3| Rasa Bersalah

6K 378 18
                                    

"Hanya sebatas perjanjian di atas kertas, yang akan berakhir setelah kontrak itu selesai"

-Wedding on Paper-


ZAHRA baru saja keluar dari bank untuk membayar uang kuliah nya. Akhirnya ia lega, ia tidak jadi harus berhenti kuliah, karena bagaimanapun ia sudah tahun akhir dan ia juga sudah melakukan seminar proposal, hanya tinggal penelitian, seminar hasil lalu ujian komprehensif lalu wisuda. Ia sudah menyusun mimpi-mipinya bersama ibunya. Usai kuliah ia bertekad untuk mendapatkan kerja yang bagus, punya karir yang bagus, lalu hidup bahagia bersama ibunya.

Tak lama handphonenya bergetar, ia lalu merogoh tas sampingnya untuk mengambil benda pipih itu. Begitu melihat di layar itu, tertera disana "Tuan Oemar".

Deg !

"Untuk apa pria itu menelfon?" batinnya.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya dengan sedikit ragu ia menggeser panel hijau itu.

"Halo. Assalamualaikum" cicit Zahra takut-takut.

"Waalaikumussalam. Zahra kamu dimana?" tanya nya to the point dari seberang sana.

"Saya baru pulang dari bank, Pak" jujur Zahra.

"Mama saya ingin bertemu kamu. Saya akan jemput kamu sekarang"

"Hah? Ta..pi saya belum siap-siap, Pak" ujar Zahra.

Pria itu tak megubrisnya "Shareloc lokasi kamu sekarang. Saya menuju sana"

"Ta..pi Pak.."

"Capat. Saya tidak banyak waktu!" tukasnya

"Ya Tuhan.. apalagi ini?"batinnya. Cepat-cepat Zahra menekan fitur share location ke WhatsApp pria itu, takut-takut pria itu akan memarahinya nanti.

"Tunggu disana. Jangan kemana-mana!" ucapnya begitu membaca WhatsApp dari Zahra.

Benar saja, setelah sekitar lima belas menit kemudian sebuah mobil sport hitam berhenti di depan Zahra. Begitu kaca mobil itu terbuka, terlihat wajah Oemar dari dalam sana. Seorang sopir kemudian keluar membukakan pintu untuknya.

"Silakan masuk, nona"

Zahra mengangguk, kemudian masuk ke mobil itu dan duduk tepat di sebelah pria itu. Begitu mobil melaju, suasana mendadak canggung. Tidak, lebih tepatnya horor menurut Zahra. Diantara mereka tak yang membuka suara.

Zahra kemudian teringat ibunya di rumah sakit.

"Maaf Pak, kira-kira nanti disana berapa lama? Saya tidak bisa meninggalkan Ibu saya lama-lama" cicit Zahra begitu memberanikan diri untuk membuka suara.

"Sampai malam. Mama juga mengajak kamu untuk makan malam bersama" jawabnya tanpa menoleh ke Zahra.

"Ya Tuhan, lamanya.." batin Zahra.

"Kalau begitu apakah boleh kita ke rumah sakit sebentar? Saya ingin pamit dan menyiapkan kebutuhan ibu saya dulu" ucap Zahra takut-takut.

Oemar tak menjawab. Ia langsung bicara pada sopirnya. "Anto, kita singgah ke rumah sakit medika utama dulu"

"Baik Tuan" jawab sopir di depan.

Zahra senang. "Terimakasih, Pak" ucapnya sedikit tersenyum. Namun Oemar tak menjawab, ia hanya terlihat acuh, membuat Zahra hanya bisa menelan saliva.

Begitu sampai di rumah sakit, Zahra langsung menuju ruangan rawat Ibunya. Ia langsung menyiapkan kebutuhan wanita paruh baya itu hingga malam nanti, setelah itu ia pun berpamitan pada Ibunya bahwa ia ada urusan dan baru akan pulang nanti malam dan Ibunya pun mengizinkannya.

Wedding on Paper ✓TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang