Bab 18 : Hampir Saja

86 20 0
                                    

Bab 18 : Hampir Saja
.
.
.

"MULAI latihan!"

Alisa berjalan menjauhi Arsean tanpa berucap apa pun, meraa cukup kali ini untuk menggoda amarah Reala. Dia meminta Naesha untuk memperhatikan kedua orang itu. Sementara dia mulai menjelaskan berbagai teknik kepada para prajurit. Menjelaskan secara rinci teknik-teknik yang dimiliki enam istana lainnya dalam bertarung dengan pedang.

Sejauh perkataan Alisa, mereka jadi tahu bahwa Putri Istana Tulip bukan hanya sekadar menonton saja, melainkan melihat, memperhatikan, dan mempelajari. Arsean sendiri dibuat takjub akan ingatan dan cara penjelasan Alisa sampai-sampai tiada mengalihkan perhatian dari wajah cantik Alisa. Ah ... apa barusan? Cantik? Sejak kapan Arsean mengakui bahwa perempuan itu cantik?

Reala menggertakkan gigi, mengentakkan kaki dan pergi dalam keadaan marah. Arsean melihat, tetapi mana mungkin dia mengejar Reala dalam keadaan seperti itu? Naesha memangku tangan, duduk bersimpuh di atas lantai. Dia sangat menikmati permainan ini! Sangat menikmati!

"Saya tahu, mereka selalu menggunakan teknik yang sama bertahun-tahun ini. Namun, kalian pun harus tahu, di balik pemenang ... selalu ada teknik yang disembunyikan sebagai senjata pamungkas. Untuk itu, masing-masing kalian harus memiliki teknik khusus untuk menjadi pemenang."

Apa boleh dikatakan bahwa Alisa yang sekarang tampak begitu ambisi dari Putri Alisa yang mereka kenal selama ini? Jadi, latihan yang selama ini dilakukan Putri Istana Tulip adalah persiapan untuk menjadi juara tahun ini? Pengamatan dan membiarkan Istana Tulip selalu berada di urutan kedua terakhir adalah persiapan untuk mengejutkan semua orang?

Pun latihan-latihan berat yang diberikan Alisa kepada tujuh belas prajurit adalah bentuk persiapan fisik dan mental melawan sang juara bertahan? Waw, para prajurit menatap kagum akan sang tuan putri. Semangat, kepercayaan diri, dan ambisi yang dimiliki Alisa tertanam seketika di dalam rongga dada mereka.

"Kekalahan kalian dalam melawan saya kemarin bukanlah titik kegagalan, tetapi akar untuk menjadi tanaman yang kokoh. Saya ingin melihat, tanaman yang kokoh itu tetap akan berdiri walau badai menghantam, ataupun gelombang besar menyapu. Saya ingin lihat, tanaman itu akhirnya berbunga. Bunga yang mekar dan harum, membawa keharuman bagi Istana Tulip."

Para prajurit mengangguk mengerti. Mulai melakukan pemanasan dan melalukan gerakan dasar, menguatkan fisik, melakukan duel, menendang lawan, mengayunkan pedang dengan benar, dan semua pergerakan yang diajarkan oleh Alisa.

"Walau ada teman maupun saudara kalian di dalam arena perlombaan nantinya, jangan ragu untuk menyerang dan melukai. Tersebab, di arena lomba ... kawan maupun saudara adalah lawan. Dan, lawan harus dikalahkan."

Mungkin kalimat itu terdengar sedikit kejam? Namun, bagi Alisa itu adalah sebuah untaian kata yang mampu membuat hati Arsean bergetar ketakutan. Nah ... jangan lupa, jika perlu buat lawan merintikkan darah dan menodai tanah arena. Putri mereka tampak terlihat buas, bukan?

"Sekarang, istirahatlah! Akan saya dongengkan sebuah kisah yang indah."

*

Arsean menutup pintu sebuah kamar, memeluk kekasih gelapnya dengan penuh perasaan. Reala menumpahkan tangisan di pelukan Arsean, menumpahkan segala sesak di dada.

Mengusap lembut penuh kasih kepala kekasihnya, Arsean memejamkan mata, menghirup dalam-dalam aroma rambut Reala yang kusam dan kering. Sepertinya perempuan itu sudah lama tidak keramas dan berada di bawah terik matahari.

Pelukan terurai, Arsean mengusap air mata Reala yang mengaliri pipi. "Sudah, jangan menangis. Hum!"

"Dia sangat kejam, Arsean. Dia mengekangku di sini. Dia membuatku seperti hewan sehingga tidak boleh ke mana-mana. Dia membuat leherku diikat tali kekang. Jika aku melanggar ... maka aku akan tercekik dan lenyap!"

Merampas Nyawamu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang