Bab 29

107 6 0
                                    

"Pak," panggil Syazwa menghampiri Ehan yang tengah sibuk akan laptopnya.

"Iya?" tanya Ehan tak mengalihkan pandangannya.

"Awa tidur di mana? Ngantuk," keluh Syazwa yang berhasil mengalihkan pandangan Ehan dari laptopnya.

Melihat Syazwa yang sudah sayu seperti ini membuat Ehan merasa tidak tega. Segera mungkin dia menyingkirkan laptop itu ke atas nakas, lalu menepuk sisi sebelahnya yang kosong. "Sini, tidur sebelah saya!"

"Loh, gak pa-pa?"

"Ya gak pa-pa, kamu kan istri saya Syazwa. Ayo, sini!" titah Ehan yang akhirnya langsung dituruti oleh Syazwa.

Syazwa langsung saja menghampiri Ehan dan langsung berbaring di sebelah lelaki itu.

"Eh, baca doa dulu!" ingat Ehan, membuat Syazwa menepuk jidatnya sendiri.

"... Aamiin," akhirnya.

"Cepat banget doanya," ucap Ehan geleng-geleng kepala dan sang empu hanya cengiran tidak jelas. Lalu, mulai menutup matanya begitu saja.

"Saking lelahnya ya, humayraku sampai langsung tidur gini." Ehan hanya bisa senyum-senyum sendiri menatap wajah istrinya ini. Di saat seperti ini, Syazwa terlihat sangat cantik, apalagi dengan balutan jilbab instan di kepalanya.

"Tidur yang nyenyak ya cantik!" Akhirnya, Ehan ikut membaringkan tubuhnya dan mulai menarik selimut untuk dirinya dan Syazwa. Lalu, mulai menyelami dunia mimpi bersama dengan kekasih hatinya.

...

Puk puk puk!

"Loh, kok kosong?" monolog Syazwa yang masih memejamkan matanya.

Merasakan tidak ada siapapun di sampingnya, gadis itu langsung saja membuka matanya dengan susah payah.

"Loh, pak Ehan ke mana? Apa jangan-jangan semalam dia tidak tidur di sini, ya? Tapi, masa iya?" monolognya lagi.

"Alhamdulillah, istri saya sudah bangun, hm?" imbuh seseorang tiba-tiba. Membuat Syazwa langsung membalikkan tubuhnya menatap Ehan.

"Eh, kenapa natapnya gitu?" heran Ehan. Lalu, menghampiri istrinya itu.

"Bapak semalam tidur di mana? Kenapa pas Awa bangun gak ada di sebelah Awa?" Mendengar pertanyaan Syazwa bukannya langsung dijawab, melainkan malah tertawa.

"Ih, Bapak kenapa ketawa, sih? Awa gak ngelawak, loh!" ketusnya.

"Bapak ih!" kesalnya yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Ehan.

Merasa Syazwa sudah badmood langsung membuat Ehan menghentikan tawanya, lalu menatap istrinya itu dengan lembut.

"Jangan natap Awa gitu, jawab pertanyaan Awa!"

"Yaudah, iya saya jawab. Semalam saya gak tidur di mana-mana, saya tidur di sebelah kamu, kok."

"Terus, kenapa Bapak tadi pagi gak ada?"

"Saya lagi nyiapin sesuatu yang spesial buat kamu."

Syazwa tak lagi merespon, gadis itu langsung mendekatkan hidungnya pada tubuh Ehan yang sepertinya bau asap dapur.

"Hei, kamu ngapain?" tanya Ehan.

"Bapak habis masak, ya?" Dengan polosnya Ehan malah mengangguk begitu saja.

"Ih, Bapak kenapa gak bangunin Awa aja, sih? Kalau dapurnya berantakan gimana? Pasti berabe ini. Bapak ih, ngeselin banget pagi-pagi gini."

"Gimana mau bangunin kamu, kamu tidurnya ngorok gitu."

"Ha? Ih, Awa gak pernah ngorok loh!"

"Masa? Trus kenapa ada ilernya itu?"

"Ha? Masa? Ih, Bapak! Awa malu!" ucapnya langsung mengusap-usap sekitar ujung bibirnya.

"Iya loh!" Tanpa Syazwa sadari, Ehan sudah gemas melihat tingkah istri kecilnya ini. Bisa-bisanya Syazwa terlihat polos seperti ini.

"Masih ada gak, Pak?" tanyanya.

"Sini, coba saya lihat!" Dengan patuhnya Syazwa langsung memajukan wajahnya.  Dengan intensnya Ehan memperhatikan wajah Syazwa, hingga mata mereka pun saling beradu. Tidak ada yang berniat untuk memutuskan kontak mata itu, hingga akhirnya senyuman Ehan muncul begitu saja.

Cup!

Dengan santainya, Ehan mengecup sudut bibir Syazwa. Membuat gadis itu langsung terdiam dan membeku di tempatnya.

"Ba-bapak?" ucapnya terbata-bata, seakan-akan terlihat syok dengan tindakan Ehan tadi.

"Kenapa, hm?" tanya Ehan yang malah memunculkan semburat merah di pipi gadis itu.

"Loh-loh, ini kenapa bisa merah gini?" tanyanya semakin gencar mengerjai Syazwa dengan mengelus-elus lembut pipi gadis itu.

"Jangan pegang-pegang Awa, ih!" ucap Syazwa langsung menjauh dari Ehan.

"Loh, kenapa?" heran Ehan yang semakin mendekat pada gadis itu.

"Bapak! Jangan ih!" kesal Syazwa, langsung melempari wajah Ehan dengan bantal.

"Hahaha ... ya sudah, sekarang kita sarapan, yuk!"

"Mau sarapan apa? Awa kan belum masak," jawabnya dengan polosnya.

"Kan saya sudah masak Syazwa."

"Oh iya, hehehe ... lupa," cengirnya tanpa dosa. Untung saja Ehan itu orangnya penyabar, jadi tidak akan marah dengan kelakuan istrinya ini.

"Yuk!" Ehan pun mengulurkan tangannya kepada Syazwa. Namun, gadis itu sama sekali tidak menyambutnya. Melainkan, memilih untuk turun dari kasur sendirian.

"Benar-benar kamu ini, ya!" ucap Ehan yang langsung mengejar Syazwa yang berlari keluar dari kamar.

Setibanya di meja makan, mata Syazwa benar-benar dikejutkan dengan masakan yang ada di atas meja ini.

"Bapak, ini semua Bapak yang buat?" tanyanya kepada Ehan yang baru saja datang.

"Iya, kenapa?"

"Banyak banget," keluh Syazwa yang langsung mendapatkan elusan lembut pada kepalanya dari Ehan.

"Kalau kamu ngerasa kebanyakan, dibawa ke sekolah aja, buat bekal siang nanti."

"Ta-"

"Gak pa-pa kok, kalau mau bagi-bagi juga gak pa-pa dilebihkan saja bawanya."

"Benar nih?" Ehan pun mengangguk mantap. Lalu, menarik kursi untuk diduduki oleh Syazwa.

"Aduh, berasa jadi tuan putri, deh."

"Kan kamu memang tuan putri."

"Tuan putri apa coba?"

"Tuan putri yang sudah berhasil merenggut hati pangeran," jawab Ehan ngasal.

"Hati pangeran siapa memangnya?" tanya Syazwa dengan menatap Ehan intens.

"Ya saya, lah. Memang siapa lagi? Ada yang lain? Siapa namanya? Sini suruh berhadapan dengan saya!"

"Eh, kok langsung emosional, sih?" ucap Syazwa yang langsung diakhiri akan kekehan kecilnya.

"Sudah, ayo makan sekarang!"

"Siap Paksu!"

"Saya gak pernah tau, takdir terbaik apalagi yang akan Allah berikan pada saya setelah ini Syazwa. Melihatmu seperti sekarang ini sudah jauh dari kata terbaik bagi saya."

Exploring Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang