Part 18 : Perubahan

9 1 0
                                    

Iva kini berada di atas langit, ia kemudian mengangkat salah satu tangannya, menghapus beberapa anomali dimensi yang ada di permukaan bumi. Ia menatap Murda dari tempat yang cukup jauh untuk terakhir kalinya, ia menciptakan bola kecil berwarna hitam lalu bola itu seperti menghempas dan merubah waktu, semesta seperti berputar kembali ke awal.

Iva menutup mata kemudian membukanya, pemandangan mulai berubah seolah dimensi di sekitarnya bergerak dan melemparkan dirinya di tempat dan waktu yang berbeda, ia sekarang berada pada 10 tahun di masa lalu. Keadaan sekitar terlihat damai terhampar pemandangan kota yang tak terlalu banyak bangunan berdesakan.

"Bahkan ketika keadaan damai sekalipun, ada banyak yang bernasib bahkan lebih buruk dariku," gumamnya. "Jika aku membunuh semua manusia yang jahat, akankah dunia ini berada dalam kebaikan atau kejahatan kembali muncul?"

Iva menghilang kemudian ia muncul di tempat lain, sebuah bangunan gedung universitas, ia memasuki sebuah ruangan tanpa ragu.

"Siapa kau?" ucap seseorang yang tak lain adalah Louis muda yang kaget melihat seorang gadis yang tiba-tiba masuk ke ruangannya.

"Meski aku sudah berada di waktu yang berbeda, tapi rasa sakitnya masih tetap sama. Kau tahu kenapa?" tanya Iva yang masih mendekati Louis.

"Apa maksudmu?"

Namun tiba-tiba Louis napasnya tercekat lalu mati seketika, Iva melihat sekitar, kemudian ruangan itu terbakar setelah Iva pergi. Ia lalu berpindah kembali di sebuah tempat, kali ini bar yang dipenuhi oleh banyak orang yang sedang berpesta beberapa membawa senjata, dan memainkan beberapa tawanan.

"Apa? Siapa dia? Hoy, diantara kalian ada yang memesan wanita lagi!?" Salah satu pria bertanya, namun ketika ia mendekati Iva, orang tersebut langsung terjatuh dan mati seketika, mirip yang terjadi pada Louis. Beberapa kemudian menembaki rekannya, lalu bunuh diri.

"Selanjutnya," gumamnya.

Iva berpindah kembali ke sebuah kantor daerah, kemudian melihat beberapa orang yang sedang mendiskusikan kebijakan dengan para pengusaha.

"Tenang pak! Besok kita akan mengaturnya," ucap salah seorang yang memimpin rapat.

Iva kembali terlihat memasuki ruangan yang membuat beberapa orang kaget ketika pertemuan itu dimasuki oleh orang asing.

"Tiga puluh," ucap Iva yang kemudian salah satu orang yang ada di dalam mati, "Tiga satu."

Hitungan selanjutnya membuat satu-persatu yang berada di dalam ruangan mati, ia berpindah tempat lagi, lalu melakukan pembantaian itu terhadap orang-orang yang buruk baginya. Ke tempat umum, penjara, rumah-rumah, perusahaan, kantor, dan berbagai penjuru wilayah tak luput dari sasarannya.

Terakhir, Iva berpindah ke sebuah pulau, dimana awal pertama kali ditemukan mawar berwarna pelangi. Ia mendekat dan melihat beberapa tempat yang sudah ditumbuhi mawar itu.

"Ini yang terakhir!"

Ia kemudian menghapuskan entitas dari mawar itu yang perlahan lenyap. Dan sekarang tidak akan ada lagi yang menjadi cikal bakal teknologi roh.

***

Pagi hari, dengan langkah gontai Iva duduk di sebuah halte, dengan baju yang lusuh ia lalu meringkuk meneteskan air mata. Ia sudah melakukan yang ia bisa, membalaskan dendamnya termasuk membuat dunia ini lebih baik baginya. Tapi, ia tak mampu membendung kesedihannya, hidupnya yang sudah terlanjur rusak, emosi dalam dirinya entah kenapa kembali meluap atas sesuatu yang tidak terjelaskan.

"Ah, sial kita telat!" ucap seseorang yang tidak lain adalah ayahnya Iva dari masa lalu menggandeng dirinya yang masih kecil menggunakan seragam sekolah, secara kebetulan Iva bertemu dengan mereka berdua.

"Ayah! Kapan busnya datang?"

"Ya sudah, ayah gendong saja, ayo pergi kesana dengan berlari!"

"Tunggu Ayah, Kakak itu kenapa?"

Dirinya di masa kecil menunjuk Iva, yang kemudian Ayahnya otomatis memperhatikan Iva.

"Hei, kau tidak apa-apa?" tanya Endy Ayahnya.

Iva hanya menggelengkan kepala sembari memperlihatkan matanya yang masih sembab. Orang manapun juga pasti tahu hanya dengan sekilas saja, bahwa jika melihat pemandangan seperti itu kepada seorang gadis dengan pakaian yang lusuh, pasti akan berpikir tidak baik-baik saja. Dan Endy yang sudah melihat itu pastinya takkan membiarkannya begitu saja.

"Ikutlah bersama kami," ucap Endy tanpa pikir panjang.

"Kakak apakah sedang sedih? Iva akan membantu, bolos sehari kurasa tidak masalah," ucap dirinya yang kecil.

"Eh, Iva kau ingin membolos sekolah lagi?"

"Jika ayah tak mengijinkanku, Iva tidak mau sekolah lagi, menolong orang yang kesusahan itu lebih penting daripada bersekolahkan? Lagipula Iva murid paling jenius di sekolah, haha."

"Jangan sombong."

Endy memukul pelan kepala Iva karena sedikit cengengesan, setelahnya Endy menelpon sekolah dan juga istrinya bahwa mereka akan sedikit telat.

"Jadi begitulah, tak usah sungkan."

Melalui kebingungannya, Iva menurut begitu saja. Ia mengikuti Endy ayahnya di masa lalu. Endy membawanya ke suatu tempat menyuruhnya mandi dan membelikannya baju. Beberapa kali Endy menanyainya, dan Iva menjawab seperlunya saja.

"Kau mau tinggal di rumah kami?" tawar Endy.

"Tapi, aku orang asing, aku bahkan mungkin ..."

Ucapan Iva pelan, ia ragu dengan apa yang menjadi keputusannya saat ini, seolah ada sesuatu yang menggerakannya untuk bertemu dengan keluarganya di masa lalu.

"Jika kami membiarkanmu, lalu siapa lagi yang akan membantumu?"

"Aku mengerti."

***

Iva mengikuti arahannya, selama beberapa hari akhirnya ia menetap di rumahnya yang dulu yang kemudian ia bertemu ibunya. Yang membuatnya merasakan kembali kehangatan sebuah keluarga.

"Iva, bisa tolong bantu?"

Hari ini Iva menyiapkan kue untung ulang tahun dirinya yang kecil, sejak awal ia memang memberitahu bahwa namanya Iva tanpa membuat nama samaran. Jadi ada 2 orang yang bernama Iva disini.

Tak berapa lama mereka selesai membuat dekorasi pesta sekaligus makanannya, ini adalah pesta kejutan menunggu Iva pulang sekolah. Beberapa saat teman-temannya pun datang dan yang terakhir adalah Iva.

"Selamat ulang tahun!" ucap teman-temannya ke Iva kecil yang membuka pintu dengan terkejut Iva langsung merayakannya.

"Ayo potong kuenya!"

Iva kecil membuat potongan pertama lalu memberikannya kepada Iva yang membantu persiapan pesta.

"Sekarang, Kakak adalah keluarga kami."

Iva menerima kue tersebut dan terharu mendengarnya, selama ini ia terlalu tersiksa sampai lupa bahwa ia pernah merasakan kebahagiaan seperti ini bersama keluarganya.

"Eh, Kakak menangis?"

"Em, Terimakasih."

Sekali lagi, Iva memiliki harapan untuk mengubahnya, dirinya di masa lalu telah memberinya pandangan bahwa memang segalanya tak selalu berjalan lancar, ia tak perlu menanggung semuanya sendiri. Dalam setiap penderitaan, akan selalu ada kebahagiaan yang menantinya. Meskipun hanya lilin kecil yang menerangi langit malam.

******

SoulbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang