22. Penyesalan

4.3K 170 10
                                    

Assalamualaikum...
Gimana kabarnya?
Semoga selalu Allah beri kesehatan dimanapun kalian berada.
°
°
°
°
°
°
Ceritaku hadir kembali...
Yeayyy...
Berharap nggak ngebosenin.
°
°
°
°
°
°
Maaf nggak bisa jadi author yang gercep. Karena buat cerita nggak cuman butuh waktu, tapi juga butuh ide, apalagi kuota.
Hehe.
°
°
°
°
°
°
Udah pada siap baca kayaknya.
°
°
°
°
°
°
Tapi nanti tinggalin jejak yahh kalo suka.
'VOTE SAMA KOMENNYA DI KENCENGIN'
share juga.
°
°
°
°
°
°
Jangan lupa di Follow yaahhh akun EYh_pena
°
°
°
°
°
°
•SELAMAT MEMBACA•








"Maafin Mama, Nak." Wanita itu berkata lirih.

Di peluknya sebuah poto bayi yang berukuran kecil itu. Penyesalan teramat dalam kini dia rasakan. Seandainya ... Seandainya saja waktu bisa di putar, Seandainya saja waktu itu dia tidak egois. Namun nyatanya dengan kata andai saja tidak akan mengubah apapun.

"Nawang telah pergi, kenapa kamu juga harus pergi, Nak."

Suara pintu terdengar dibuka, Wanita itu buru-buru menyembunyikan poto dari genggaman ke bawah bantal saat mendengar pintu kamar dibuka dari luar. Mengelap pipinya berusaha memastikan tidak tertinggal sedikitpun air mata disana.

"Mas," katanya dengan tersenyum.

"Kamu sedang apa, Ma?" tanya Yoga menghampiri istrinya.

Hanin terlihat gelagapan karena belum menemukan alasan yang tepat. "I-itu Mama lagi.. lagi rapihin tempat tidur, iya tempat tidur," alibinya dengan tangan yang menarik-narik spray yang terlihat kusut.

Yoga mendudukan diri di sebelah istrinya. "Tadi kayak denger orang nangis. Mama nangis?" tanyanya penasaran ditambah mata Hanin yang terlihat sedikit merah.

"Ohhh, itu.." Hanin mengambil Handphone nya yang teletak di atas nakas. "Tadi Mama abis liat sinetron di HP, sedih banget. Mama jadi korban sientron deh," jelasnya diakhiri tawa.

"Oh iya, Mas belum makan, kan? Kita makan yuk."

Yoga mengangguk mengikuti langkah istrinya yang kini sudah keluar dari kamar meski dihati pria itu masih merasa ada kejanggalan.

****

Fattan memasuki rumah berlantai dua milik orangtuanya ini, yang suasana terasa sunyi seakan tidak berpenghuni. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, biasanya di jam segini akan ada Tasya di ruang tamu di temani TV yang menyala dan ponsel yang dimainkan gadis itu.

Lelaki itu mendudukkan diri di sofa dengan kasar, seraya celingukan kesana-kemari guna mencari kehidupan. Namun tetap sama, sepi.

"Kemana Tasya dan.. wanita itu," pikirnya.

Lelaki itu kembali bangkit dari duduknya, beranjak untuk memeriksa dari mulai dapur, kamarnya, bahkan kamar Tasya sekalipun. Hasilnya nihil, tidak ada orang sama sekali.

Fattan kembali mengingat kejadian tadi pagi. Lagi-lagi lelaki itu sulit mengontrol emosinya, hingga sumpah serapah mampu terlontar dari bibirnya terhadap Shanum. Ini masih awal, seharusnya hubungan dia dengan Shanum harus tetap baik-baik saja. Tetapi dia sendirilah yang menghancurkannya. Sandiwaranya telah gagal.

SEMU (Pengantin Pengganti)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang