Semenjak Ehan siuman, Syazwa tak pernah lagi menolak untuk pulang ke rumah. Namun, dengan permintaan ada yang menggantikan posisinya di rumah sakit. Padahal, sebenarnya Ehan bisa saja ditinggalkan sendirian. Tapi, mau bagaimana lagi. Jika tidak dituruti, mak Syazwa tidak akan mau di suruh pulang.
"Wa," panggil Ehan kepada gadis berkhimar pink itu.
"Kenapa Pak?" tanyanya mendekati Ehan.
"Saya kepikiran, bagaimana kalau kamu pindah sekolah saja ke pondok pesantren kakek saya?" Syazwa yang mendengar itu mengernyitkan dahinya bingung.
"Maksud Bapak?"
"Kakek saya, yaitu ayah dari Ummy, itu memiliki pondok pesantren di dekat sini. Dan saya kepikiran bagaimana jika kamu pindah ke sana saja? Karena kebetulan saya juga sudah tidak lagi mengajar di sekolah kamu. Dan di pesantren sana, kamu juga bisa sering bertemu dengan saya. Karena saya juga mengajar di sana. Atau jika kamu mau, saya juga akan tinggal di sana. Bagaimana?"
Terlihat Syazwa berpikir sejenak. "Em ... kayanya kalau Awa pindah, rasanya nanggung Pak. Maaf ya Pak, Awa gak bisa ikutin keinginan Bapak. Awa pengen di sekolah biasa saja. Gak masalah kok, kalau memang Bapak jarang buat ketemu Awa. Tapi, Awa gak mau di lingkungan baru lagi, Pak."
"Hm ... ya sudah, tidak masalah. Saya hargai keputusan kamu, tapi janji dengan saya."
"Janji? Maksud Bapak?"
"Kamu ikut tinggal bersama saya di apartemen setelah ini."
"Kenapa gak di rumah ummy saja? Awa kan masih kangen sama ummy, Pak."
"Kamu masih bisa bertemu keluarga kamu Syazwa. Tapi, bagaimanapun apartemen saya sekarang adalah milik kamu juga. Jadi, tidak ada salahnya kamu tinggal bersama saya."
"Ya sudah, Awa akan ikuti."
Ehan pun tersenyum. Dan di balas senyuman juga oleh Syazwa.
"Aaa!" teriak Syazwa tiba-tiba, membuat Ehan bingung.
"Kamu kenapa?"
"Bapak jangan senyum gitu!"
"Kenapa?"
"Senyuman Bapak buat Awa meleleh, Pak!" ucapnya seraya menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangannya.
Bukannya memasang wajah datar seperti biasa, Ehan malah terkekeh. Lalu, menarik Syazwa dan melepaskan telapak tangan gadis itu dari wajahnya. "Mulai sekarang dan seterusnya, kamu harus terbiasa melihat senyuman saya. Dan ini adalah hadiah khusus buat kamu. Jangan disia-siakan untuk dinikmati," ucapnya yang di akhiri oleh kekehan dan itu membuat Syazwa semakin malu.
"Udah, jangan malu gitu."
"Stt! Pak Ehan jangan buat Awa tambah salting," jujurnya semakin membuat Ehan terkekeh.
...
Hari ini, Ehan sudah diizinkan untuk pulang. Dan itupun adalah dengan paksaan dari Ehan yang beralasan sudah bosan di rumah sakit ini.
"Kita ke rumah ummy dulu ya, Pak?"
"Kamu kangen ummy?" Syazwa mengangguk.
"Ya sudah, nanti kita kunjungi semuanya."
"Semuanya? Maksud Bapak mba Syafira juga?"
"Gak cuma mba Syafira, tapi ummy dan abi saya juga."
"Bapak serius? Alhamdulillah, akhirnya Awa bisa ketemu mereka juga. Tapi-"
"Kenapa?"
"Bapak kan belum sehat, lalu siapa yang bakalan bawa mobilnya. Ingat ya, Awa gak ngizinin Bapak bawa mobil dulu."
"Posesif banget ya, kamu."
"Ih, Bapak itu lagi sakit. Dan ini bukan soal posesif atau bagaimana. Awa cuma gak mau Bapak kenapa-kenapa."
"Iya deh, yang gak mau ngaku."
"Terserah."
"Yah, marah."
...
"Syazwa," panggil Ehan yang sejak tadi hanya memperhatikan gadis di sampingnya ini. Jika dilihat, gadis itu benar-benar marah dengan ejekan Ehan tadi.
"Kamu marah sama saya?" tanyanya yang sama sekali tidak dihiraukan.
"Syazwa, saya berbicara dengan kamu loh," ucapnya lagi. Sama saja, Syazwa tetap tidak mengalihkan tatapannya dari ponsel.
Ehan merasa tidak tahan untuk dicueki seperti ini. Dengan lancangnya ia langsung merebut ponsel Syazwa yang hal itu malah membuat Syazwa membulatkan matanya terkejut.
"Ih, Bapak ngapain sih? Balikin hp Awa!"
"Gak, saya gak akan balikin benda ini ke kamu, kalau kamu gak mau bicara sama saya."
"Yaudah, ambil aja." Itu benar-benar membuat Ehan tak habis pikir lagi. Bisa-bisanya Syazwa berkata begitu dengan tenangnya.
"Syazwa, jangan ginikan saya." Syazwa tetap tidak peduli.
"Ya sudah, saya balikin hp kamu, tapi saya mohon maafin saya. Jangan cuekin saya kaya gini. Gak baik. Kamu bisa berdosa loh, karena cuekin saya." Menyinggung perihal dosa, sontak Syazwa menatap Ehan dengan mata berkaca-kaca.
"Eh, kenapa?" heran Ehan menatap gadis di depannya ini.
"A-awa gak mau berdosa. A-awa gak cuekin Bapak kok." Ah, sungguh menggemaskan gadis di depannya ini. Tanpa meminta persetujuan, Ehan langsung saja mencubit pipi Syazwa yang menggembung, lalu mengusapnya dengan lembut.
"Sudah, jangan menangis." Sopir mereka yang melihat itupun hanya bisa senyum-senyum penuh arti menatap keromantisan kedua majikannya itu.
...
"Ummy!" teriak Syazwa dengan senangnya, memasuki rumahnya itu.
"Assalamualaikum!" sindir Gevan yang muncul di belakang Aletta.
"Wa'alaikumussalam," timpal Syazwa menatap Gevan dengan kesal.
"Ih, datang-datang kok udah ngeselin?" heran Gevan yang hanya disenyumi oleh Ehan.
"Lagi PMS ya, dia?" tanyanya pada Ehan.
"Gak tau, mungkin saja iya."
"Galak banget tu anak."
"Ngapain ngomongin Awa bisik-bisik?" judesnya Syazwa.
"Kepo kamu!" kesal Gevan yang memilih untuk beranjak dari ruang tamu. Ehan yang bingung mau ngapain, akhirnya memutuskan untuk ikut duduk di sana.
"Jadi, kalian mau tinggal di apartemen Ehan?"
"Iya My, Awa mau ditinggal di sana saja. Daripada Awa harus masuk pondok pesantren."
"Loh, siapa yang mau masukin kamu ke pondok?"
"Tu, Pak Ehan."
"Iya, My. Ehan memang berinisiatif buat masukin Syazwa saja ke pondok kakek. Tapi, Syazwanya gak mau. Jadi, Ehan mutusin buat ajak Syazwa tinggak di apartemen Ehan saja," timpal Ehan yang diangguki oleh Aletta.
"Ooh ... begitu. Ya sudah, Ummy cuma bisa dukung aja. Mudah-mudahan kalian bisa membangun rumah tangga kalian dengan baik. Ingat pesan Ummy, kalau ada apa-apa jangan pernah diselesaikan dengan keegoisan. Tetapi, cobalah untuk saling mendengarkan, supaya tidak ada kesalahpahaman di antara kalian."
"Iya Ummy, In Syaa Allah kami akan ingat pesan Ummy."
"Ya sudah, Ummy. Awa gak mau lama-lama, soalnya Awa juga mau ketemu ummy-nya pak Ehan . Plus mau ketemu mbak Syafira."
"Ooh gitu, ya sudah hati-hati, ya!"
"Iya Ummy, Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam!" Akhirnya, kedua insan itupun pergi dari sana, meninggalkan rumah Syazwa beserta kenangannya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exploring Love (End)
SpiritualeSyazwa Analisa Syafa Maher. Gadis keturunan arab dan mesir. Anak perempuan satu-satunya dari keluarga Maher yang terpandang seorang pembisnis. Namun, walaupun Syazwa terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, tetap saja gadis itu tidak pernah...