Part 10 : Keputusan

11 1 0
                                    

Turvha, 24 Agustus - 27 Agustus 2093

---

"Berbeda?"
"Ya! aku serius."
"Kau yakin, ingin denganku, tapi mungkin kau akan menyesal nanti."

Iva berpikir tentang sesuatu dalam dirinya yang terenggut dalam penelitian, dan masa depannya yang mungkin berikutnya dipastikan tidak ada lagi, dalam mimpi-mimpinya ia selalu di selubungi hal buruk. Ia menggenggam erat kedua tangannya, berpikir tentang keputusannya selanjutnya. Ia juga terlihat memiliki perasaan tertentu terhadap Murda. Banyak orang bilang cinta akan terlahir dari sebuah kebiasaan, dan itulah yang terjadi pada mereka berdua saat ini. Meski sebetulnya perasaan Iva tidak begitu kuat dalam hal itu.

"Em, Iya! Aku yakin."
"Baiklah. Tapi, aku punya beberapa syarat."
"Apa itu?"
"Aku akan mengatakannya, ketika kau mau menerima syarat itu, dan hubungan kita sudah berjalan beberapa hari."

Ada pikiran ragu di hati Murda saat Iva mengatakan itu, namun perasaannya sudah tidak terbendung lagi. Jadi ia menerima segala persyaratan yang akan diajukan oleh Iva.

"Ba-baiklah."

Tentu saja Murda tak terlihat khawatir dengan hal tersebut, ia tak berpikir hal buruk akan terjadi padanya, ia begitu percaya dengan Iva saat ini, baginya ia adalah orang yang sangat cocok untuknya.

"Setuju."

Tiba-tiba Iva kemudian memegang tangan Murda yang disandarkan di meja, hal itu membuat Murda sontak kaget, dan segera melepas tangan Iva. Karena Murda belum pernah memegang maupun dipegang tangan perempuan sebelumnya.

"Heh!"
"Kenapa?"

Wajah Murda sedikit memerah, ia merasakan sensasi tangan seorang gadis yang baginya begitu polos, padahal dirinya sendiri yang sangat polos. Meski ia berpacaran dengan banyak gadis, belum pernah seorang yang memegang tangannya tersebut.

"I-ini, pertama kalinya bagiku."

Ekspersi malu-malu terlihat di wajah Murda, ia tak tahu harus bilang apa lagi, akibat tangan Iva yang menempel ke tangan Murda selama beberapa mikrodetik tersebut, membuatnya terus-terusan berpikir tentang sensasinya. Iva hanya mengamati sambil melemparkan senyum kepadanya, pria dihadapannya itu kini benar-benar luluh olehnya.

"Baiklah, sekarang aku pulang dulu ya?" ucap Iva.

**

Iva duduk di kasurnya, kemudian merebahkan badannya, melihat kembali langit-langit atap. Ia memikirkan beberapa kali pertemuannya dengan Murda. Memang sengaja ia hanya ingin bermain-main dengannya, namun semakin lama perasaannya merasa bahwa ia tak boleh melakukan hal tersebut. Ia merasa tidak enak bila terus mempermainkannya. Iva mengambil ponsel di sebelah kasur, menggulir layar melihat kontak Murda, kemudian ia mengirimi pesan untuk bertemu di suatu tempat.

"Apa ini benar-benar keputusanku terbaik?" ucapnya pelan.

Saat ia sedang asyik melakukan hal tersebut tiba-tiba perempuan yang beberapa hari menemui professor Louis tersebut datang. Lina, seorang wanita yang berumur 25 tahun itu datang untuk melihat lebih dekat bagaimana keadaan Iva saat ini, dan Iva baru pertama kali melihat wajahnya hal tersebut membuatnya sedikit kaget sehingga ia kemudian bangun dari rebahannya.

"Bagaimana keadaanmu?"

Iva tak menjawab apapun, tentunya ia sedikit bingung dengan kehadiran orang asing kembali, karena orang asing yang tidak ia kenal ketika kesini adalah awal tragedi dirinya. Namun beberapa saat Iva melihat bahwa orang tersebut auranya tidak begitu gelap, sama dengan orang-orang normal pada umumnya, saat ini pun Iva dapat melihat warna lain dari diri seseorang, ia juga dapat melihat energi roh seseorang. Kemampuannya meningkat seiring berjalannya waktu.

"Oh, maaf , aku lupa belum memperkenalkan diri, namaku Lina. Ya, aku cukup jarang kesini, jadi aku baru tahu ada kamu disini."
"Apa yang akan kau lakukan disini?"
"Aku akan jujur, apa kamu ingin keluar dari sini?"

Sejenak Iva melihat wajah perempuan tersebut, ia terlihat menawarkan sesuatu padanya. Dari siratnya yang menginginkan perubahan dalam diri Iva, namun Iva kemudian membenamkan kepalanya kembali. Ia lebih berharap kesembuhan Ayahnya dari pada apapun untuk saat ini.

"Aku sudah keluar beberapa hari terakhir."

Meski Iva tahu maksudnya, yaitu keluar bebas selamanya dan tak menjalani kehidupan seperti ini. Ia tak mau akan hal itu. Ia tak mau berharap pada sesuatu yang tak pasti baginya.

"Lalu apa yang kau inginkan, Iva?"
"Aku hanya ingin Ayahku sadar kembali. Tapi kurasa saat ini, tidak mungkin. Aku sudah dijebak."

Lina kemudian duduk disamping Iva, ia mengamati gadis yang saat ini dilanda keputusasaan itu, tentu saja perkataan yang akan ia katakan bakal menimbulkan penolakan bila ia teruskan, jadi ia berusaha mendekati Iva dengan cara yang berbeda.

"Benar, tapi bila ada pilihan lain, kenapa tak mau mencobanya. Aku sudah hidup selama 20 tahun lebih, kurasa terkadang kita harus mengambil pilihan sulit, tak apa gagal, setidaknya kita telah mencoba."
"Biarkan aku berpikir dulu."
"Baiklah, akan kutunggu."

Lina kemudian berdiri dari kasur samping Iva, ia lalu menaruh kertas di sampingnya, membuat Iva menyadari hal tersebut. Ia kemudian membacanya. Beberapa petunjuk tentang serangkaian penelitian yang dilakukan padanya. Dan juga isi dari pemberontakan besar-besaran yang akan dilakukan terhadap penelitian ini.

Iva kemudian berdiri menyobek-nyobek kertas tersebut. Menyalakan kompor di dapur kemudian membakarnya seketika. Ia tak mau ada orang lain yang tahu setelah ini, saat membaca tulisan tersebut pikiran Iva sedikit berubah.

"Perpustakaan Meir, kurasa aku harus kesana."

**

Malam senyap di dalam perpustakaan yang cukup besar, perpustakaan ini adalah perpustakaan terbesar di dunia, dengan koleksi buku kuno maupun buku barunya. Namun perpustakaan tersebut hanya orang-orang dalam negeri saja yang bisa ke tempat ini. Sejak tahun 2030 dimana Jautima sudah memisahkan diri dengan Milunesia, dan menjadi negara yang berdiri sendiri menjadi Janavia, keadaan masyarakat menjadi makmur karena pemerintahan barunya. Dan menjadi negara-negara maju meninggalkan negara tetanggannya. Janavia menjadi negara dengan pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kumpulan tempat untuk segala jenis literatur dunia.

Iva menarik mengambil beberapa buku penulis yang ditunjukkan oleh Lina dengan beberapa kode. Ia kemudian duduk di salah satu tempat untuk membacanya. Yang kesemuanya membahas tentang spiritual manusia, hubungan manusia dan Tuhan. Salah satu yang membuatnya tertarik adalah sebuah buku novel karangan seorang penulis yang meninggal 50 tahun lalu. Dalam ceritanya hampir mirip dengan situasi yang sedang dialaminya, namun di dalamnya juga menceritakan tentang pengalaman supranaturalnya, yang beberapa teori yang dipaparkan cukup logis bagi Iva.

"Inikah yang ingin kau coba, Paman Louis?"

Rasa marah dan sedih berkecamuk dalam dirinya, untuk mencapai kemampuan tertingginya, seseorang harus mengalami penderitaan, dan berbagai pengalaman hidup. Setidaknya Iva tahu penelitian yang dilakukan padanya bukanlah penelitian skala kecil. Hal itu juga menyangkut semua orang. Ide yang dilakukan Louis benar-benar gila untuk mencapai sesuatu, setidaknya hal tersebut yang ditangkap olehnya saat ini.

Kali ini Iva mengambil sudut pandang berbeda. Ia kemudian kembali mengembalikan buku-buku itu ketempatnya. Ia berniat mengikuti apa yang menjadi tujuan Lina. Namun tentu ia tak percaya begitu saja, dan berniat melakukannya sendiri.

SoulbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang