Tied - 17

1.5K 220 31
                                        

Di kala sinar mentari masih bersembunyi, Naruto terbangun dari mimpi. Rasa pusing serta mual terasa begitu menyiksa hingga ia tak mampu menahan gejolak di perutnya. Bangkit dari atas futon, kakinya bergegas melangkah menghampiri pintu kamar yang menghubungkan teras serta pelataran sempit belakang rumah. Di antara tanaman tomat yang merambat depan pagar kayu setinggi tiga meter, ia memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa air saja. Diantara kepala yang terasa berputar, ia memikirkan kemungkinan jika rasa trauma akan kehadiran Sasuke belum sepenuhnya sembuh. 

Suara langkah kaki di belakang punggungnya tak membuatnya ingin menghindar. Ia ingin menghadapinya meski terasa menyiksa. 

"Apakah masih belum terbiasa denganku?"

Naruto menggeleng kecil, kedua matanya terpejam menikmati pijatan lembut di tengkuknya. Aroma Sasuke yang tercium olehnya malah membuatnya menjadi lebih nyaman. Meraih tangan Sasuke di tengkuknya, naruto bangkit dari posisi jongkoknya, tubuhnya berputar dengan tangan Sasuke dalam genggaman. "Aku ingin masuk." 

Bibir tipis Sasuke tersenyum. Tubuhnya bangkit, lalu memutar hingga posisinya sejajar dengan tubuh Naruto. Satu lengannya melingkar di bahu kekasihnya, satu lainnya membalas genggaman tangan yang terasa sedikit hangat. Perlahan ia menutun tubuh lemah di sampingnya kembali ke kamar. "Nanti kita ke dokter sebelum aku berangkat bekerja."

"Tidak usah. Dokter mahal."

Sasuke mendudukkan Naruto ke atas futon. Tubuhnya bergeser, kedua kakinya terlipat ke belakang dengan pandangan teduh mengarah pada Naruto yang berada di depannya. Kedua tangannya meraih tangan di depannya, menggenggamnya lembut. "Jangan menolak. Aku merasa dadamu lebih berisi dari sebelumー" Sasuke meringis melihat tatapan tajam Naruto. "Aku hanya ingin mengantisipasi jika sebelum pelarian kita, kau sedang mengandung. Mungkin efek muntah sebelumnya itu akibat kondisimu itu. Aku rasa kali ini dia akan sedikit membuiatku kesulitan." Sasuke tersenyum lebar melihat ekspresi kesal yang tergambar di wajah Naruto.

"Dia anakmu."

Mengusap lembut kepala pirang di depannya, pemuda bermarga Uchiha itu segera bangkit. "Aku harus menyiapkan sarapan. Apakah kau menginginkan sesuatu?"

Naruto berpikir sejenak sebelum makanan kesukaan Sasukelah yang meluncur dari bibir sewarnya persik miliknya. "Onigiri."

"Aku tau dia anakku."

Naruto mengelus perutnya begitu Sasuke berlalu dari kamar. Senyumnya mengembang, membayangkan jika ia kembali mengandung. Jika benar, maka kali ini ia bisa menikmati rasanya membawa kehidupan lain di perutnya. Saat kehamilan Menma ia tidak tahu bagaimana proses pertumbuhan hingga kelahiran anak itu. 

Ngomong-ngomong soal Menma, kapan dirinya bisa memberitahu bocah itu jikalau dirinya bukanlah kakaknya melainkan ibunya. "Haaah." Mendesah lelah, tubuh yang terasa tak bertenaga kembali berbaring di atas futon. Otaknya terus berpikir, bagaimana caranya ia memberi pengertian pada Menma.

***

Satu kabar bahagia membawa sebuah warna baru pada keluarga kecil Sasuke. Warna penuh kebahagiaan. Bahkan setelah kabar bahagia tersebar, satu persatu warga berbondong-bondong memberi selamat serta memberi bingkisan berupa bahan pangan serta wejangan pada Naruto bagaimana menjaga suatu kehidupan dalam tubuhnya.

Ya … tebakan Sasuke akan keadaan Naruto tidaklah salah. Tiga bulan Naruto sudah membawa kehidupan lain di tubuhnya. Meski ia belajar tentang hukum politik, namun ia juga sangat mengerti akan hal-hal yang berhubungan dengan pasangannya. Ia sering berkonsultasi pada teman-teman sepekerjanya yang sudah memiliki pasangan. Dulu tujuan hidupnya adalah mengikuti jejak ayahnya terjun ke dunia politik, namun pertemuannya dengan Naruto membuatnya berubah. Ia ingin mengikuti ke mana jejak langkah pasangan hidupnya itu, melindungi dengan segenap hati. 

Tied to the PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang