Eighteenth note

64 6 4
                                    

p.s

Hi guys i'm back👋🏻 happy reading!

Dua minggu berlalu dengan cepat, namun bagi Gia, semuanya terasa begitu lambat. Bangku di samping kirinya masih kosong, sudah lama tak diduduki sang pemilik.

Berita soal kemenangan itu ada dimana-mana, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Seluruh media sosial Gia dipenuhi dengan wajah Raja, begitu juga dengan banner besar yang dipasang di gerbang utama sekolahnya.

Raja benar-benar seorang bintang, batinnya.

Gadis itu menghela napas berat hingga mengundang keheranan sahabatnya. "Lo kenapa deh loyo gitu?" Tanya Eli.

Gia tak menyahut, gadis itu cuma menggeleng. Sejujurnya, Gia juga tidak tau pasti hal apa yang membuatnya merasa begitu lesu. Namun, sejak hari dimana Raja mengirimnya sebuah pesan ambigu, gadis itu menjadi tak mampu mengendalikan pikirannya sendiri. Ia banyak menciptakan praduga, yang ia sendiri tak meyakini satu dari sekian banyaknya dugaan yang ia buat.

"El."

"Ha?"

"Dilan pernah kirim foto bulan nggak ke lo?"

"Nggak sih. Dia sukanya kirim gambar meme."

"Gitu? Berarti kalian cocok ya?"

"Kok bisa?"

"Soalnya lo berdua sama-sama gendeng."

Gia sungguh bergidik ngeri saat sahabatnya itu tertawa terbahak-bahak. Ada ya orang dibilang gendeng malah ketawa?

"Anjing, lo beneran suka kan sama Dilan? Ngaku!"

"ENGGAK."

"BOHONG."

"YA ALLAH, SERIUS ENGGAK."

Gia mencebik, "pake bawa-bawa Allah lagi, padahal gue merem aja udah kelihatan. Baper kan lo sama tuh komodo darat?"

"Kok jadi gue sih yang kena?! Yang mulai duluan kan elo! Jadi lo punya masalah apa sama bulan?!" Eli nyolot.

Menyebalkannya, Gia sudah tidak mood lagi membahasnya. "Lupain aja, udah gak mood gue."

"Dih? Orang gila. Ada apaan sih? Cepetan cerita. Kebiasaan deh lo."

"Ya pokoknya ada orang kirim gambar bulan ke gue."

"Terus?"

"Dia tanya bulannya cantik apa enggak."

"Terus?"

"Nubruk noh! Terus-terus aja lo!" Gadis itu lagi-lagi naik pitam. Kesabarannya ternyata benar-benar setipis benang.

"Sabar, Gi, astaga marah-marah mulu."

"Ya elo setannya bikin emosi!"

"Ya udah gue tanya nih, siapa yang kirim? Lo lagi deket sama siapa?"

"Gak ada."

"Terus iku sopo cok? Saiki awakmu sing garai aku emosi. Ngomong sepotong-sepotong!"

Eli saja yang tidak mengalami ikut frustasi, apalagi Gia? Semuanya gara-gara bulan.

Awalnya Gia sudah berniat melanjutkan ceritanya, tapi tidak jadi saat dirinya dan Eli mulai mendengar keramaian yang berasal dari luar kelas.

"Ada apaan tuh rame-rame?"

"Itu si Raja udah balik," sahut salah seorang teman.

Kedua gadis itu bangkit dari duduknya, ikut mendatangi pusat keramaian. Dan disana, dari balkon lantai dua, Gia bisa menyaksikan bagaimana orang-orang mengerumuni Raja hanya untuk mengucapkan selamat. Bukan hanya teman-teman sebaya, tapi juga adik-adik kelas. Lagi-lagi, Gia merasa kecil. Bagaimana bisa orang sepopuler Raja bisa menjadi miliknya? Bukankah mengharapkan laki-laki itu sama saja seperti mencari penyakit hati?

I WISH U | Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang