"Loh, Pak? Ba-"
"Bukannya kamu mengatakan ingin pulang?"
"Iya, tapi-"
"Kenapa? Bukankah rumah ini yang seharusnya kamu tempati?"
Sejenak, Syazwa melemparkan tatapan anehnya kepada Ehan. "Bapak bukan sedang ikut campur dengan urusan keluarga saya, kan?"
"Buang tatapan anehmu itu dan masuklah." Akhirnya, Ehan berlalu meninggalkan Syazwa sendiri.
"Lah, entah siapa yang punya rumah, entah siapa yang berkuasa?" batin Syazwa tidak terima.
Dengan berat hati, akhirnya Syazwa melangkahkan kakinya memasuki rumah yang sudah lama dia tinggalkan itu. Jujur, perasaan Syazwa saat ini bercampur aduk. Ada perasaan rindu, bahagia, khawatir, takut, dan semuanya bersatu dalam satu kata, ambigu.
"Syazwa?" terkejut Aletta. Lambat laun, mata yang membulat itu menyiratkan sebuah kerinduan. Bahkan, tak terkira air mata menitik begitu saja.
"Ummy," lirih Syazwa yang juga ikut menitikkan air matanya. Seperkian detik, akhirnya Syazwa menghampiri Aletta dan memeluk wanita itu dengan begitu eratnya.
"Kamu ke mana aja, Nak?" tanya Aletta membalas pelukan putrinya tersebut.
"Maafin Awa, Ummy." Hanya kata maaflah yang mampu terucap dari Syazwa. Gadis itu sudah larut dalam tangisannya yang tersedu-sedu.
Lama sekali rindu itu akan terlepaskan, hingga akhirnya dengan terpaksa Aletta melepaskannya.
"Kamu kembali dengan nak Ehan?" Syazwa hanya mengangguk, seraya menghapus jejak air matanya.
"Ya sudah, kita ke dalam dulu. Ummy sudah siapkan makanan kesukaan kamu." Syawa pun hanya menuruti, mengikuti langkah Aletta yang membawanya ke arah ruang makan.
Sesampainya di sana, bisa Syazwa lihat sudah ada semua keluarganya. Mulai dari Hevan, Gevan, Sahar, dan ... Ehan. Satu pertanyaan dari Syazwa, "Apa hubungan Ehan dengan keluarga ini, kenapa dia begitu lancang?"
"Duduklah," bisik Aletta yang lagi-lagi hanya dituruti oleh Syazwa.
Setelahnya, Aletta pun menyandukan putrinya tersebut nasi dan lauk kesukaan Syazwa. "Makanlah, Ummy harap kamu masih menyukai semua ini." Aletta pun mencium pucuk kepala Syazwa, lantas pergi untuk duduk di sebelah Hevan.
Perlahan, Syazwa meraih sendok makan itu, lalu mulai menyuapkan nasi bersama lauk tersebut ke dalam mulutnya. Namun, semuanya terhenti di saat dia menyadari sesuatu.
"Ada apa?" tanya Syazwa heran, karena mendapati keluarganya yang menatapnya secara terus menerus dengan tatapan yang sulit didefinisikan.
"Ekhem," akhirnya Ehan lah yang membuka suaranya. "Tidak ada pelukan hangatkah?"
"Pelukan hangat?" heran Syazwa, malah mendapatkan anggukan saja dari Ehan.
"Maksud Bapak?"
"Huh ... Syazwa," belum jadi Ehan berbicara, gadis itu sudah dahulu memotongnya.
"Sebenarnya Bapak ada hubungan apa sih dengan keluarga saya? Kenapa Bapak selalu ikut campur?" Terlihat ada sedikit amarah di dalam perkataan Zyazwa barusan, yang mana hal itu bisa disadari oleh semuanya.
"Syazwa," peringat Hevan yang tidak terima dengan sikap lama putrinya itu.
"Udah Bi, gak pa-pa."
"Syazwa, saya memang bukan siapa-siapa kamu, tapi saya adalah guru kamu. Dan tugas saya juga bukan hanya guru kamu yang akan memberikan pembelajaran saja, tapi juga pendidikan karakter untuk kamu. Saya juga gak mau ada murid saya yang bermasalah dengan keluarganya, karena itu bisa mengganggu proses pembelajaran di kelas saya nantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Exploring Love (End)
EspiritualSyazwa Analisa Syafa Maher. Gadis keturunan arab dan mesir. Anak perempuan satu-satunya dari keluarga Maher yang terpandang seorang pembisnis. Namun, walaupun Syazwa terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan, tetap saja gadis itu tidak pernah...