PROLOG

260 29 5
                                    

PROLOG
.
.
.

WANITA adalah anugerah dari Tuhan teruntuk kaum lelaki. Namun, tidak sedikit dari kaum lelaki pada suatu peradaban menganggap wanita itu sebagai beban. Ya, memang dari segala hal ... kaum lelaki tampak lebih menjanjikan dibanding wanita. Akan tetapi, apakah ada lelaki sukses dan berpangkat tanpa wanita hebat yang berdiri di belakangnya? Tidak!

Dilecehkan, diperjualbelikan, direndahkan, diabaikan, dan lebih menyakitkan ... dianggap sebagai sampah. Wanita seperti sebuah permainan, yang di mana saat bosan ... ditinggalkan begitu saja. Atau yang lebih menyedihkan, dibuang ke tempat yang tidak layak untuk disentuh.

"Mawar Merah! Dilelang dengan harga awal seribu koin emas!"

Wanita ... ah ... bukan, dia masih seorang gadis usia belasan tahun. Tampak cantik jika saja wajah tak bernoda tanah maupun debu, atau setidaknya tidak ada lebam di wajahnya yang putih bercahaya. Tangisannya tiada berhenti walau air mata tidak lagi meluncur deras.

Tatapan penuh nafsu para lelaki pemangsa gadis belia, menawarkan harga yang lebih tinggi. Seribu seratus koin emas, seribu dua ratus koin emas, seribu tiga ratus lima puluh koin emas, sampai akhirnya dua ribu lima ratus koin emas adalah harga paling tinggi dari seorang lelaki  bertopeng rubah hitam. Tatapan dinginnya begitu mematikan, menyorot tajam pada si Mawar Merah.

"Mawar Merah milik Tuan Rubah Hitam," teriak pemilik acara lelang sambil menyerahkan si Mawar Merah kepada pemilik barunya.

Lelaki bertopeng rubah hitam menyeringai, mencengkeram dagu Mawar Merah dengan tatapan lapar. "Kau milikku, Mawar Merah."

Sementara itu, Mawar Merah tampak gemetaran dan mencoba mengalihkan perhatian dari sepasang bola mata kuning emas milik lelaki yang telah berhasil melelangnya. Di mana harkat perempuan di mata lelaki? Sebegitu murah dan rendahkah?

Mawar Merah hanya bisa menghina ketidakadilan takdir, menyalahkan ibunya yang mengapa melahirkan dia sebagai seorang perempuan? Seharusnya dia dilahirkan sebagai seorang lelaki, bukan perempuan! Menyedihkan. Ini sama sekali tidak adil.

Sebelum acara lelang itu berlangsung kembali, pintu tempat pelelangan terlebih dahulu terbuka dengan suara dentuman yang kasar lagi keras. Semua mendapati seorang lelaki berambut hitam jelaga menyeret seorang wanita berkulit putih salju berhias lebam dan luka, wajah yang tergores luka tidak mengurangi kadar auranya yang memikat.

"Saya melelangnya dengan harga awal lima ribu koin emas," teriak lelaki tanpa topeng yang baru saja masuk menyeret wanita cantik, yang siapa yang tidak kenal akan mereka?

"Aku mohon," rintih si wanita mengiba belas kasih pada lelaki berambut hitam jelaga, yang kini menyeringai mendapati tawar menawar dengan harga yang semakin melambung tinggi.

"Lihat, walau dia tampak begitu menyedihkan, tapi dia tetap membuat hasratku bergejolak," celetuk salah satu dari penawar.

"Kenapa tidak bunuh saja aku, Suamiku?" tanya si wanita di sela suara tawar menawar dengan harga tinggi bergemuruh. "Setidaknya, jadikan aku budak di istana dibanding menjadi pemuas nafsu lelaki lain."

Suami? Lelaki itu suami dari wanita berambut cokelat gelap panjang yang kini tampak kusut itu? Benar! Mereka sepasang suami istri. Setidaknya dahulu, sebelum akhirnya topeng terkuak dan cerai terkata. Muncul banyak pertanyaan, di antaranya; siapa mereka hingga membawa nama istana? Siapa mereka sehingga dalam ruang pelelangan wanita itu ... semuanya tampak mengenal mereka berdua?

"Saya sudah tidak ingin melihat Anda berkeliaran di dalam istana saya, Mantan Permaisuri Raja Arsean," bisik si lelaki tanpa topeng yang kini terkuak identitas tentangnya.

"Sembilan ribu koin emas dengan sepuluh mutiara hijau, saya setuju!" teriak Arsean saat seorang lelaki menawarkan harga sembilan ribu koin emas ditambah sepuluh mutiara hijau untuk wanita yang telah membantu Arsean mendapatkan takhta. "Anda mendapatkan Permaisuri Alisa!"

Alisa menengadah, air matanya tiada henti luruh dan meluncur bebas. Beginikah caranya lelaki yang telah dia jadikan seorang raja dari seorang bangsawan rendah membalas jasanya? Keterlaluan memang. Alisa menatap lelaki bertopeng rubah hitam, mulai mengenali siapa pemilik sepasang bola mata kuning emas yang menyorot tajam itu.

Semua lelaki yang hadir berseru pasrah. Padahal, mereka begitu menginginkan Alisa. Sayang sekali, tampaknya lelaki bertopeng rubah hitam bukan dari bangsawan sembarangan. Sedari awal, dia adalah pelelang dengan harga yang tinggi. Mawar Merah sudah dia dapatkan, dan sekarang Alisa.

Lelaki bertopeng rubah hitam yang baru pertama kali menginjakkan kaki di ruang pelelangan wanita, pertama kali juga berhasil mendapatkan dua perempuan cantik dengan harga fantastis. Lelaki itu memberi kantong berisi sembilan ribu koin emas beserta sepuluh mutiara hijau, membiarkan Arsean pergi meninggalkan Alisa yang tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Saya tidak akan menyakiti Anda, Yang Mulia," bisik lelaki itu meyakinkan. "Saya tetaplah anjing setia kerajaan yang berada di pihak Anda."

Alisa tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Anjing setia kerajaan yang sudah lama tidak dia jumpai itu kini hadir di hadapannya, dalam ruang pelelangan wanita. Sungguh, takdir begitu rancu. Namun, Alisa sudah hancur, tidak lagi daksa yang remuk, tapi juga hati dan batin yang terkeping-keping.

"Saya tidak ingin hidup seperti ini, saya inginkan keadilan!" lirih Alisa berdiri dibantu lelaki bertopeng rubah hitam. "Saya tidak ingin hidup ini sia-sia. Saya ingin membalas para Pengkhianat itu. Andai saya menyadari dari dahulu, maka kerajaan tidak akan jatuh pada genggaman mereka. Saya ingin mengulang kehidupan ini lagi, Count Alexander! Jikalaupun Tuhan mengizinkan."

Dan, jauh di dalam inti sebuah hutan ... sinar hijau muda sebuah kristal memendar cerah, melingkupi alam semesta. Entah detik jam yang kembali mundur, entah ini adalah kehidupan selanjutnya. Yang pasti, ada kompromi antara semesta dengan takdir. Katanya, mari mengulang kisah!

*

Pasaman Barat, 12 Juni 2022

Merampas Nyawamu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang