14

9.2K 342 24
                                    

"Tipe cowo kamu tuh sebenarnya yang kaya gimana sih?" Tanya Davin sambil terus memainkan rambut Inara.

"Ehm" Pura pura berpikir.

"Yang ganteng, yang dewasa, mandiri, nggak manja, pinter, soleh, kaya raya, penghasilan bagus. Yang paling penting itu.. " Davin semakin mendekat penasaran degan kata terakhir yang akan Inara ucap.

"Yang pake kacamata" Lanjut Inara santai tidak sadar dengan wajah malas Davin yang sudah memutarkan matanya.

"Bilang aja tipe nya Mas Arka" Balasnya ketus yang di balas balik dengan kekesan oleh Inara.

"Kamu suka banget ya sama Mas Arka?"

"Iya kan suka mas Arka dari dulu, dari jaman SMA"

"Lama banget berarti ya aku suka sama orang mana tidak terbalas lagi" Inara menertawakan dirinya sendiri. Davin hanya melihat Inara diam.

"Tapi ko aneh nya dari jaman dulu aku nggak pernah tau kalo mas Arka punya adik" Sudut bibir Davin tersenyum miring sambil membenarkan posisinya ingin melihat wajah Inara jelas. Saat ini memang mereka sedang berada di balik selimut. Tapi eitss tenang nggak aneh aneh ko keduanya masih menggunakan baju lengkap.

Sepulang kerja Inara seperti biasa Davin akan menjemputnya. Sialnya hujan datang disaat tidak tepat alhasil baju keduanya kehujanan untung Davin selalu siap sedia jas hujan. Tapi tetap saja walaupun bajunya tidak basah tapi angin yang masuk lumayan bisa buat keduanya sakit.

Satu gelas hot chocolate buatan Inara lumayan bisa menghangatkan mereka. Kalian tau hot chocolate adalah salah satu masakan yang paling di jago Inara. Rasanya benar benar beda dari yang lain kalo ditanya pasti dia akan jawab karena di setiap racikannya mengandung bubuk cinta.

Walaupun satu gelas hot chocolate sudah habis tapi mereka masih belum lepas dari selimut mereka. Davin memandang Inara cukup dalam, seperti sedang menimang apa yang akan dia cerita pada Inara. Apa Davin harus jujur sejujurnya atau..

"Ketika mas Arka umur 6 tahun, aku lahir terus di umur yang baru segitu mas Arka udah dapetin banyak prestasi. Semakin kesini prestasi mas Arka tambah banyak. Mas Arka anak baik nggak neko neko, terus dia juga penurut. Kalo pinter jangan di tanya emang dia itu pinter makanya bisa menang berbagai macam lomba."

"Kesuksesan Mas Arka dari kecil ternyata jadi patokan buat Orang tua aku, Mamih Papih mau aku sepintar Mas Arka terus dapetin banyak prestasi kaya dia." Davin terus bicara sambil sesekali memainkan rambut Inara.

"Tapi sayang aku nggak bisa, aku sama mas Arka punya karakter berbeda. Aku tuh nggak bisa kejar semua prestasi mas Arka kaya yg di mau mamih dan juga papih. Kamu tau? Karena itu mamih sama papih musuhin aku" Jujur Inara kaget. Mamih Melda di matanya adalah wanita yang paling baik dan pengertian. Tapi ternyata dia lebih menuntut ke anaknya.

"Dulu kalo ada acara bareng kolega papih yang pergi di ajak cuman mas Arka"

"Kenapa?" Ucap Inara penasaran, matanya berubah sendu membayangkan Davin kecil dulu yang di tinggal kedua orang tuanya.

"Udah jelas karena mas Arka punya banyak prestasi yang bisa di banggakan, kalo aku apa yang mau di baggakan prestasi aja nggak punya" Mata Davin sedikit berkaca kaca mengingat masa masanya dulu.

"Nggak sampai di situ ra, ternyata bukan cuman orang tua aku aja yang malu punya anak kaya aku yang nggak ada prestasinya. Semua keluarga besar aku juga gitu mereka terlalu membesar besarkan prestasi Mas Arka sampai lupa kalo Arka punya adik."

"Kalo nggak sanggup udah jangan di lanjut" Inara menahan Davin, agar tidak melanjutkan inner child nya tapi Davin menggeleng.

"Cuman nenek aku ra yang sayang sama aku"

One Night Change ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang