34. Berjuang?

4.2K 219 41
                                    

TANDAI TYPO!!







"Bawa apa, Mi?"

Fahmi mengangkat kantung plastik yang dia bawa tinggi-tinggi di hadapan Tasya. "Sayur sup titipan Mami, buat Kak Fattan."

Tasya hanya ber 'oh' ria seraya mengangguk kecil. "Yaudah, ayo masuk," ajaknya cukup ramah. Fahmi tersenyum tipis, sekarang Tasya menjadi pribadi yang lebih pendiam, tidak banyak omong seperti sebelumnya.

Satu Minggu yang lalu Fattan sempat di rawat di rumah sakit karena suhu tubuhnya begitu panas, dikarenakan terkena derasnya hujan di malam hari saat akan pulang dari restaurannya. Salah satu penyebab dropnya Fattan juga dikarena lelaki itu tidak mejaga pola makannya dengan baik akhir-akhir ini. Ditambah Fattan yang mulai gila kerja, membuatnya langsung tumbang hingga harus dirawat inap sampai beberapa hari.

Saat masuk ke dalam rumah ini, hati Fahmi cukup teriris melihat wanita yang kerap kali ia sebut dengan sebutan 'Bunda' itu kini tengan duduk di sofa dengan pandangan yang kosong. Fahmi tidak pernah absen untuk mengunjungi rumah ini semenjak ia mendapatkan kabar bahwa Shanum memilih tinggal di Bandung bersama Neneknya, dan meminta mengakhiri hubungannya dengan Fattan. Dan saat itu pula kerap kali ia mendapati Asma dalam keadaan melamun seperti ini. Fahmi merasa iba, pasti banyak sekali hal yang menggangu pikiran Asma akhir-akhir ini. Apalagi mengenai rumah tangga anaknya yang hampir hancur.

"Masih susah dihubungin, Tas?"

Tasya menjawab pertanyaan Fahmi dengan deheman. Asma maupun Tasya sudah berusaha menghubungi Shanum untuk menanyai kabar wanita itu, tetapi tidak pernah Shanum angkat. Padahal nomornya aktif dan tersambung.

"Kok, Kak Shanum jadi kekanakan gitu sih," decak Fahmi cukup jengkel dengan tingkah Shanum kali ini.

"Biarin. Biar Bunda ngak sulit buat ngelepas Kak Shanum."

Fahmi menaikkan sebelah alisnya heran mendapati jawaban Tasya. "Jadi lo setuju, kalo Kak Shanum sama Kak Fattan cerai?" Bukankah dulu Tasya yang begitu kekeh tidak ingin kehilangan Shanum?

Sedangkan Tasya kini hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar. Dia juga sebenarnya sulit jika harus melepaskan Shanum, apalagi nanti ia harus melihat Shanum memiliki pasangan yang baru dan tidak lagi bersama Kakaknya. "Sulit, Mi. Tapi gue nggak bisa egois, Kak Shanum berhak bahagia. Dan sayangnya Kak Fattan nggak bisa memberikan itu semua. Gue juga berusaha untuk memahami situasi ini. Mungkin Kak Shanum juga mempunyai alasan untuk tidak mengangkat telpon dari gue maupun Bunda. Apalagi lo tau kan, Kak Shanum baru aja operasi, pasti dia juga berusaha untuk menjauhi hal-hal yang bisa membuatnya stres."

"Lo ada benarnya juga."

"Ya udah, lo langsung keatas aja, gue mau ambil mangkuk dulu."

"Bunda?"

"Lo keatas aja. Bunda nggak papa kok."

Fahmi akhirnya tetap menurut untuk memenuhi amanah maminya memberikan sayur sup pada Fattan dan berusaha untuk tidak menyapa Asma. Meski tatapannya tidak bisa lepas dari wanita dengan hijab merah jambu itu.

Tasya membawa nampan yang berisi mangkuk dan sepiring nasi untuk Fattan. Pagi tadi sebenarnya Asma sudah membuat bubur untuk putranya yang sedang sakit itu, tetapi Fattan hanya memakannya sebanyak tiga suap dengan beralaskan bahwa dia sedang tidak nafsu makan. Tasya mengernyitkan dahinya saat melihat Fahmi masih berdiri didepan pintu kamar Fattan.

"Kenapa nggak masuk, Mi?"

Mendapat pertanyaan itu Fahmi meringis seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kakak lo kalo sakit makin galak, Tas."

Fahmi berkata seperti itu karena kemarin ia sempat terkena semprot oleh Fattan, di saat ia menangkap basah lelaki itu yang sedang memandangi poto Shanum di layar ponselnya. Waktu itu memang salah dia yang masuk ke kamar Fattan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

SEMU (Pengantin Pengganti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang