Bab 7 : Peluk Aku, Kekasihku

102 24 1
                                    

Bab 7 : Peluk Aku, Kekasihku
.
.
.

DI sebuah kamar penginapan kalangan atas, sepasang kekasih bertemu dengan saling melepas rindu. Percikan amarah antara keduanya telah padam oleh setetes air mata kekecewaan. Berpelukan hangat, saling menguatkan. Reala menghapus air mata Arsean, memintanya untuk tidak terlalu jatuh dalam kesedihan.

"Kekasihku, jangan jadikan ini sebagai pematah semangat. Masih ada bisnis lainnya yang akan membuat namamu melambung tinggi. Tetaplah bersemangat, karena sedikit lagi ... impianmu akan terwujud dan kita bisa bersama-sama tanpa perlu bersembunyi-sembunyi seperti ini."

Arsean mengangguk. "Peluk aku, Kekasihku! Berikan aku kenyamanan dan kehangatan untuk menghilangkan rasa kecewa ini. Aku tidak ingin larut dalam kesedihan akibat bisnis yang hancur sebelum memulai."

Reala mengangguk, memeluk Arsean penuh perasaan. Dia membenamkan wajah pada leher lelaki itu, duduk di pangkuan Arsean. Saling mendekap penuh hasrat hingga bibir saling mengecup, memberikan kenyamanan yang tidak pernah mereka berikan kepada orang lain.

Hingga pasokan udara menipis, tautan bibir itu terlepas. Arsean mengulas senyuman lembut, mengusap wajah Reala dengan kasih yang melimpah. Tidak menyangka bahwa dia akan membagi ranjang dengan seorang perempuan yang berstatus sebagai dayang kekasihnya.

Pewaris Tunggal Count Davaco yang terjerat pesona asmara dayang rendahan. Jika sudah cinta, perbedaan kelas bukanlah masalah yang besar. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana mereka bisa bersama setelah merebut takhta tertinggi Kerajaan Cahaya.

"Apa sudah merasa lebih tenang, Sayang?" Reala berkedip menggoda.

Arsean menjawil hidung perempuan yang duduk di pangkuannya. "Sedikit. Aku akan lebih tenang bila lebih dari sekadar kecupan, Sayang."

*

Alisa berjalan melewati lorong-lorong istana utama. Tujuannya adalah Arren, ingin segera mengutarakan agenda yang telah dia rencanakan dari dahulu. Itu pun atas dorongan Archard. Pewaris Utama Count Alexander itu bilang akan menyumbangkan hartanya untuk membantu Alisa membangun rumah susun.

Nuansa Istana Cahaya adalah berwarna kuning emas dan jingga dipadu dengan warna putih. Vas-vas emas diisi dengan bunga-bunga segar jenis lili dan tulip. Setiap ruangan istana utama dihiasi satu jenis bunga berbeda. Aroma masing-masing ruangan pun sangat khas.

"Putri Alisa?"

Langkah Alisa terhenti, melihat pangeran utama meminta sekretarisnya untuk pergi membawa buku-buku yang baru saja mereka bahas. Lelaki itu mendekati Alisa, mengulas senyuman manis. Sepasang bola mata hijau muda yang mirip sekali dengan Alisa sampai dengan bulu mata serta alis.

"Putri Istana Tulip memberi hormat kepada Yang Mulia Pangeran Mahkota," salam Alisa memegang kedua sisi gaun kembang yang masih dikenakannya, menekuk sedikit kedua lutut memberi salam penghormatan.

"Bangun, Adikku!" titah Glen memegang kedua lengan Alisa. "Ingin bertemu Ayahanda?"

"Hu'um! Apa Ayahanda sedang sibuk, Kak?"

"Sepertinya begitu, Alisa. Makan malam saja Ayahanda tidak ikut. Yah, bukan hanya Ayahanda saja, melainkan kamu, Ibunda Ratu, dan Ibunda Selir."

Wajah Alisa jadi sendu. Dia sangat ingin mengutarakan keinginan hatinya, tapi sepertinya tidak akan bisa terjadi sekarang. Dia berubah lesu. Hal itu membuat Glen menjadi tidak tega. Adik satu ayah dan satu ibunya itu sangat dia sayangi walau tidak seakrab Masyel pada Alisa.

"Katakan saja pada Kakakmu ini, Putri Alisa. Akan aku usahakan untuk membantumu."

Alisa menatap sepasang mata yang amat mirip dengan matanya. Yah, Glen pasti bisa membantunya mendapatkan surat izin Arren untuk membangun rumah susun. Jadi, dia katakan rencana-rencana yang telah dia agendakan pada pangeran utama Kerajaan Cahaya.

Glen adalah pendengar yang baik, sehingga setiap penjelasan Alisa dapat dia tangkap dengan sangat lengkap. Glen mempromosikan diri akan membantu Alisa. Tentu hal itu disambut baik oleh Putri Istana Tulip. Semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam agenda pembangunan rumah susun dan pemberian kerja kepada para perempuan, akan lebih cepat dan bekerja maksimal.

Setelah dipastikan Glen akan bicara pada Arren mengenai surat izin pembangunan, barulah Alisa kembali ke Istana Tulip dengan perasaan yang sedikit lebih lega. Diikuti Naesha yang sengaja menunggu di luar, Putri Istana Tulip menceritakan rencana-rencananya itu kepada Naesha.

Tentu Naesha sangat menyambut antusias niat baik sang putri. Itu rencana yang mulia dan Naesha menawarkan diri sebagai tenaga pengajar untuk mendidik anak-anak, maupun remaja dan dewasa yang berniat belajar menulis dan membaca.

Semakin banyak perempuan yang pandai baca tulis, akan semakin kecil peluang suksesnya rumah lelang wanita. Alisa sangat ingat akan penglihatan menyedihkan tersebut, di mana orang-orang distrik pembuangan sampah, khususnya para perempuan mulai anak-anak hingga dewasa ... dibawa paksa menuju rumah lelang wanita.

Dengan berdirinya rumah susun, pastilah kemungkinan peluang rumah lelang wanita ditutup semakin besar. Rumah lelang wanita di pasar ilegal tentu tersembunyi dan sangat rahasia. Alisa berniat mematikan usaha itu perlahan-lahan, daripada menghancurkan sekali dobrak akan menjadi tidak menarik.

*

Kereta yang ditarik empat kuda bersurai putih berisikan sosok tampan pemilik sepasang bola mata kuning emas, yang menyorot syahdu pada bulan yang menggantung di cakrawala. Pada pemberhentian, dia melompat turun dan meminta kusir memasukkan kereta kuda ke tempat biasa, kemudian melepas kuda pada kandangnya.

Archard menutup pintu, melepas rompi dan memberikannya kepada salah saorang pelayan untuk dicuci. Lelaki bemata kuning emas mencium pipi wanita paruh baya yang menunggu kedatangannya. Ibu Archard, tetapi bukan ibu kandung. Wanita itu adalah istri kedua Count Alexander, pengganti ibu kandung Archard yang meninggal saat melahirkan Archard.

"Bagaimana pertemuanmu dengan Yang Mulia Putri Alisa, Chard?"

"Lancar, Ibunda. Apa Anda telah makan malam?"

Countess Alexander mengangguk, menggandeng Archard menuju ruang makan. "Ibunda sudah makan bersama Ayah. Sekarang Adikmu sedang makan sendirian," katanya menatap perempuan yang usianya tujuh tahun lebih muda dari Archard, tentu itu adalah adik satu ayah berlain ibu dengannya.

Countess Alexander menarik kursi, meletakkan piring di meja Archard, mulai menyendok nasi ke piring lelaki itu beserta lauk pauk lengkap dengan sayuran. Seukuran ibu tiri, Haeva sangat baik dan begitu menyayangi Archard seperti anak kandungnya sendiri.

"Bagaimana sekolahmu, Freya?"

Perempuan berambut hitam sebahu menatap Archard dengan senyuman. Meneguk air putihnya sebelum menjawab, "Tidak ada yang menarik, Kak. Sama seperti biasa. Sangat membosankan!"

"Selalu saja begitu," sela Haeva disambut cengiran oleh Freya.

Archard bilang, "Belajarlah dengan baik, Freya. Jika kamu mendapat peringkat tertinggi dan bergelar lulusan terbaik, akan Kakak beri hadiah yang tidak pernah kau duga."

Mata Freya berbinar senang, mengangguk antusias dan berjanji tidak akan mengecewakan sang kakak, terumata ibu dan ayahnya.

"Anak pintar," ucap Haeva mengacak rambut hitam sebahu putrinya, mengemasi piring kosong Freya ke tempat pencucian.

Haeva bersyukur Archad menganggapnya sebagai seorang ibu, dan menyayangi Freya sebagai seorang adik walau lahir dari rahim yang berbeda. Tadi, saat mendengar Archard mendapat undangan minum teh dari Alisa, Haeva sedikit sangsi karena keduanya terkenal akan persaingan yang ambisius.

Kekhawatirannya luruh saat Archard pulang dengan raut gembira walau dingin seperti biasa lebih kentara. Delapan belas tahun itu sudah cukup bagi Haeva mempelajari raut wajah Archard. Walau tidak ada perubahan berarti, tapi dia tahu bila Archard sedang marah, sedih, kesal, bahagia, atau perasaan lainnya.

"Ibunda, sepertinya beberapa hari ke depan aku akan sangat sibuk dan pulang larut malam."

*

Pasaman Barat, 12 Juni 2022

Merampas Nyawamu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang