Bab 22

96 6 0
                                    

Tit!

Syazwa terperanjat. Bisa-bisanya sebuah mobil sudah berada di belakangnya saat ini. Dengan kesalnya Syazwa membalikkan badannya. Menatap kaca mobil itu dengan tangan yang berada di kedua pinggangnya.

Tit ...

"Siapa sih?" kesal Syazwa. Lalu, berjalan ke arah pintu kaca kemudi.

Tok, tok!

"Lo siapa sih? Bisa-bisanya lo bikin gue kaget."

Sret!

Kaca mobil itupun terbuka dan menampilkan Ehan yang saat ini menatap gadis itu dengan senyuman manisnya.

"Bapak?" terkejut Syazwa.

"Kenapa?"

"Bapak ngapain ke sini?"

"Seharusnya saya yang tanya, kamu ngapain ke sini?"

"Ih, Bapak gimana sih, ini kan rumah saya."

"Masih ingat rumah juga kamu."

"What?"

"Sudah, sana buka gerbangnya!"

"Gak, enak aja. Bukan sendirilah! Manja banget!" Tanpa peduli, Syazwa masuk ke dalam pekarangan rumahnya, tanpa membukakan gerbang untuk mobil Ehan.

"Syazwa!" teriak Ehan yang sama sekali tidak dipedulikan oleh Syazwa.

"Astaghfirullah, sabar Ehan."

...

"Assalamualaikum!" salam Syazwa memasuki rumahnya itu. Syazwa begitu merindukan ini semua. Lagi-lagi, tanpa diminta, air mata Syazwa meluruh begitu saja.

"Ummy, Abi! Awa pulang!" teriak Syazwa dengan menahan isakannya.

Tak lama kemudian, seorang wanita tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Ummy," lirih Syazwa, menghentikan langkah Aletta. Terlihat jelas, Aletta begitu terkejut melihat kehadiran putrinya saat ini.

"Ummy," lirihny sekali lagi dan menghampiri Aletta, lalu memeluk wanita itu dengan begitu eratnya.

Aletta yang baru sadar akan kehadiran putrinya, langsung membalas pelukan itu tak kalah eratnya. "Syazwa?" lirih Aletta mulai beruraikan air mata.

"Kamu ke mana saja, Nak?" tanya Aletta, melepaskan pelukan itu.

"Awa gak ke mana-mana kok, Awa masih ada di sini."

"Tapi, kenapa kamu tidak kembali ke rumah, Nak? Asal kamu tau, Ummy merindukanmu. Begitu juga dengan Abimu yang beberapa hari ini kurang sehat."

"Abi sakit?" terkejut Syazwa. Aletta hanya mengangguk, membuat Syazwa langsung berlari menuju anak tangga. Menaiki anak tangga itu secara satu persatu dengan perasaan yang tak menentu.

"Assalamualaikum," salamnya memasuki kamar yang hanya dihuni oleh seorang lelaki yang tengah memejamkan matanya di atas kasur sana.

"Abi," lirihnya, mulai mendekati lelaki tersebut.

Melihat kondisi Hevan yang seperti ini, membuat Syazwa tak kuasa lagi untuk menahan air matanya. Jujur, dia merasa bersalah saat ini. Andai saja dia bisa menuruti semua perkataan Hevan waktu lalu, mungkin dia tidak akan melihat Hevan terbaring seperti ini sekarang.

Perlahan-lahan, mata Hevan terbuka. Sayup-sayup, dia seperti melihat kehadiran putrinya di hadapannya dan itu membuat Hevan berusaha bangkit dari posisinya. Syazwa yang melihat pergerakan abinya pun langsung membantu Hevan dengan hati-hati.

Exploring Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang