Bab 12 : Saya Mencintainya
.
.
.TERTARIK adalah urusan hati, tiada yang tahu akan tertambat pada hati siapa, tiada yang bisa berencana akan jatuh cinta pada siapa, yang bisa dilakukan hanyalah merasa dan meyakinkan hati. Mungkin demikianlah isi pikiran dan perasaan Archard kali ini, dia tampak meminum alkohol berkadar rendah di sebuah rumah penuh bau alkohol.
"Kau sudah meminum lima gelas alkohol, Archard." Lelaki dengan badan yang penuh tato menarik kursi di dekat Archard, duduk di sana dengan menuangkan anggur merah darah ke gelas kaca hitam bening.
Archard mendecih singkat, meneguk lagi alkoholnya sebelum menjawab, "Sekalipun saya meminun anggur dengan racikan berkualitas dan memabukkan, Anda tidak akan mengalami kerugian, Yon."
Lelaki bertato dengan tubuh kekar mengangguk, kedua alisnya terangkat sebagai sebuah kepercayaan. Lagi, anggur di gelas dia teguk dan menatap lampu warna-warni yang bekedip penuh semangat. Dentuman musik berjeda cepat terdengar menggemuruhkan jantung. Bukan orang mabuk saja yang terlihat, ada yang berpagutan di setiap sudut dengan jamah menjamah yang membuat Archard menatap jijik.
Reon mengetuk-ngetuk gelas kaca hitamnya dengan kuku jari tangan kanan, memperhatikan wajah Archard yang tampak berpikir. "Kau terlihat sangat resah, Tuan Muda. Apa sebab?"
Archard meletakkan gelas minuman ber-alkohol di piring, bersandar dan menatap pasangan yang berdansa mengikuti alunan musik romantis. Lama terdiam, menimbang apakah akan dia bertanya pada Reon atau memendam sendiri, lalu menjawab sendiri. Archard menggeleng, dia butuh jawaban orang lain. Tampaknya Reon punya jawaban yang memuaskan.
"Saya bingung dengan keadaan, Reon."
"Bingung mengapa? Tidak seperti Tuan Muda Archard yang biasanya."
Archard memutar bola mata kesal. "Saya juga manusia, Reon. Saya juga bisa bingung, bahkan sering. Lupakan perihal itu. Saya bingung sama diri saya. Saya mencintainya dari dahulu, tetapi setelah saya temukan kebahagiaan dia berada pada orang lain, saya pun mulai melunturkan harapan-harapan saya untuk bisa memilikinya. Saya harap, menjadi saingannya dalam segala hal adalah jalan terbaik untuk menumbuhkan benci terhadapnya."
Reon mengangguk mengerti. "Dan, jika aku tebak ... pasti Tuan Muda selalu mengalah padanya."
Archard menunduk sambil menggeleng, tawa kecilnya terdengar sebagai bantahan atas kalimat Reon. "Saya tidak pernah ingin mengalah kepada siapa pun, Reon, termasuk kepada dia. Dengan begitu, dia akan membenci saya dan terus berusaha mengalahkan saya. Namun, percikan kebencian itu tidak pernah saya temui di matanya. Yang ada hanya persaingan dan keinginan untuk mengalahkan saya."
Reon mengangguk takjub. Dia sudah mendengar banyak kisah cinta yang diceritakan teman-temannya, memberi saran dan petuah-petuah cinta. Akan tetapi, kali ini Reon mendengar kisah cinta dari orang yang dia kenal selama ini sangat anti perempuan.
Contohnya saja di bar miliknya, jika ada perempuan yang menggoda Archard, lelaki bermata kuning emas itu tidak segan-segan mengeluarkan perkataan yang sangat tajam, lebih tajam dari pedang.
Archard melanjutkan, "Awalnya, saya kira berhasil membuat hati saya membencinya karena dia tidak pernah melirik saya dan mencintai orang lain, tapi kiranya saya salah besar. Makin hari, makin besar rasa cinta saya untuknya. Waktu ini, Reon, dia seakan membuka pintu bagi saya untuk masuk ke kehidupannya lebih dalam lagi. Entah apa sebab, pandangannya terasa amat berbeda."
"Apakah Tuan Muda menemukan hal-hal baru dan aneh dari dia?"
Archard mengangguk, mendekatkan bibir gelas ke bibirnya, lalu meneguk alkohol yang tersisa. Reon menuangkan lagi alkohol yang dipesan Archard ke gelas, menunggu jawaban dari pengunjung setia barnya walau kadang hanya memesan segelas air putih.
"Dia sangat berbeda setelah bangun dari tidurnya selama tiga hari. Dia sangat aneh dan saya semakin tertarik padanya, Reon. Saya suka berada di dekatnya dan saya ingin selalu bicara dengannya walau pembicaraan kami hanyalah sebatas pertengkaran yang tidak jelas."
Reon mengangguk-angguk. Sedetik kemudian, matanya membelalak menyadari sesuatu. "Apa orang yang Tuan Muda maksud adalah Yang Mulia Putri Alisa?"
Menyungging senyuman tipis, Archard mengangguk sebagai jawaban. "Saya mencintai Yang Mulia Putri Alisa, Reon. Saya mencintainya. Tetapi, rasanya tidak akan mungkin bersama dengannya. Saya bukan keinginannya. Tidak pantas debu jalanan bersanding dengan berlian yang berkilau."
*
Naesha melepas kepergian tuan putrinya lewat jalan rahasia, mengunci pintu kamar sang putri dan mengatakan pesan yang sama seperti sebelum-sebelumnya kepada prajurit yang berjaga di depan pintu kamar Alisa. Tugas Naesha selanjutnya adalah memastikan bahwa Reala berada di kamar dan tidak ke luar istana. Dengan kesepakatan, Naesha berjanji akan menuruti perintah Alisa untuk membunuh Reala secara perlahan.
Naesha mulai percaya akan apa yang dikatakan tuan putrinya setelah mendatangi rumah ibadah di kerajaan. Naesha pikir, mengapa tidak mengubah kejahatan menjadi kebaikan? Mengapa tidak mengembalikan Reala ke jalan yang benar? Mengapa tidak menyadarkan Arsean kembali lurus dan bersih?
Jawaban Alisa sungguh di luar dugaan. "Aku bukan orang baik, yang membalas kejahatan dengan kebaikan. Ingatlah, Naesha. Tidak selamanya kebaikan bisa menyadarkan yang salah, ada kalanya kejahatan mesti dibalas dengan kejahatan."
Naesha menutup kembali pintu kamar Reala setelah memastikan pemilik kamar itu berada di dalam. Ya, Reala memang berada di dalam setelah menerima surat dari Arsean untuk menuruti hukuman yang diberikan Alisa agar tuan putri itu tidak semakin curiga. Mereka memang belum mengetahui bahwa Alisa sudah tahu perbuatan mereka serta orang-orang yang berada di pihak mereka.
"Tidak akan saya biarkan kamu menyakiti Tuan Putri Alisa serta keluarga kerajaan, Reala. Tidak akan saya biarkan sekali pun kamu adalah anak dari Ayah saya."
Itu adalah sumpah Naesha, pasti akan selalu dipegang teguh olehnya. Berbeda keadaan dengan Alisa yang berjalan di bawah remanganya cahaya rembulan yang sumber cahayanya menyembunyikan setengah wajahnya di balik awan putih. Alisa menikmati sepoi angin yang bertiup, menghirup udara dalam-dalam.
Dia tidak bermaksud ke mana-mana, hanya menikmati jalan-jalan malam tanpa tahu tujuan pasti. Dia melewati toko-toko pakaian, hanya berhenti sebentar di depan toko kue untuk membeli sekotak biskuit rasa cokelat sebagai santapan sepanjang jalan.
Malam belum terlalu larut, sehingga anak-anak masih berkeliaran sambil bermain kejar-kejaran. Alisa tidak memakai jubah, tetapi tidak pula memakai gaun khas seorang putri kerajaan. Pakaiannya sederhana, hasil meminjam dari Naesha. Awalnya, dayang pribadinya itu tidak mau meminjamkan baju sederhana tersebut, karena terlalu murah dan tidak pantas seorang putri kerajaan memakai baju seperti itu.
Seperti tidak kenal Alisa saja. Dengan sedikit ancaman akan sebuah hukuman, terpaksa Naesha meminjamkannya. Alisa juga mengikat dua rambutnya, meletakkan ke depan. Penampilan yang mirip rakyat biasa dengan gelar perempuan cupu. Dia senang sekali saat mendengar tawa anak-anak menggema di malam yang meriah.
Saat berjalan-jalan, Alisa melihat seorang perempuan pemilik sepasang mata ungu muda sedang membaca sebuah buku tebal di bawah lampu minyak. Tertarik mendekat, Alisa langsung duduk membuat perempuan yang membaca menoleh dan menatap padanya yang tersenyum sambil terus mengunyah biskuit.
"Selamat malam, Nona. Perkenalkan nama saya Alicia. Anda bisa memanggil saya Cia."
Sungguh, penyamaran yang sempurna. Sudah berpenampilan seperti orang kelas bawah, kini menukar namanya dengan senang hati. Alisa, apa yang kau pikirkan?
*
Pasaman Barat, 12 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Merampas Nyawamu (Tamat)
FantasyAPA ada lelaki sukses tanpa seorang wanita hebat yang berdiri tegap di belakangnya? Tidak! Wanita adalah tulang rusuk yang membuat lelaki kokoh berdiri. Lantas, mengapa Arsean malah membuang Alisa di tempat pelelangan wanita? Apa itu perbuatan terho...