perintah saya."
"Ini pasti gara-gara lo, mas."
"Lah, kenapa gue?"
"Soalnya lo noob main tunggal."
"Ngaca! Ya elah, gue gibeng juga lo, Des."
Pak Aryo cuma bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah kedua atletnya itu. "Jangan lupa, tahun depan adalah kesempatan kalian untuk bisa meraih impian kalian masuk ke pelatnas. Kalian harus tampil maksimal di seleknas. Mengerti?"
Lagi, keduanya mengangguk. Tahun depan benar-benar tahun yang menegangkan bagi para atlet yang ingin lanjut ke level yang lebih tinggi lagi. Tidak semua atlet bisa mendapatkan kesempatan berlatih bersama para anggota tim nasional. Hanya mereka yang terpilih dan berpotensi yang bisa mendapatkan tempat tersebut. Semuanya sama-sama berjuang, dan secara adil tentunya.
"Ya sudah, latihan lagi sana. Jangan pulang sebelum memukul seribu shuttlecock." Pria tua itu menepuk pundak kedua muridnya sebelum pergi meninggalkan mereka. "Dan jangan lupa jaga kesehatan."
Benar, setidaknya Raja harus bertahan. Tahun depan, semuanya harus berjalan dengan baik.
***
Keringat gadis itu bercucuran di pelipisnya. Entah sudah shuttlecock ke berapa yang ia pukul. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, dan dalam sehari ini ia sudah berlatih selama 5 jam.
Tara selalu memaksakan dirinya sendiri. Ia tak pernah puas dengan kemampuan ataupun pencapaiannya. Baginya, dia itu payah.
Di dalam club bulutangkis ini, bisa dikatakan kalau ia adalah atlet senior, tapi entah kenapa kemampuannya selalu berada dibawah para atlet yang lebih muda. Tara mencintai bulutangkis, tentu saja. Tapi entah kenapa gadis itu terkadang merasa terlalu rendah untuk berada di tempat ini.
"Nginep sini, teh?"
Tara terjingkat kaget. Untung gadis itu tidak refleks melempar raketnya kearah cowok itu. "Desta! Kaget gue tuh!"
Cowok yang tadinya bersandar pada dinding, kini berjalan menghampiri Tara. Cowok itu pun sambil memunguti shuttlecock yang berserakan di area lapangan.
"Sejak kapan lo berdiri di sana?"
"Ya nggak inget, atuh. Agak lama sih tapi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I WISH U | Huang Renjun
Ficção AdolescenteTentang bagaimana mereka si para pemimpi belajar bahwa masa muda adalah masa yang paling layak untuk diingat. Tidak semua angan harus digapai dan semua harap dikabulkan. Ini tentang bagaimana mereka mengikhlaskan. "Kita itu seperti kupu-kupu. Tumbu...