Derasnya hujan dan gemuruhnya petir, membuat gadis sembilan belas tahun itu terus di selimuti rasa khawatir. Pasalnya sekarang jam sudah menunjukkan pukul 22:30 malam namun Fattan suaminya belum juga pulang dari kerjanya. Tidak henti-hentinya Shanum ber-doa untuk keselamatan sang suami dimanapun ia berada.
"Kak Fattan kapan pulang, Shanum khawatir Kak," gunggam gadis itu. Berdiri di bakon kamar, hanya untuk memastikan kepulangan sang suami. Tidak ada rasa takut akan kilatan petir dan gemuruhnya hujan, karena pikirannya hanya berfokus pada satu orang yang kini sangat ia khawatirkan.
Mungkin ini terlihat berlebihan, tetapi Shanum memang benar-benar khawatir. Apalagi Fattan suaminya saat ini bekerja menggunakan sepeda motor.
Mendengan suara motor yang sangat Shanum kenal, membuat dirinya langsung berlari keluar kamar menuju ke teras meski sang empu belum terlihat.
Senyumnya merekah, kalimat hamdalah tidak henti ia ucapkan melihat suaminya pulang dengan keadaan baik-baik saja meski sekarang ini tubuhnya telah basah kuyup kini. Meski tatapan dingin yang Shanum dapatkan, tidak lantas sedikitpun melunturkan senyum manisnya itu.
"Kak Fattan langsung mandi ya, Shanum udah siapin air panas buat Kakak mandi." Tidak ada jawaban, Fattan melawati Shanum begitu saja. pandangan Shanum terus mengarah pada Fattan yang sedang menapaki tangga menuju kamar mereka di lantai atas.
"Aku harus masak, pasti Kak Fattan belum makan," ujarnya pelan.
Shanum menghela napas. Rumah ini terlihat sepi dan sunyi, hanya gemuruh hujan dan suara petir yang mendominasi. Mungkin penghuni rumah ini sudah pada tidur mengigat sudah larut malam. Dinginnya cuaca saat hujan memang begitu mendukung untuk terus berada di balik selimut yang hangat.
Nasi goreng yang terlihat menggugah selara telah tersaji. Shanum memilih membuat nasi goreng karena praktis dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Sebernanya Shanum kurang yakin jika Fattan akan mau memakan masakannya kali ini, sebab ini bukan pertama kali Shanum membuatkan makanan khusus hanya untuk Fattan, malah ini untuk yang kesekian kalinya yang sayangnya makanan itu malah masuk ke perut orang lain.
Bagaimanapun sikap Fattan kepadanya, tak sedikitpun Shanum menaruh rasa benci terhadap suaminya itu. Shanum hanya perlu bersabar, untuk kedepannya ia hanya perlu menyerahkan semunya kepada Allah. Yang harus ia lakukan sekarang adalah terus berusaha untuk berbakti dan meluluhkan hati sang suami, meski pada akhirnya harus tersakiti terlebih dahulu.
Senyum Shanum mengembang melihat orang yang sempat ia khwatirkan tadi menuruni tangga, dengan wajah terlihat fresh dan pakaian yang lebih santai. Sepertinya suaminya Shanum itu baru saja selesai mandi.
"Kak Fattan makanannya udah siap."
"Saya gak lapar."
Sudah Shanum duga, pasti tidak akan dimakan meski Fattan menolaknya dengan halus tapi Shanum yakin Fattan cuman berdalih agar tidak memakan masakannya.
Shanum membawa sepiring nasi goreng, berjalan menghampiri Fattan yang sedang duduk disofa terlihat tengah membaca buku yang tidak Shanum ketahui isinya tentang apa.
"Ini Shanum cuman buat nasi goreng. Mungkin nanti Kak Fattan laper, jadi Shanum taro disini nasi gorengnya." Shanum meletakkan sepiring nasi goreng itu dimeja dekat sofa, setelahnya berlalu menaiki tangga menuju kamar. Setidaknya Shanum sudah berusaha sebaik mungkin dalam melayani suaminya, meski seringkali tidak di hargai.
Fattan memperhatikan setiap langkah Shanum, dengan pandangan yang tak biasa. Sebenarnya ada rasa tak enak hati kepada Shanum mengingat sikapnya yang kurang baik terhadap gadis itu, tetapi rasa benci lebih mendomasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMU (Pengantin Pengganti)
Fiction générale📌ON GOING Ini tentang Shanum, gadis yang usianya baru menginjak 19 tahun harus menggantikan sang kakak yang telah meninggal untuk menjadi mempelai pengantin pengganti. Fattan yang seharusnya menjadi Kakak ipar justru kini berstatus sebagai suaminya...