11

11.8K 367 16
                                    

Thea mendengus kesal sedari tadi omongannya tidak di dengar Inara. Inara sangat fokus ke handphonenya sambil senyum senyum tidak jelas. Bahkan kata Zio sedari tadi pun Inara terus saja memainkan handphone sampai tadi juga sempat di tegur Nona Rose. Tapi tetap saja Inara terus memainkannya dengan muka yang berseri seri.

"Lo kenapa sih ra?" Thea mulai kesal dengan tingkah Inara.

"Lagi kasmaran dia" Zio tiba tiba muncul dan duduk bersama kedua orang itu.

"Ih apaan sih nggak" Pipi Inara mulai merah merasa malu.

"Lo jadian sama berondong lo?" Tebak Thea heboh tapi ko kesannya Inara kaya tante girang yang suka main sama berondong ya

"Nggak so tau lo"

"Alah terus itu kenapa pipi lo merah" Dengan reflek Inara memegang pipinya sendiri

"Ya udah kalo dia jadian suruh dia traktir" Ucap Zio dingin sambil kembali menyuap makan siangnya.

"Dihh nggak ada traktir traktiran orang gue nggak jadian"

"Serius kalian nggak jadian?" Inara diam bingung harus jawab.

"Si bocil itu nggak ada nembak lo?" Tanya Thea lagi penasaran yang tidak lama di jawab anggukan oleh Inara.

"Berarti hubungan kalian masih nggak jelas? Pacaran nggak? One night stand juga nggak?"

"Apa lah arti sebuah status" Jawab Inara santai toh emang benar di umur Inara sekarang ini sudah tidak cocok lagi memikirkan hal itu, yang ada di pikiran Inara adalah Davin sungguh mencintainya lebih dari siapa pun. Jikalau Inara menuntutnya untuk lebih serius Inara yakin Davin pasti siap toh bukannya dari sebelumnya Davin kekeuh ingin bertanggung jawab.

"Ck.itu penting Inara. Di umur lo sekarang bisa jadi itu nggak penting tapi kalo di umur Davin status itu penting. Tipe tipe yang kaya Davin tuh dia masih labil masih suka main, labil dan yang penting belum bisa di ajak serius kaya lo. Atau bisa jadi Davin tuh cuman manfaatin lo doang, especially dalam hal nafsu"

Mendengar perkataan panjang dari Thea membuat Inara berpikir apa benar Davin mencintainya karena nafsu saja. Tapi bukannya Davin sudah sering menjelaskan kalau perasaannya itu bukan sekedar nafsu yang di bawa ketika malam keduanya berbuat dosa. Buktinya dia dan Davin belum pernah lagi melakukannya.

Satu pesan kembali masuk ke handphonenya membuat Inara kembali tersenyum dan mengacuhkan perkataan Thea. Bukan acuh sih lebih tepatnya tidak ambil pusing, saat ini Inara hangat ingin menjalankannya saja. Entah apa kedepannya yang penting saat ini detik ini Inara merasa happy dia tidak mau terlalu banyak berpikir yang ada malah jadi over thinking.

Inara sedang menunggu jam pulang ia sudah siap dari sepuluh menit yang lalu bahkan Zio terus saja geleng geleng kepala tidak abis pikir terhadap Inara yang kelakuannya hampir sama kaya abg jatuh cinta. Begitu jam lima pas Inara bergegas pulang tanpa basa basi, bibirnya terus saja tersenyum.

"Udah nunggu lama?" Tanya Inara ramah. Davin menggeleng.

"Nggak baru aja nyampe" Memasangkan helm pada Inara. Lalu melepaskan jaket yang sedang ia pakai.

"Pake ini ra dingin" Inara menolaknya.

"Pake sayang" Ucap Davin yang malah buat pipi Inara merah.

"Lo gimana?"

"Nggak papa gue kan kuat dingin"

"Dih" Cibir Inara lalu memakai jaket milik Davin.

"Bentar" Tahan Davin saat Inara akan menaiki motornya. Davin melihat Inara dari atas ke bawah seperti ada salah dengan Inara, sedangkan Inara yang di tatap seperti itu malah risih.

One Night Change ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang