Bab 15 : Dilarang Mengirim Surat Bagi Anda

87 23 0
                                    

Bab 15 : Dilarang Mengirim Surat Bagi Anda
.
.
.

"ADA apa, Adikku?"

Terperanjat, tersentak dari lamunan. Alisa menggeleng. "Tidak ada apa-apa, Kak."

Mengangguk mengerti, Glen berjalan ke arah jendela, menatap langit biru tanpa tabir awan setipis kertas kerjanya. Matahari bersinar terang, sangat terang sekali sehingga membentuk bayangan pada benda-benda padat.

"Kamu seperti memikirkan sesuatu saja."

"Hanya memikirkan mimpi semalam, Kak. Mimpi yang terasa amat nyata."

Glen berbalik, menuju meja kerjanya dan duduk di kursi. Mengambil kertas-kertas yang diserahkan oleh Arren, dia menjawab, "Kadang mimpi memang sangat terasa nyata, Adik. Kadang kita merasa memang mengalaminya, tapi itu hanyalah bunga tidur. Baik buruknya hanya akan berlaku di alam mimpi."

Hanya diam, Alisa memainkan sendok pada cream dalam gelas. Mimpi? Apakah dia hanya bermimpi bertemu dengan seorang perempuan bersayap hijau lebar dan besar, lalu memberikannya sebuah kalung dengan bandul kupu-kupu kristal hijau. Namun, jikalau pun bukan sekadar mimpi, dia tidak menemukan kalung itu di mana-mana.

'Sudahlah, mungkin memang hanya mimpi saja.'

Alisa berjalan menuju pintu ruang kerja Glen. "Kak, aku butuh angin segar. Lanjutkan saja kerjamu."

"Hu'um."

Alisa mengangkat gaun kembangnya, sangat menyusahkan bagi dia yang suka gaun sederhana dan ringan. Saat menuruni tangga ke lantai satu, Alisa meluruhkan kedua pundaknya. Akan sangat sulit menuruni tangga dengan mengangkat gaun berat dan kembang. Ini salah Naesha yang menyarankan memakai gaun itu, gaun merah menyala yang menyebalkan.

Kata Naesha, dengan memakai gaun itu, pasti hari Alisa lebih menyenangkan dan mendapat hal-hal baik. Tersebab, gaun itu diperoleh dari sebuah keberuntungan, dan pastinya pula gaun tersebut akan membawa keberuntungan pula untuk Alisa.

"Dia masih saja mempercayai hal semacam itu," omel Alisa kesusahan menuruni tangga. "Hei, kau!" Seorang prajurit yang melintasi ruang satu berhenti, celingak-celinguk ke kanan-kiri-belakang. "Iya, Anda, Tuan Vens."

Ingat, Alisa ingat banyak nama orang lain dengan sangat kuat. Prajurit itu mendekat. "Tolong bantu saya turun tangga ini. Sangat sulit." Vens mengulurkan tangan, diterima baik oleh Alisa yang tanpa mengenakan sarung tangan sebagaimana kebanyakan putri kerajaan.

Siapa yang tidak gugup bersentuhan langsung dengan kulit seorang putri? Apalagi putri cantik yang auranya sangat memikat! Vens teramat gugup dan berulang kali memperingati agar Alisa berhati-hati.  Sesampai di lantai, Alisa mengucapkan terima kasih atas bantuan Vens, menunggui prajurit tersebut pergi dari hadapannya.

Alisa melihat Masyel sedang berjalan sembari berbincang dengan lelaki bermata kuning emas. Senyuman usil Alisa sangat menawan sekali dengan rencana mengajak Archard pergi dari istana, menemaninya berburu. Kedua pangeran itu hendak ke atas, menuju ruang kerja Glen, tetapi berhenti saat melihat Alisa.

"Sepertinya aku harus sendiri ke atas," kata Masyel mengerti akan kode kedipan yang diberikan Alisa. Tanpa mempedulikan Archard yang protes, Masyel lebih takut akan adik seayahnya daripada lelaki Pewaris Utama Count Alexander.

Alisa tersenyum penuh kemenangan, menatap Archard yang mendesah kecewa. Alisa menumpu lengannya di pegangan tangga, berucap, "Mau jalan-jalan bersamaku ke hutan, Tuan Muda Archard?"

Sebelah alis mata Archard terangkat. Tidak adakah tempat yang lebih romastis dibanding hutan yang penuh serangga? Ke restoran misalnya.

"Percuma saja bila saya menolak bukan, Yang Mulia?"

Merampas Nyawamu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang