24

4.1K 160 4
                                    

"Ibuu ini kan yang mau nikah aku ko jadi ibu yang ngatur?"

"Bukan ngatur ra, ibu tuh cuman kurang setuju aja sama pilihan kamu"

"Apa apa tuh di diskusiin dulu jangan seenaknya gitu"

"Ini bukan pilihan aku sendiri aja ya bu kita berdua udah sepakat"

"Ya tetep aja keluarga juga harus tau ra"

"Davin coba kasih tau tuh calon istrinya" Sambung ibu yang mulai lelah berdebat dengan anaknya sendiri.

"Sayangg.. "

"Apa? Kamu ada di pihak ibu?" Tanya Inara dengan sensi.

"Bukan gitu maksud ak--"

"Alah bilang aja nggak bisa bantah ucapan ibu kan?"

"Kalo kamu nggak setuju dengan konsep nikah yang aku mau kenapa kamu nggak bilang dari awal, bukannya udah h- 2 minggu kaya gini baru bilang" Cerocos Inara tanpa memberi kesempatan Davin berbicara.

"Ra bukan--" Lagi lagi ucapan Davin terpotong kali ini dengan tingkah Inara yang tiba tiba pergi dan masuk kamar.

Brakkk.

Kata orang detik detik menjelang pernikahan akan banyak diterpa masalah ini juga bisa di sebut ujian untuk para calon pengantin sebelum mereka resmi menjadi suami istri yang tentunya akan lebih banyak masalah lagi dan lebih berat dari sekarang.

Menjelang pernikahan Davin dan Inara yang jaraknya dua minggu lagi, mereka tentu sering sekali mengalami perdebatan perdebatan kecil. Bukan hanya perdebatan yang melibatkan keduanya tapi sering juga melibatkan kedua keluarga. Seperti sekarang para orang tua menolak keras konsep wedding yang di ingin Inara.

Dari dulu Inara selalu membayangkan pernikahan yang lebih privasi yang hanya dirinya dan karabat dekat saja tapi Ibu Nisa tidak setuju. Ibu Nisa dan Mamih Melda sama sama sepakat kalo mereka ingin mengundang teman teman mereka. Belum lagi teman teman dari ayah mereka.

"Sayangg" Panggil Davin masuk ke kamar Inara mencoba membujuk calon istrinya itu.

"Ngapain kesini sana lagi sebel liat muka kamu"

"Ko sebel sih muka ganteng kaya gini tuh bagusnya di manja bukannya di kasih umpatan"

"Wlee mau muntah"

"Jangan so gitu ra, orang yang buat kamu jatuh cinta sama aku tuh kan ini" Sambil memegang wajah Davin sendiri di depan cermin meja rias Inara.

Inara tidak memberi komentar lagi karena emang muka Davin di lihat dari mana mana juga emang ganteng, malah lebih ganteng dari Arka. Hanya Arka punya muka kalem dan dewasa. Kalau Davin lebih ke sempurna.

"Ra jalan yuk" Bujuk Davin mendekat ke arah Inara di pinggir kasur

"Lagi pusing kaya gini malah ngajak jalan"

"Ya kan biar nggak pusing lagi"

"Kita beli ice cream mau nggak?" Bujuk Davin lagi.

"Dih di kira aku anak kecil apa bisa di bujuk pake ice cream" Inara masih kekeh menolak

"Ya udah mau beli ice cream sendiri aja" Davin bangkit dan keluar dari kamar, di balik pintu Davin menghitung mundur dari angka lima sambil tersenyum.

"Limaa.. Empatt... Tiga.. Dua.. Sat--"

"Beli ice cream yang lagi viral kan?" Tanya Inara ikut keluar dengan tas selempangnya.

Davin tersenyum puas tebakannya benar, setelah kejadian berat yang mereka berdua alami. Inara sedikit trauma di tinggal Davin dia tidak akan membiarkan Davin pergi tanpanya kecuali kalo lagi kerja. Inara hanya takut saja Davin tidak kembali dan meninggal inara sendiri.

One Night Change ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang