Bab 28 : Apa Kau Mencintaiku?

84 16 0
                                    

Bab 28 : Apa Kau Mencintaiku?
.
.
.

"KENAPA wajahmu sedih begitu, Na?"

Naesha menunduk, mengaitkan jemari-jemari tangannya. "Saya mungkin benci akan kehadiran Ibu tiri dan Reala dalam kehidupan Ayah dan saya, Yang Mulia, tapi bagaimana cara saya mengabarkan berita ini kepada Ayah saya? Saya memang menginginkan kepergian Ibu tiri dan Reala, tetapi saya juga takut hal ini akan membuat Ayah jatuh sakit. Saya tahu, bagaimanapun ... Ayah sangat menyayangi Reala dan menuduh saya tidak mampu menjaga gadis itu."

Paham akan kegundahan dayang pribadinya, Alisa menggenggam jemari tangan Naesha dengan tangan kirinya, menggunakan tangan kanan untuk menghapus air mata Naesha.

"Aku bersamamu, Na, selalu. Akan aku buat Ayahmu mengerti, ummm?"

Naesha mengangguk. "Terima kasih, Yang Mulia." Dia peluk Putri Istana Tulip dengan erat.

Mereka tidak menghadiri persidangan dengan alasan Alisa masih trauma akan semua itu. Dia serahkan semua keputusan kepada hakim tertinggi yang akan menjatuhi hukuman terhadap Arsean dan Reala. Tentu saja Alisa tidak ingin menghadiri proses tersebut, sebab dia masih menyayangkan nuraninya yang sedikit bersedih.

Walau bagaimanapun, Arsean pernah menjadi bagian dalam lembaran asmaranya walau hanya sebuah kepura-puraan. Arsean yang mengajarkannya bagaimana mencintai dengan tulus walau yang mengajarkannya itu tidak benar-benar tulus mencintainya.

Pintu kamar diketuk, Naesha segera beranjak membukakan pintu. Dia membungkuk hormat dan meninggalkan Alisa bersama wanita yang baru saja datang. Raut sedih Alisa berubah dengan senyuman, Gloui mendekapnya erat-erat.

"Apa ini alasannya mengapa kamu menyuruh Ibunda untuk berlaku melampaui batas kepada Arsean?"

"Jangan sebut namanya lagi, Ibunda."

"Maaf, Sayang. Apa kamu sedih?"

Alisa tentu saja merasa sedih, ya, walau hanya secuil. "Siapa yang tidak akan sedih, Ibunda? Sejahat apa pun seseorang, bila hati sempat mencintainya ... itu akan sedikit menyulitkan. Tapi, Ibunda tenang saja, kesedihan ini akan cepat lenyap dan berganti dengan selubung bahagia. Mereka akan menderita, sampai akhir hayat mereka."

"Ibunda sayang kamu, Alisa. Mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal."

Gloui kembali memeluk putri bungsunya, memberikan kecupan singkat di puncak kepala Alisa. Bagaimana rasanya dikhianati oleh orang yang dicintai? Sakitnya pasti luar biasa. Alisa mengajarkan, tidak ada yang perlu disesali, karena semua akan mendapatkan balasan atas perbuatan masing-masing, kecil atau besar.

Alisa tidak masalah dihukum atas perbuatannya ini, sebab dia sangat bahagia bisa menyelamatkan keluarga dan orang-orang yang dia sayangi dari jurang kematian. Gloui mengatakan keduanya akan dipenjara selama enam bulan untuk menuju hukuman pancung sebagai ganti hukuman gantung. Dipenjara di tempat yang tidak memungkinkan mereka untuk kabur.

*

Archard merasa sungguh rugi karena tidak berada di lokasi saat pemergokan itu terjadi. Dia hanya bisa hadir saat pemutusan pengadilan dari hakim telah diterima oleh semua orang. Segera dia mencari keberadaan Alisa, mendapat izin dari Gloui untuk menemui Alisa di taman Istana Tulip.

Secangkir teh hangat menemani, sehangat mentari sore yang menyorot. Dari sisa-sisa kesedihan yang bergelayut di wajah perempuan bermata hijau muda itu, Archard yakin Alisa mengambil sandiwara yang hebat untuk menyebabkan dayang-dayangnya menyebarkan rumor bahwa Alisa sangat bersedih. Pintar atau licik namanya ini?

"Rasanya sedikit sedih, tapi masih lebih dominan rasa puas dan bahagia," ungkap Alisa mencabuti satu per satu kelopak mawar hitam, untuk yang ketiga kalinya. Kelopak-kelopak mawar hitam itu bahkan telah beterbaran di lantai berumputkan tanaman pendek dan halus. "Aku hanya iba pada Paman Count Davaco, dia pasti sangat terpukul. Pewaris tunggal yang dia bangga-banggakan malah membuat wajahnya tercoreng di mata publik."

