Bab 4

114 5 3
                                    

Akhirnya, bel pulang pun menggema. Membuat tidur Syazwa di kantin ini langsung terhenti. Dengan bersemangatnya, Syazwa meninggalkan kantin tersebut dan hendak menuju kelasnya.

Di tengah perjalanannya, Syazwa tiada henti untuk melihat-lihat sekitaran sekolahnya yang dia lewati. Entah apa yang berusaha dia lihat, namun yang pasti gadis itu terlihat begitu santai. Sampai pada akhirnya, bugh!

Lagi-lagi, Syazwa menabrak seorang laki-laki. Dan lagi-lagi, itu adalah Ehan.

"Iih! Ja- Lo?!" ucap Syazwa terkejut akan siapa lagi yang dia tabrak.

"Kamu?" bingung Ehan. Kenapa harus gadis ini lagi, sih? batinnya.

"Bagus deh, gue ketemu lagi sama lo."

"Kenapa?" dingin Ehan, yang sangat malas untuk melayani gadis seperti Syazwa ini.

"What? Lo pakai nanya lagi? Lo itu buta atau gimana, sih? Gara-gara lo, kaki gue sakit!" ketusnya, seraya menampilkan kakinya yang memerah akibat ulahnya sendiri.

"Astaghfirullah!" istighfar Ehan yang malah memalingkan wajahnya, di saat gadis itu dengan sengajanya menyingkapkan rok panjangnya itu, hingga menampilkan lututnya.

"Yaa Allah, maafkan hamba!" batinnya, benar-benar merasa salah akan apa yang sudah dia lihat tadi.

"Sudah? Saya tidak ada waktu untuk siswi seperti kamu ini. Permisi!" ucapnya, pergi begitu saja untuk kedua kalinya.

Namun, belum juga langkah Ehan mulai, Syazwa sudah dahulu menarik baju lelaki itu, membuat Ehan mengurungkan niatnya. Namun, dengan cepat, dia langsung menghempaskan tangan Syazwa yang sudah lancang.

"Jaga etikamu! Saya ini adalah gurumu di sini!" bentak Ehan benar-benar naik pitam.

"Ha? Gue gak dengar! Dan gue gak peduli!" jawab Syazwa yang malah menjulurkan lidahnya kepada Ehan.

"Kamu?!" kesal Ehan. Namun, langsung dia tahan akan teringat, jika dia tidak boleh terpancing emosi begitu saja.

"Kenapa? Kesal? Gitu aja udah kesal. Lo kira gue gak lebih kesal apa?" ketus Syazwa lagi. Membuat Ehan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Okay, sekarang kamu mau apa?" tantang Ehan, namun sama sekali tak ingin menatap Syazwa.

"Gue mau lo-"

"Wa!" panggil Aina, menghentikan ucapan Syazwa.

"Iih, lo ngapain sih, Na?" kesal Syazwa.

"Nih, ayo pulang! Maaf Pak, kami pulang duluan," pamitnya langsung menarik Syazwa begitu saja. Dan tidak lupa menunduk sopan kepada Ehan yang sedari tadi berada di hadapan mereka.

"Ih, Na! Lo apa-apaan, sih?" kesal Syazwa, menghempaskan tangan Aina di saat mereka sudah berada diparkiran.

"Kamu bilang apa-apaan? Wa! Itu tadi guru pengganti pak Burhan! Dia itu guru kita. Gak sopan kamu bicara kaya gitu! Apalagi pakai logat lo dan gue kaya gini!" bentak Aina yang benar-benar tidak bisa lagi menahan amarahnya dengan sikap Syazwa.

"Gue gak peduli! Mau sekali pun dia itu kepala sekolah, gue gak peduli! Salah dia sendiri, ngapain udah buat gue bad mood gini. Dan asal lo tau, lo gak ada hak buat narik-narik gue kaya gini!"

Deg.

"Wa! Aku cuma gak mau kamu bersikap kaya gini! Ini gak sopan, Wa!" jelas Aina lagi, namun tetap saja tidak dimengerti oleh Syazwa.

"Udah ya, Na! Gue capek! Gue capek harus dengarin ceramah lo kaya gini terus. Lo selalu aja nyalahin apa yang gue lakuin. Ini salah, itu salah. Apa sih, yang bisa buat lo itu anggap gue benar sekali aja?!"

"Yaa Allah, Wa! Aku bukan nyalahin kamu. A-"

"Terus, apa kalau bukan nyalahin? Menyatakan fakta? Iya?"

"Gak-"

"Terserah, Na! Aku udah capek dengan persahabatan kita ini." Akhirnya, dengan mood yang benar-benar buruk, Syazwa pergi begitu saja dan meninggalkan pekarangan sekolah ini bersama dengan mobilnya.

"Wa!" panggil Aina. Namun, sama sekali tak dihiraukan oleh Syazwa. Sehingga, membuat air mata yang sedari tadi berusaha Aina tahan, tak dapat lagi dia bendung.

"Kamu kenapa gini sih, Wa? Kenapa kamu berubah kaya gini?" batinnya benar-benar kecewa.

"Hei, apa yang terjadi?" tanya seseorang mengejutkan Aina.

"Eh, Pa-Pak Ehan. E-enggak apa-apa, Pak," alibinya.

"Kalian ada masalah?" tanya Ehan yang tidak percaya akan pernyataan Aina.

"Tidak Pak. Tidak apa," alibi Aina lagi.

"Kalau ada masalah, selesaikan dengan baik-baik. Jangan sampai ada yang termakan hasutan setan. Sebab, yang saya lihat, kalian itu sudah lama berteman, bukan? Pasti sudah saling mengenal antara satu sama lain."

"Dan saya sarankan, lebih baik jika masalah kalian diselesaikan dengan kepala dingin, daripada menunggu berhari-hari. Karena, lebih saja dari tiga hari, itu sudah bisa mendatangkan dosa."

"Iya Pak. Sebelumnya makasih, Pak. Dan sepertinya saya harus pulang sekarang Pak, permisi!" pamit Aina yang langsung berlalu dari sana. Bukannya tidak sopan, tapi Aina hanya tidak ingin memperkeruh perasaannya saat ini.

Jujur saja, ada hal aneh yang dia rasakan di saat bertemu Ehan. Apalagi, dengan Ehan yang berbicara dengannya tadi. Walaupun, tidak saling bertatapan, namun tetap saja itu tidak baik untuknya.

"Astagfirullah!" batinnya.

Exploring Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang