Bab 24

98 6 0
                                    

Di perjalanan, Syazwa tak membuka suaranya sedikit pun. Hal ini malah membuat Ehan semakin merasa bersalah akan keputusannya.

"Syazwa," lirihnya menatap Syazwa sejenak. Syazwa yang dipanggil hanya menatap Ehan dengan air mata yang terus mengalir.

"Kamu tidak akan mengakhiri ini semua, kan?" tanya Ehan benar-benar merasa was-was.

Syazwa tak langsung menjawabnya. Dan itu membuat Ehan semakin khawatir. Di tatapnya gadis itu sejenak, dengan tangan yang terus sibuk menyetir.

"Awa gak pantas buat Bapak. Awa gak bisa apa-apa. Dan Awa cuma bakalan nyusahin Bapak. Maafin Awa, kalau ...." Syazwa menghentikan ucapannya, menatap Ehan yang saat itu juga menatapnya.

"Kalau apa?" tanya Ehan yang berpura-pura tidak paham dengan maksud Syazwa.

"Kalau Ba- Bapak awas!" ucapnya terpotong. Ehan yang menyadari ada sebuah truk di depan mereka langsung membanting stir secara asalan.

Brak!!!

Mobil itupun menabrak pepohonan besar di seberangnya. Dengan kondisi Syazwa yang saat ini terbentur ke depan, akan tetapi berlapiskan tangan Ehan yang kini tak sadarkan diri.

Dengan mata yang sayup-sayup, Syazwa berusaha menegakkan kepalanya. Menatap Ehan yang benar-benar memejamkan matanya. "Pak, Bapak!" lirihnya, seraya mengguncang tubuh Ehan.

Tak ada sedikit respon yang diberikan lelaki itu. Hingga akhirnya Syazwa merasakan denyut yang luar biasa di kepalanya. Bugh! Syazwa pun pingsan.

...

Di ruangan serba putih, kedua insan itu terbaring lemah. Hanya saja, Syazwa terlihat tak separah Ehan yang harus dipasang monitor detak jantung. Gadis itu hanya dipasangkan oksigen dan selang infus, berbeda dengan Ehan yang sudah dipenuhi akan alat-alat medis di sekujur tubuhnya.

Perlahan-lahan, tapi pasti Syazwa membuka matanya. Pandangan pertama yang dirinya lihat adalah cahaya lampu yang berada tepat di atas kepalanya.

Setelah mampu menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya, Syazwa melengahkan kepalanya ke kanan. Di sana, matanya menangkap sosok lelaki yang begitu dia kenali. "Ba-bapak," lirihnya dengan air mata yang tanpa sadar mengalir begitu saja.

Tak tahan melihat Ehan yang terbaring lemah, akhirnya Syazwa berusaha untuk bangkit. Akan tetapi, kepalanya terlalu sakit, membuat Syazwa harus bertahan dengan posisinya.

"Pak, Bapak jangan lemah! Awa gak tega lihat Bapak seperti ini," lirihnya "Awa mohon! Bapak pulih, ya?"

Ceklek!

Pintu ruangan itupun terbuka, menampilkan Aletta yang masuk bersama dengan Hevan.

"Syazwa," lirih Aletta, membuat Syazwa langsung mengalihkan pandangannya dari Ehan.

"U-ummy," lirihnya. Tanpa menunggu, Aletta langsung memeluk putri kesayangannya itu.

"Kenapa kalian bisa kecelakaan, Nak?" tanya Aletta dengan beruraikan air mata.

"Ummy," tegur Hevan.

"Tida apa, Abi."

"Sewaktu pulang tadi, pak Ehan gak sengaja mau menabrak truk Ummy. Tapi, Alhamdulillah Pak Ehan membanting stirnya ke arah lain. Jadi, luka Awa gak terlalu parah. Hanya saja, luka pak-"

"Stt! Pak Ehan gak pa-pa. Jangan merasa bersalah seperti itu." Perkataan Aletta berhasil membuat air mata Syazwa menitik.

"Andai Ummy tau, sebenarnya itu juga karena Syazwa yang mengalihkan fokus pak Ehan," lirihnya dalam hati.

"Hei, putri Abi kenapa nangis?" tanya Hevan heran.

"Awa takut pak Ehan kenapa-kenapa, gara-gara Awa."

"Jangan khawatir, Ehan pasti sembuh dan baik-baik saja. Yang penting, doa kan saja yang terbaik untuk dia."

"Ta-"

"Ssst! Sudah, sekarang kamu istirahat dulu, Ummy dan Abi akan keluar."

Tanpa menunggu respon Syazwa, Aletta dan Hevan pun keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Syazwa bersama dengan angan-angan buruknya.

"Semoga apa yang ummy dan abi katakan adalah benar Yaa Allah!"

...

Setelah dua minggu berlalu, Syazwa dinyatakan pulih. Walaupun sudah dibolehkan untuk pulang, gadis itu bersikeras untuk tetap berada di rumah sakit itu. Dengan alasan, dia terlalu nyaman dengan rumah sakit itu. Padahal, dalam hati kecilnya hanya ingin selalu berada di sisi Ehan.

Bukan maksud apa-apa, akan tetapi Syazwa hanya ingin menunggu Ehan sadar dan meminta maaf pada lelaki itu atas apa yang sudah terjadi sebelumnya.

"Pak Ehan, Bapak kapan sadarnya?" tanyanya dengan menatap sendu mata Ehan yang tertutup rapat.

"Bapak gak bosan ya, tiap saat harus pakai semua ini? Bapak gak capek apa tidur terus kaya gitu. Jujur, Awa aja yang baru dua minggu udah bosan banget, Pak. Tapi, Bapak malah kelihatan betah banget."

"Kita pulang yuk, Pak? Tapi, kali ini Bapak pulangnya ke rumah mba Syafira aja. Biar Awa bisa selalu ada di samping Bapak. Awa boleh minta izin lagi sama mba Syafira buat nginap di sana. Eh, tapi ngomongin mba Syafira, Awa jadi keingat kenapa mba Syafira gak pernah datang ke sini? Padahal kan, Bapak itukan adiknya. Masa gak jenguk Bapak gitu?"

"Em ... mungkin lagi sibuk, ya? Yaudah sih, gak masalah.

"Pak, Awa punya pertanyaan lagi, nih."

"Menurut Bapak, Awa itu cantik gak sih? Soalnya semenjak Awa di rumah sakit, Awa jadi gak pernah skincare lagi. Oh iya, kata mba Syafira waktu itu, Skincare terbaik itu adalah air wudhu. Emang benar ya, Pak? Kalau iya, Awa juga pengen coba deh. Awa pengen sering-sering ambil wudhu, biar wajah Awa glowing.

"Oh iya, Pak. Satu lagi, nih. Kenapa sih Bapak mau menerima Syazwa? Padahal, Awa itu cewek yang gak benar dulunya. Dan Awa juga adalah cewek yang gak tau diri dulunya. Yang paling parahnya, Awa gak bisa apa-apa kecuali nyusahin semua orang."

"Hehehe ... maaf ya, Pak. Awa cerewet ya? Bapak pasti risih sama sikap Awa, kan? Wajar kok Bapak bilang gitu. Lagian kalau Bapak memang mau mengakhiri semua ini, Awa juga udah siap kok. Karena pada dasarnya Bapak juga dipaksa untuk dijodohkan dengan Awa. Awa ikhlas kok Pak, kalau itu adalah pilihan Bapak pada akhirnya, karena Awa juga harus tahu diri. Awa sangat jauh dari kata sempurna yang seharusnya Bapak dapatkan. Maafin Awa ya, Pak karena sudah membuat Bapak terjebak di dalam skenario kehidupan Awa. Awa janji, kalau Bapak sembuh nanti, Awa akan turuti semua keinginan Bapak."

"Terpenting, sekarang Bapak sembuh dulu, ya. Awa capek di suruh pulang terus sama Ummy. Awa emang udah sembuh, tapi hati Awa gak bakalan tenang kalau Bapak belum siuman sampai sekarang."

"Bapak gak capek ya? Oh iya, tadi sudah Awa tanya, ya? Yaudah deh, Awa cari topik lain aja, ya?" Sejenak Syazwa berpikir.

"Nah, iya. Bapak kenapa baik sih? Awa aja belum bisa baik. Boleh gak sih, Awa minta tutor jadi baik sama Bapak? Hehehe ... bercanda Pak. Awa tau kok, emang udah dasarnya Bapak itu baik. Eh, ngomongin baik, Awa jadi keinget Aina deh Pak. Kira-kira, kabar Aina gimana ya, Pak? Oh iya, kenapa sih Bapak gak nikah sama Aina aja? Kan, dulu Bapak juga dekat sama Aina. Apalagi, kalau dilihat-lihat Aina itu cocok sama Bapak. Gak kaya Awa yang malah bagaikan neraka dan surga, hehehe ...."

Exploring Love (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang