Hidup itu penuh misteri. Terkadang ketidaklogisan datang tanpa alasan, layaknya angin yang terkadang muncul dari arah yang tidak terduga. Membawa sekilas kesejukan, meninggalkan jejak rasa yang membekas. Mengisi ruang hampa yang telah lama ditinggalkan. Rasa bagai penghuninya kembali, hawa ruangan itu perlahan menghangat.
"Aku tak percaya ini," Bibir tipis bergumam. Pengalaman hidup berusaha memahami, akan tetapi tetap saja hal seperti ini masihlah asing. Mungkin ia akan mempelajari sisi lain kehidupan. Dengan begitu segalanya akan terasa masuk akal. Bagaimana bisa ia bergumul panas di saat belum genap sehari bertemu. Mengetahui nama bukan berarti mengenal.
Ketenangan ini membuatnya gila, padahal biasanya ketenangan adalah obat kegilaan untuknya. Memutar kepala ke samping, sepasang mata yang biasanya menatap tajam siapa pun, kini terlihat teduh menatap wajah damai seseorang yang membuatnya tak sanggup berpikir dengan baik. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini? Di keramaian ia merasa tidak bisa menunjukkan sikap ramahnya, akan tetapi dengan hanya berdua, hatinya berubah lemah. Apakah insting alphanya sedang bekerja?
Sasuke memiringkan tubuhnya. Tangannya terjulur menyentuh bekas luka bakar di leher Naruto. Entah mengapa ia menyukai luka itu. Pikirannya itu seperti ia memiliki fetish yang baru disadari. Selama ini ia merasa mual jika ada yang menggodanya. Mereka memakai parfum. Tak terlalu menyengat, hanya saja aromanya terasa mengganggu. Berbeda dengan aroma yang menguar dari tubuh Naruto, semakin kuat menguar maka akan semakin sulit ditolak keberadaannya.
Suara lenguhan, serta desahan yang keluar dari bibir Naruto itu terdengar seperti melodi penyemangat untuknya berbuat lebih. "Ini gila." Berguling ke samping, Sasuke bangkit dari atas ranjang Naruto. Berjam-jam berlalu, ia masih di sana. Senja pun sudah menyapa, dan mungkin Karin sebentar lagi pulang. Ingin pulang, tapi ia bukanlah lelaki brengsek yang meninggalkan pasangan bercinta di saat masih terlelap.
Dengan hanya memakai celana dalam, Sasuke meneliti kamar Naruto. Mulai dari meja belajar yang berada di seberang ranjangーmenempel tembok. Di sana beberapa buku berjajar rapi di antara dua penyekat buku terbuat dari besi. Di depannya, sebuah bingkai sederhana berisi foto keluarga terlihat mengganggu pikirannya.
Meraih foto tersebut, kaki jenjangnya melangkah menghampiri jendela. Sebuah sofa panjang tanpa sandaran yang terletak di bawah jendela menjadi tujuannya. Mendudukkan diri, tubuhnya bersandar pada tembok setinggi dadanya. Ia merasa penasaran dengan anak kecil yang berada di antara Naruto dan juga Karin. Dilihat dari manapun, bocah itu tidak memiliki wajah yang mirip dengan Karin. Meski memiliki garis wajah seperti Naruto, tapi Naruto tidak memiliki kemiripan dengan Karin. Mungkinkah mereka berbeda orangtua?
"Apa yang kau lakukan?"
Sasuke berjengit kaget. Ia pikir Naruto masih terlelap. "Hanya melihat foto keluargamu. Tidakkah kalian memiliki foto keluarga lengkap?"
"Karin-Nee bilang padaku jika foto kami habis terbakar beberapa tahun lalu."
Sasuke mengerutkan keningnya. "Siapa bocah ini?"
"Adikku."
Kebingungan kian membentuk rasa penasaran yang besar dalam pikiran Sasuke. "Apakah kalian berbeda ayah, atau ibu?" Kepala terangkat, sepasang mata hitamnya menatap Naruto penuh dengan pancaran keingintahuan.
"Tidak."
Sasuke membiarkan foto di tangannya diambil Naruto. "Kalian bertiga memiliki perbedaan yang cukup mencolok." Pikirannya menolak tegas jawaban Naruto. Bagaimana bisa saudara kandung bisa memiliki warna rambut yang berbeda-beda lebih dari dua warna? Namun tidak menutup kemungkinan jika salah satunya menurun dari leluhur mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tied to the Past
FanficNaruto disclaimer by Masashi Kishimoto. *** Naruto menikmati hidup damainya bersama kakak serta adiknya selama bertahun-tahun. Namun kedamaian itu perlahan terusik sejak pertemuannya dengan Sasuke. Sebuah kenyataan pahit mulai terkuak perlahan. Pert...