17

7K 299 18
                                    

Mata Inara terlihat gusar tinggal beberapa menit lagi ke jam lima tapi dia tidak tenang. Kenapa tiba tiba jam menjadi selambat ini saat Inara ingin cepat cepat pulang. Setelah jam menunjuk jam 5 pas, tanpa pikir ulang Inara langsung berdiri dari duduknya dan pergi. Zio yang ada di sampingnya heran tumben banget tuh anak pulang buru buru pulang biasanya juga mager. Sebenernya Zio sudah melihat gelagat aneh Inara dari siang bahkan perempuan itu sempat ingin izin pulang cepat aja. Tapi tentu saja keinginan Inara tidak akan di setujui oleh Nona Rose.

Inara sibuk memasukkan sandi pada apartemen di depannya berharap sandi yang  dia masukan tidak salah. Huft.. Inara bernafas lega setelah pintu terbuka.

"Davin.. " Panggilnya.

"Vin kamu dimana?" Inara terus memanggil pemilik apartemen ini. Karena tidak melihat sosok Davin inara mencoba naik ke atas mungkin Davin ada di kamarnya.

"Davin?"

"Iya.. " Dengan susah Davin membalas Inara.

"Gimana? Udah makan obat belum?" Meletakkan tangannya ke atas jidat Davin. Demamnya sangat tinggi tanpa di ukur termometer saja Inara tau. Ini adalah alasan Inara pulang cepat. Tadi siang dia dapat kabar kalau Davin sakit dan demam. Sempat menyuruh Davin ke dokter tapi Davin terus mengelak.

"Aku antar ke dokter ya?" Wajah Inara tidak bisa bohong, Inara sangat khawatir melihat brondong ke sayanganya yang biasanya usil malah tergeletak tak berdaya di kasur.

"Nggak, aku mau kamu aja" Dih lagi gini masih sempet sempetnya gombal.

"Mau kemana?" Tanya Davin saat melihat Inara berbalik dan keluar kamar.

"Ambilin kamu obat" Ucap Inara setengah berteriak.

Cuman 15 menit Inara sudah datang kembali dengan tangan yang memegang nampan. Inara terlihat hati hari membawanya takut isi di nampannya tumpan. Terlihat ada satu mangkuk yang sudah Davin tebak pasti isinya bubur, lalu beberapa butir obat di simpan di piring kecil tidak lupa juga satu gelas penuh air putih.

"Makan dulu udah gitu minum obat" Mendengar Inara berbicara seperti itu kenapa Davin malah happy kedua bibirnya tanpa sadar melengkung ke atas.

Semua orang tau kan seberapa judesnya Inara pada Davin. Inara lebih sering mengumpati Davin dari pada berbicara lembut seperti ini. Apa Davin harus sakit saja setiap hari? Tapi Amit amit jangan deh.

Sudah di siapin bubur oleh Inara, Davin bukannya buru buru makan malah memincingkan matanya seperti tidak yakin dengan apa yang Inara bawa.

"Ko gitu sih liatnya?"

"Ini bubur bukan kamu yang buat kan?"

"Dih ngeremehin, aku emang nggak jago masak tapi aku cukup tau diri juga buat  nggak bawain kamu masakan sendiri" Lagi sakit aja Davin masih bisa ngebuat Inara misuh misuh kesel.

"Biasa aja kan cuman nanya" Balas Davin yang malah kembali di balas cibiran oleh Inara.

"Buka mulut sini. Aaaaa... "

Davin menurut pada Inara membuka mulut menerima satu persatu suapan dari Inara. Walaupun bubur itu terasa pait tapi tetap saja Davin menerimanya dengan lahap karena di suapin Inara.

"Pengen deh di suapin sama kamu tiap hari"

"Ya sakitnya harus tiap hari" Balas Inara acuh.

"Dih emang kamu mau ngerawat orang sakit tiap hari?"

"Mau lah asal gajinya juga setimpal"

"Dasar matre"

Walaupun dalam keadaan tidak enak badan tetap saja Davin dan Inara berselisih. Tapi kadang itu lah yang membuat hubungan di antara mereka lebih berwarna. Setelah menghabiskan buburnya Inara menyiapkan beberapa obat dan vitamin untuk Davin. Belum juga di berikan Davin sudah menutup mulutnya sendiri dengan tangan.

One Night Change ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang