"Astaghfirullah!" Lagi-lagi, Syazwa bermimpi tentang hal itu.
"Yaa Allah, apa sebenarnya ini?" lirihnya yang kini telah dipenuhi akan butiran keringat.
"Wa!" panggil Syafira dari luar kamarnya.
"Eh? iya Mba, sebentar!" teriaknya, langsung bangkit dari posisinya. Membukakan pintu kamar untuk Syafira yang berada di luar kamarnya.
"Kenapa Mba?" tanyanya, di saat berada di hadapan Syafira.
"Itu, adik sepupu Mba udah nungguin kamu di bawah. Katanya ada hal penting."
"Ada hal penting? Penting apa Mba?"
"Ya, Mba ndak tau toh. Mending kamu tanya langsung. Tapi, sebelum itu lebih baik kamu siap-siap aja dulu, bentar lagi juga mau berangkat, kan?"
"Em ... yaudah Mba, makasih ya."
"Iya sama-sama, kalau gitu, Mba lanjut masak dulu, ya. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam!" Setelah itu, Syazwa kembali menutup pintu kamarnya. Lantas, membersihkan dirinya dan menunaikan kewajibannya. Setelahnya, barulah dia turun ke bawah dengan seragam dan tas sekolah yang melekat pada bahunya.
"Bapak ngapain pagi-pagi udah ke sini?" tanya Syazwa to the point.
"Memangnya salah jika saya berkunjung sepagi ini?" tanya Ehan datar.
"Em ... maksud saya bukan gitu, Pak. Sa-"
"Saya hanya ingin memberikan ini. Saya harap kamu akan menggunakannya." Ehan pun menyodorkan sebuah buku tebal yang terlihat sudah lusuh kepada Syazwa.
"Ba-"
"Ini adalah buku lama saya, kamu bisa memakainya untuk kebutuhan belajar kamu."
"Ta-"
"Nilaimu begitu rendah sebelumnya, bukan? Maka, giatkanlah dirimu untuk belajar. Dan buku ini pasti akan membantumu. Kalau gitu saya permisi dulu, saya harus menghadiri rapat pagi ini," pamit Ehan seraya menyodorkan tangannya kepada Syazwa, membuat gadis itu mengernyit heran.
"Sebagai tanda hormat kepada gurumu." Akhirnya Syazwa paham. Lalu, mengambil punggung tangan Ehan dan menciumnya. Tanpa aba-aba, Ehan malah menempelkan bibirnya pada kening Syazwa dan itu sontak membuat Syazwa membulatkan matanya terkejut
"Ba-bapak?"
"Saya pergi dulu, Assalamualaikum!" Tanpa peduli, Ehan pergi meninggalkan Syazwa bersama dengan kebingungannya.
"Yaa Allah ... kenapa dada Awa berdetak lebih cepat daripada biasanya?" batinnya dengan tangan yang meraba dada kirinya.
"Wa? Kamu udah mau pergi?" tanya Syafira membuyarkan lamunan gadis itu.
"Eh, iya Mba."
"Gak sarapan dulu?"
"Kayanya enggak deh, Mba. Awa mau langsung berangkat aja."
"Yaudah, tapi jangan lupa makan sesuatu di sekolah, ya!"
"Baik Mba. Ya sudah, Awa berangkat dulu, ya. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam," jawab Syafira menyambut tangan Syazwa yang menyalaminya.
...
Setibanya di sekolah, Syazwa langsung menuju kelasnya. Setibanya di kelas pun Syazwa langsung meletakkan tasnya di tempat biasanya. Namun, ada satu hal yang ganjil di pandangannya saat ini. Di sampingnya sudah terisi seseorang dan dia sangat mengenali tas yang tergeletak di sana.
"Aina?" lirihnya.
Tak lama kemudian, Aina datang untuk duduk di mejanya. Syazwa yang melihat kehadiran Aina langsung merasa gugup begitu saja.
"A-aina?"
Aina yang merasa namanya disebut pun melengah. Akan tetapi, itu hanya sebentar saja. Deg. Syazwa yang terlihat dibaikan oleh Aina merasa kian bersalah atas kejadian lalu. Dia yakin, Aina pasti terluka sebab perkataannya.
Di tengah sibuknya berpikir, tiba-tiba guru mata pelajaran masuk dan membuat semua siswa dan siswi segera duduk di tempat mereka, termasuk Syazwa.
Sebentar, Syazwa heran. Kenapa guru yang masuk saat ini bukan Ehan lagi? Padahal, ini adalah jadwal mata pelajaran lelaki itu.
"Loh, Bapak? Kenapa bukan pak Ehan yang ngajar kami lagi, Pak?" tanya salah satu siswi, mewakili pertanyaan Syazwa.
"Oh iya, mungkin pak Ehan belum mengatakannya pada kalian semua, jika masa dirinya untuk menggantikan saya di sini itu sudah habis, dikarenakan saya yang sudah bisa menjalankan tugas saya kembali."
"Yah ... kenapa gak pak Ehan aja sih yang jadi guru tetap kami, Pak?"
"Jadi, kalian tidak mau belajar dengan saya?"
"Tidak!" jawab semuanya serentak.
"Astaghfirullah! Sudah-sudah, ayo kita mulai! Kemarin pak Ehan sudah sampai mana mengajarkan kalian?"
Akhirnya, jam pelajaran pun dimulai. Dan di saat itulah konsentrasi Syazwa teralihkan. Tubuhnya memang ada di kelas, tapi pikirannya entah pergi ke mana-mana.
...
Setelah dua jam bergelut dengan mata pelajaran matematika yang bagi Syazwa adalah siksaan hidup untuknya, akhirnya jam istirahat pun datang.
"Aina." Kedua gadis yang berada di sana melengah secara serentak.
"Iya?" tanya Aina datar.
"Lo ditungguin seseorang di depan meja piket."
"Baiklah, terima kasih." Tanpa berpamitan Aina segera beranjak dari sana dengan tas yang sudah dia sampirkan di pundaknya. Tindakan Aina tersebut tak lepas sedikitpun dari pandangan Syazwa. Gadis itu merasa aneh dengan sikap Aina yang sekarang. Ada yang berbeda dengan gadis itu.
"Re," panggil Syazwa pada siswi yang menyampaikan informasi tadi kepadanya.
"Ya?"
"Lo tau siapa yang jemput Aina?"
"Gue gak tau pasti sih, tapi gue sempat dengar secara samar-samar, kalau yang jemput dia itu kakaknya."
"Kakaknya?" heran Syazwa merasa ada hal aneh.
"Lo kenapa?"
"Eh, enggak. Yaudah, makasih ya!"
"Eh, iya." Tanpa pamit, Syazwa pun bergegas untuk keluar kelasnya dengan sedikit berlari, membuat siswi tadi merasa bingung dengan gadis itu.
Syazwa terus saja menyusuri lorong sekolah satu persatu, hingga dia melihat Aina yang hendak menaiki sebuah mobil hitam dan di saat itulah langkahnya pun berhenti. "Gue harus ikutin ke mana dia pergi," batin Syazwa, semakin curiga dengan suatu hal. Langsung saja dia mengambil sebuah jalan, di mana itu adalah jalan untuk keluar dari sekolah ini tanpa diketahui oleh siapapun.
Dengan sebisanya, Syazwa bersusah payah untuk memanjat pagar yang lumayan tinggi. Hingga akhirnya, dia pun keluar dari sekolah itu. Tanpa menunggu, Syazwa langsung saja mengejar mobil hitam tadi, yang tepat pada saat itu melawati dirinya. Sebuah keberuntungan untuk dirinya, dia menemukan sebuah pengkolan ojek. Dengan segera Syazwa meminta salah satu tukang ojek itu untuk mengejar mobil hitam tadi.
20 menit setelah mengikuti, akhirnya mereka tiba di sebuah hotel. Hal itu membuat Syazwa bingung. Mengapa Aina ke mari?
Setelah membayar ongkos ojeknya, Syazwa langsung saja masuk ke dalam hotel tersebut, dan membututi Aina bersama dengan lelaki yang tidak dia kenali itu secara diam-diam.
"Eh, Astaghfirullah!" terkejut Syazwa yang tanpa sengaja malah menabrak seorang pelayan hotel.
"Maaf Mas, saya gak sengaja!" ucapnya dengan pandangan yang tak lepas dari ke mana Aina melangkah.
"Huh, lain kali hati-hati Mbak! Untung saja barang-barang saya tidak jatuh. Kalau jatuh, bisa kena pecat saya." Syazwa tidak mempedulikannya, bahkan dia langsung pergi begitu saja. Membuat pelayan itu semakin kesal terhadap Syazwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exploring Love (End)
SpiritualSyazwa Analisa Syafa Maher. Gadis keturunan arab dan mesir. Anak perempuan satu-satunya dari keluarga Maher yang terpandang seorang pembisnis. Namun, walaupun Syazwa terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, tetap saja gadis itu tidak pernah...