Archard mengambil sekuntum mawar hitam di atas meja, menatapnya dengan seksama. Sangat indah, tapi mematikan bila tercampur dengan masakan maupun minuman.

"Apa Yang Mulia menyesali semua ini?"

Menggeleng, Alisa membuang tangkai mawar yang sudah tidak bermahkota. "Aku akan lebih menyesali bila ini tidak terungkap. Hanya menyayangkan ini lebih cepat diluar dugaanku. Aku berencana memberikan mereka waktu untuk memadu kasih tanpa merasa kebusukan mereka telah terungkap."

Mengerutkan kening, Archard kebingungan. "Jadi, kapan rencananya Yang Mulia akan mengungkapkan kebusukan mereka?"

Alisa kembali mengambil setangkai mawar hitam, mencium aromanya dalam-dalam. "Di waktu pertunanganan Kak Riana. Mungkin acara pertunanganan Kakakku itu akan jadi terkendala, tapi akan lebih meriah dengan berita ini. Saat itu pula, antek-antek Arsean juga akan datang, bukan? Klen akan memberikan bukti yang menyudutkan mereka semua hingga tidak lagi berkutik."

Archard menyuarakan keberatan, "Itu akan membuat Putri Riana bersedih, Yang Mulia. Lagipula, antek-antek Arsean akan penuh pertimbangan untuk menghadiri acara pertunanganan Putri Riana."

Alisa mencibir. "Dia tidak akan bersedih, Chard! Bahkan, sehabis itu dia akan berterima kasih padaku karena telah menyelamatkan dirinya. Antek-antek itu akan datang, Chard! Pasti."

Paham akan apa yang dikatakan putri bermata hijau muda ini? Tidak? Archard pun sama. Lelaki bermata kuning emas itu menelan segala pertanyaan hingga satu yang disuarakan, yaitu, "Maksud Yang Mulia apa?"

Tertawa kecil, Alisa mengumpulkan kelopak mawar hitam yang telah dicabuti di telapak tangan, mengembuskannya ke wajah Archard.

"Maksudku, Pangeran kerajaan tetangga itu salah satu sekongkolan Ar ... maksudku Ketua Komplotan Pemberontak, Chard. Semua akan terungkap, semua akan tercabut sampai ke akar-akarnya."

"Pangeran Spawor?"

Alisa menegakkan sepuluh jemari tangannya bersama kikikan senangnya. "Sepuluh untukmu, Tuan Muda Archard! Sudahlah, Chard. Apa ada topik lain? Aku muak dengan pembicaraan ini."

Archard menyandarkan punggung, menatap ke sekeliling. Semburat jingga sudah dibiaskan pada awan-awan yang berarak seperti sisik ikan di langit. Sangat indah. Suasana sepi, hanya tampak beberapa prajurit dan dayang yang berkeliaran. Mungkin mereka semua lelah oleh perlombaan yang menguras tenaga.

"Memangnya, Yang Mulia ingin membicarakan apa?"

Saat itulah Alisa mendapatkan sebuah ide untuk menggoda Archard. Ingat perkataan Archard saat mabuk?

"Chard, kamu percaya bahwa orang mabuk itu mengeluarkan perkataan yang jujur?"

Was-was, Archard berdeham singkat. Ingat waktu itu dia mabuk dan bangun-bangun sudah ada di kamar sendiri di kediaman Alexander. Dia jadi merasa gelisah, apa jngan-jangan dia telah mengatakan suatu kejujuran tentang rasanya kepada Alisa?

Alisa menaik turunkan kedua alisnya, senyuman lebar yang mendapati Archard mulai salah tingkah. Alisa mengambil sebuah anggur dari piring, memasukkan ke mulut dan mengunyahnya dengan perlahan.

Untuk mematahkan kalimat Alisa, Archard bilang, "Itu tidak benar, Yang Mulia! Orang mabuk pikirannya sedang kacau hingga apa pun diucapkan. Jangan percaya apa yang orang mabuk katakan."

"Kau tidak cukup pintar menyembunyikan bahwa apa yang aku katakan adalah benar. Jika benar perkataan orang mabuk itu sepenuhnya dusta, tolong katakan padaku sekarang, Chard ... perkataan saat kau mabuk waktu itu ... apa kau berbohong saat mengatakan bahwa kau mencintaiku?"

*

Pasaman Barat, 15 Juni 2022

Merampas Nyawamu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang