"Yang ada dalam pikiran pria gila kerja itu hanyalah tahta dan harta"~Wedding on Paper~
SUDAH berminggu-minggu, sejak saat itu mereka hanya saling diam. Mereka benar-benar seperti dua orang asing yang tinggal satu atap.
Pagi-pagi sekali Zahra merasakan perutnya sangat mual sekali. Cepat-cepat ia berlari menuju westafel.
Bwuekk bwueekk...
Ternyata yang keluar hanya cairan bening. "Mungkin ini hanya masuk angin biasa," pikirnya. Ia kemudian bersiap-siap menuju kampus. Karena ia harus mengurus berkas-berkas untuk penelitian tugas akhirnya. Begitu sudah siap dan hendak berangkat, ia kembali merasakan mual.
Bwueekk
Kembali ia berlari menuju westafel.
Bwueekk Bwueekk
Disana lagi-lagi ia hanya mengeluarkan cairan bening . Ia pun tiba-tiba ia merasakan pusing. "Ya Tuhan, kenapa ini?" gumamnya kemudian memilih duduk di sofa sembari memegangi kepalanya yang pusing dan badanya pun terasa menjadi lemas.
"Ya Tuhan, sakit apa ini?" lirihnya, karena ia belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. Ia kemudian teringat bahwa haidnya belum juga datang dalam bulan ini. Bahkan ini sudah telat tiga minggu dari tanggal biasanya. Sontak otaknya langsung menerka.
Deg!
"Tidak mungkin! Tidak mungkin!" gumamnya.
Karena tubuhnya yang sudah terasa begitu lemah, ia akhirnya memutuskan membatalkan ke kampus dan meminta Bi Inah membantunya untuk membelikannya test peck.
"Bi, tolong rahasiakan dari semua orang kalau saya membeli benda ini ya, Bi"
"Maaf Nya, bukannya bagus kalau Nyonya besar dan Tuan Oemar tahu?"
Zahra menggeleng sambil tersenyum kecut. "Jangan dulu Bi, saya takut nanti hasilnya mengecewakan. Dan kalaupun nanti positif biar saya yang kasih surprise." Zahra berusaha berbohong.
"Baiklah, Nya. Semoga hasilnya positif," ucap wanita paruh baya itu. Sedangkan Zahra hanya pura-pura tersenyum.
----
Tidak menunggu waktu lama, Zahra langsung mencoba alat tes itu. Betapa terkejutnya dia benda itu menunjukan garis dua.
"Tidak mungkin!" lirihnya.
Ia kemudian mencoba test pack yang lain. Tadi ia memang minta dibelikan beberapa jenis test pack berbeda. Namun, ternyata semua test pack menunjukkan hasil yang sama. Positif.
"Tidak mungkin! Tidak mungkin!"
"Bagaimana nanti kalu Ibu tahu...," ucapnya bergetar. Air matanya sudah luruh. Tubuhya serasa tak mampu lagi bertumpu. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia benar-benar takut. Takut akan semuanya. Kuliahnya, masa depannya dan kekecewaan ibunya. Tubuhnya pun terasa semakin lemah, pandanganya mengabur dan ia langsung ambruk ke lantai.
-----
Saat ini Oemar tengah berada di kantor. Ia tengah disibukkan dengan berkas-berkas tender barunya. Namun, tiba-tiba saja perasaannya menjadi tidak enak. Ia tiba-tiba saja kepikiran dengan gadis itu. Beberapa kali ia mengenyahkan pikiran itu. Namun, entah kenapa hatinya terus-terusan mengatakannya untuk ia harus segera pulang. Karena terus dihantui perasaan tidak enak itu, ia akhirnya memutuskan untuk pulang dan menyelesaikan pekerjaannya di rumah saja.
Sesampai di rumah, ia langsung menuju kamarnya. Pikirannya terus tertuju pada gadis itu. Begitu sampai di kamar, betapa terkejutnya ia melihat gadis itu sudah tergeletak di lantai.
"Zahra!"
Ia langsung mengangkat tubuh gadis itu di ranjang. Oemar begitu cemas, ini kedua kalinya ia melihat gadis itu pingsan.
Oemar langsung menelepon dokter pribadinya.
"Dok, segera periksa kondisinya!" desaknya begitu dokter itu datang.
"Baik Tuan, saya mohon anda untuk tenang dulu."
Sembari dokter memeriksa Zahra, Oemar terus melangkah mondar mandir, ia begitu cemas, apalagi melihat wajah gadis itu yang begitu pucat.
"Bagaimana keadannya, Dok?" desaknya begitu dokter selesai memeriksanya. Namun, ekspresi dokter itu malah berbalik. Pria berjas putih itu malah tersenyum. "Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Tuan. Hanya saja ibu hamil jangan dibiarkan stress dan lebih diperhatikan lagi makanannya.
"Hamil?" ulangnya tak percaya.
"Benar, istri anda tengah mengandung. Saya ucapkan selamat, Tuan Oemar."
Entah kenapa hati Oemar menghangat mendengarnya. Bayangan akan menjadi seorang ayah seketika terlintas di kepalanya. Ia akan memiliki seorang pewaris. Matanya berbinar, tanpa sadar seutas senyum terbit di wajahnya dinginnya.
Sepergian dokter itu, ia melihat sebuah sebuah test pack tergeletak di lantai di tempat gadis itu tadi pingsan. Ia kemudian mengambilnya. "Ternyata gadis itu sudah mengetahui kehamilannya," batin Oemar.
***
Begitu sadar, pemandangan yang pertama kali Zahra lihat adalah Oemar yang tengah berdiri di samping ranjang.
"Kau tadi pingsan," ucap pria itu dingin. Ia masih setia melihat gerak gerik gadis itu. Ia penasaran bagaimana reaksi gadis itu mengenai kehamilannya.
"Zahra terlihat tidak acuh. Ia kemudiaan menuju meja belajarnya untuk membereskan berkas-berkas yang akan dia bawa besok, karena tadi ia harus batal ke kampus karena sakit.
"Semoga saja dia tidak tahu akan kehaamilan ini. Aku harus menyembunyikan dari pria itu," pikirnya. Zahra berencana untuk tidak akan mempertahankan kehamilannya. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya. Entah bagaimana masa depannya nanti jika tetap mempertahankan janin ini. Dan ini tidak ada di kontrak.
"Gadis itu tak ingin mengatakan apapun?" batin Oemar. "Ah ralat, bukan lagi gadis karena bahkan ia akan menjadi ibu," pikirnya.
Melihat Zahra yang mengacuhkannya, ia pun langsung pergi ke ruang kerjanya.
---
Oemar dan Zahra sudah bersiap akan tidur. Begitu melihat Zahra akan merebahkan tubuhnya di sofa, pria itu mengintrupsinya.
"Mulai malam ini kau akan tidur di tempat tidur dan aku di sofa," ucapnya.
"Kenapa?" tanya Zahra heran.
"Ikuti saja!" ujarnya dengan nada tak mau dibantah. Pria itu langsung mengambilalih sofa itu dan langsung merebahkan tubuhnya.
"Aishh! Dasar tukang paksa!" dumelnya kemudian langsung menuju tempat tidur.
Sebenarnya Oemar belumlah tertidur, bahkan hingga kini matanya tidak mau tertidur. Ia kemudian menoleh ke tempat tidur, disana terlihat Zahra yang sudah nyenyak dengan tidurnya.
Dengan pelan, ia melangkah menuju ke tempat tidur itu. Ia dapat melihat wajah Zahra yang tertidur begitu damai. Matanya kemudian tertuju ke perut datar perempuan itu. Ada binar dimatanya membayangkan anaknya akan tumbuh disana. Ia juga tidak tahu mengapa ia begitu senang begitu mengetahui kehamilan itu. Meskipun sebelumnya kehadiran anak itu tidak pernah direncanakan bahkan ia hadir dari sebuah kecelakaan.
Jika saja ini adalah pernikahan normal, ingin sekali ia menyentuhnya, merasakan keberadaan anaknya. "Aih! Apa yang aku pikirkan. Pernikahan tak pernah ada di ambisiku!" Ya, yang ada dalam pikiran pria gila kerja itu hanyalah tahta dan harta.
Bersambung...
.
Suka nggak sama chapter ini? Komen ya kalau mau lanjut!
Terimakasih^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding on Paper ✓Tamat
Romance"Ini bukan lamaran. Ini sejenis kesepakatan. Kita akan menjalani pernikahan kontrak selama waktu yang ditentukan" ___________ Berada di jalan buntu, tak pernah terbayangkan oleh seorang gadis yatim bernama Zahra Kirana. Dikejar deadline pembayaran u...