Bab 29 : Perkataan di Sela Duel
.
.
.ALISA mengusap bilah pedangnya yang tajam, tidak peduli bila senjata itu nantinya akan melukai. Di arena perlombaan, Masyel sedang berduel dengan Glen. Belum ada yang tumbang, masih imbang. Ella--Putri Istana Lili beranggapan bahwa Glen hanya ingin memain-mainkan Masyel sebelum mengalahkannya secara telak, trik yang sama seperti tahun sebelumnya.
Alisa tidak khawatir, toh ... Glen tidak akan menghabisi nyawa pangeran kedua Kerajaan Cahaya. Ini hanya perlombaan, bukan peperangan. Memasukkan pedang pilihan ke sarungnya, Alisa memperhatikan dua lelaki yang dia sayangi di arena lomba saling menangkis dan menyerang.
"Apa kamu yakin akan ikut berlomba, Putri Alisa?"
Tanpa menoleh pada sumber suara, Alisa menyahut, "Jangan meremehkan aku hanya karena tahun-tahun sebelumnya aku ini tidak ikut berlomba, Putri Riana."
Riana mengepalkan tangan, menatap Glen yang berusaha menumbangkan Masyel. Dua pangeran yang sama-sama gigih dalam memenangkan perlombaan, membawa harum nama istana masing-masing.
"Aku hanya takut kamu terluka, Putri Alisa. Aku tahu kamu kuat dan berani, tapi bidangmu hanyalah senjata panah."
Tiga putri lainnya tidak tahu mengapa Riana seperti meremehkan kekuatan Alisa walau pertamanya diiringi kata 'takut'. Ketiganya hanya diam mendengar, enggan menengahi karena jika salah kata ... bisa-bisa mereka yang terluka.
"Aku hargai rasa simpatimu, Putri Riana. Tapi, kita lihat saja di arena perlombaan. Apa aku bisa bermain pedang atau hanya melakukan tarian penghibur? Yang pasti, kamu harus siap-siap menanggung kekalahan karena kebetulan yang duel adalah kau dan aku setelah ini."
*
Setelah duel antara Glen dan Masyel yang dimenangkan Glen, tentu saja, waktu jeda diberikan seperempat jam. Alisa ingin mengambil sesuatu di istananya. Sapu tangan pemberian Rahwan, kata lelaki berusia dua abad itu atau lebih tepatnya sebagai permohonan agar Alisa memakainya saat berlomba.
Yah, sedikit berlebihan memang, tapi kata Rahwan sepadan dengan pemanggilan nama 'Kea' sebagai ganti nama 'Wanita Terkutuk' terhadap penunggu inti hutan. Tidak masalah, Lagipula hanya selembar sapu tangan, bukan? Rahwan tidak akan memberikan sihir pemikat pada sapu tangan itu untuk seukuran orang yang dipercaya.
Saat Alisa menutup kembali pintu kamar setelah masuk, dia dikejutkan oleh sebuah tarikan. Dan, punggungnya menabrak dinding. Dia dikunci dalam sebuah kurungan. Itu bukanlah hal yang buruk, karena kaget berubah jadi selengkung senyuman.
"Pantas saja aku mencium aroma anggur, ternyata dirimu, Tuan Arogan."
Archard tertawa kecil, mendekatkan wajahnya pada wajah Alisa sehingga napasnya menyapu wajah perempuan bermata hijau muda tersebut.
"Saya menunggu jawaban Anda, Yang Mulia."
Alisa tidak memberontak, menikmati pahatan rupawan lelaki yang mengurungnya dalam sebuah kuncian dari jarak dekat seperti itu. Menikmati wajah Archard yang mulus tanpa sebuah jerawat atau bekas jerawat. Hingga sebuah tanya tanpa sadar keluar dari mulutnya.
"Apa rahasia remajamu sehingga tidak ada jerawat di wajahmu, Chard?"
Archard mendecih kesal. "Jangan mengalihkan pembicaraan, Yang Mulia."
Alisa mengerjap lucu, baru sadar akan pertanyaannya barusan. "Maaf, pertanyaan itu keluar begitu saja."
"Jadi, apa jawaban dari pertanyaan kemarin?"
Pertanyaan yang dilontarkan Archard teruntuk Alisa kemarin di saat mereka sedang berbincang di taman Istana Tulip. Archard yang tersudutkan dengan pertanyaan Alisa mengakui bahwa dia memang benar mencintai Alisa sedari pertama bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merampas Nyawamu (Tamat)
FantasyAPA ada lelaki sukses tanpa seorang wanita hebat yang berdiri tegap di belakangnya? Tidak! Wanita adalah tulang rusuk yang membuat lelaki kokoh berdiri. Lantas, mengapa Arsean malah membuang Alisa di tempat pelelangan wanita? Apa itu perbuatan terho...